Olivia tidak bisa mengatakan apapun saat Aphrodite menangis dihadapannya, hati kecil nya entah mengapa terasa gatal untuk memaki wanita ini karena tingkah jahil yang menjerumuskan dirinya sendiri pada akhirnya.
Entah sudah beberapa jam mereka duduk di taman sambil sesekali Olivia mengulurkan sapu tangan baru untuk Aphrodite yang masih menangis
sesenggukan. Sepertinya keadaan mental nya benar-benar telah terganggu setelah dilempar begitu saja dari olympus."Aku benar-benar tidak tahu akan jadi seperti ini ... Hua, aku hanya kesal padamu karena setelah beberapa kali reinkarnasi kau tetap sangat menyebalkan." Shuu.... Aphrodite membersihkan hidung nya menggunakan sapu tangan yang langsung dibuang begitu saja. Kain kotor itu jatuh di dekat sepatu Valery yang digesernya dengan jijik.
"Bagaimana caranya menyelesaikan nya?! Aku benar-benar tidak tahu!" Aphrodite menutup wajah nya kalut, menangis semakin keras yang ditanggapi Olivia dengan memberikan sapu tangan baru.
Olivia memberikan kode pada pelayan agar kain-kain itu langsung dibakar saja tanpa harus mencuci nya.
"Sudahlah, sampai kapan kau mau menangis seperti ini? Yang hidup nya sulit kan aku tapi kenapa malah kau yang depresi?" Kata Olivia santai, aneh nya dia sendiri sama sekali terpikirkan masalah jodoh.
"Tentu saja! Demi kelanjutan hidupmu dan aku!"
"Jalani saja hidup seperti air yang mengalir, untuk apa bersusah payah ... Aku juga terlahir kaya sebagai putri duke." Setelah Olivia berkata seperti itu Aphrodite termasuk para pelayan yang mendengar langsung melihat kearah gaun serta perhiasan mewah yang dikenakan oleh nya. Bukti kekayaan keluarga Clarence yang tidak main-main.
Aphrodite menyusut hidung nya, air mata nya berhenti dan sejak kapan ia merasa silau dengan kesombongan milik Hestia. "Kau tahu Hestia, aku sangat ingin mencekikmu sekarang."
"Aku hanya berusaha untuk realistis, haruskah aku mengumpat pada seseorang yang membuat takdir hidupku menjadi sangat rumit?" Liriknya lalu berdiri dan merenggangkan tubuh nya yang pegal.
Aphrodite ikut bangkit dia mengikuti langkah Olivia, terlihat ragu-ragu untuk bertanya.
"Jika kau berada diantara dua pilihan yang sulit, siapa yang akan kau pilih?"
"Tanyakan lebih jelas, apakah itu cinta atau kekayaan?" Balas Olivia malas, terkadang ia tidak menyukai sisi dewi Aphrodite yang bertele-tele jika ingin mengatakan sesuatu.
"Cinta, cinta yang dimasalalu dan masa kini ... Mana yang akan kau pilih?"
Mengerjapkan mata nya, Olivia berpikir sejenak. "Tergantung mana yang paling kaya, tampan, dan bisa memprioritaskan aku dari yang lainnya."
"Cih, tidak jauh-jauh dari uang. Aku penasaran sejak kapan kau menjadi mata duitan seperti sekarang." Kekesalan Aphrodite semakin menjadi-jadi bisakah sekali saja gadis dihadapannya ini bersikap serius sedikit saja, "Mereka sama-sama kaya dan tampan. Jadi, mana yang akan kau pilih?"
"Kalau begitu pilihan nya tinggal siapa yang bisa menjadikan aku prioritas kan? Nah itu yang kupilih."
Ditengah jalan menuju istana Olivia mereka berpapasan dengan Asher yang entah mengapa keberadaan nya terlihat sangat mencolok. Jelas pria itu memang tampan rambut ginger dan lesung pipi di salah satu sisi wajah yang akan muncul ketika dia tersenyum.
Aura nya terlihat bersih dan menyenangkan membantu orang-orang yang berada disekitarnya merasa aman.
"Hei dia sangat seksi. Lihat punggung nya yang lebar itu seseorang bisa bersandar disana dengan nyaman." Bisik Aphrodite yang hanya bisa didengar oleh Olivia.
Olivia tersedak, dia menegur Aphrodite. "Sadarlah kau sudah menikah."
Walaupun begitu sebenarnya Olivia setuju, dia ikut mengamati Asher yang tengah berbicara serius dengan ketua ksatria. Sepertinya tengah mengkoordinir keamanan disekitar aula saat pesta.
Saat jarak mereka semakin dekat Olivia memutuskan untuk terus berjalan karena tidak ingin menganggu kegiatan Asher. Namun, siapa yang bisa menebak pikiran gila dari Aphrodite yang dengan sengaja menyenggol nya hingga kehilangan keseimbangan.
Aphrodite berpura-pura terpekik kaget melihat sahabatnya akan segera membetur tanah.
Seperti kisah novel bertema romantis yang klise seperti itulah Olivia ditangkap oleh Asher walaupun tanpa taburan bunga dan suara wush~ syalalala~.
Aphrodite? Masih setia dengan peran nya sebagai pengamat, menemukan spot terbaik untuk menonton setiap adegan.
Dewi cinta sialan!
"Kau baik-baik saja? Ada yang terluka?" Asher mengangkat pinggang Olivia menundukkan nya dipahanya. Posisinya yang setengah berlutut membuat seseorang berteriak girang menonton pertunjukkan.
"Maaf, aku kurang berhati-hati." Olivia menahan sakit dipergelangan kaki nya dan benar saja, hels nya patah dengan menyedihkan.
Asher membantu melepaskan sepatu Olivia, kening nya berkerut saat menemukan jejak memar disana. "Kau akan kemana setelah ini?"
"Aku berencana untuk kembali ke istana saja." Olivia buru-buru bangkit dia melambaikan tangan pada Aphrodite agar membantu nya berjalan, dan sialan nya wanita itu membuang muka seolah-olah mereka tidak saling kenal.
"Ayo kugendong." Asher berjongkok di depan Olivia yang menatap nya tidak percaya. Pandangan mata nya beralih-alih antara Asher dan Aphrodite.
'Sudah naik saja itu berkat, berkat!' suara Aphrodite.
Intuisi mereka sebagai dua sahabat saling berbicara tanpa bersuara.
'Kau sengaja kan!'
'Dia terlalu seksi untuk diabaikan! Kalau kau tidak mau biar aku melamparkan diri ke punggung nya!'
Olivia menghembus napas panjang, dia naik ke punggung Asher. Pria itu membenarkan posisi nya sambil tertawa kecil. "Kenapa kau tertawa? Apa aku berat?" Olivia bertanya gusar.
Asher menggeleng, "Aku hanya teringat saat kita kecil dulu aku sering menggendongmu seperti ini saat kau malas berjalan sendiri."
Jelas Olivia tidak ingat kejadian itu, tapi melihat Asher yang ber-nostalgia dia hanya bisa menyimak.
"Dulu kita sering diam-diam menyelundup pergi ke ibukota saat malam hanya untuk melihat kembang api di alun-alun. Itu sering terjadi hingga kita beranjak remaja."
Entah mengapa sekelebat ingatan muncul di kepala Olivia, seorang laki-laki yang jauh lebih tinggi darinya selalu datang padanya. Menemani nya yang kesepian, membawanya untuk melihat kembang api ditengah kerumunan orang sambil menggenggam tangan nya agar tidak terpisah.
"Olivia kau tidak kesepian lagi kan sekarang? Kulihat Tuan Duke serta kakakmu sudah menunjukkan rasa sayangnya padamu." Saat berbicara entah mengapa Olivia merasa jika Asher terlihat lebih senang dari pada dirinya.
"Ya, tapi rasa sayang mereka agak berlebihan untukku." Keluh Olivia tanpa sadar.
"Itu tetap saja bagus. Lain kali ayo pergi ke alun-alun kota untuk melihat kembang api, dan ajak Hanry juga."
"Untuk apa?"
"Aku tidak ingin membuat orang-orang mengira jika kau tengah berselingkuh denganku, ajak Hanry juga bagaimana pun dia tunanganmu."
Sebentar-sebentar kenapa semua orang selalu mengait-ngaitkan dirinya dengan Raja Athanasía? Dan sekarang orang yang katanya teman kecil nya berkata bahwa Hanry adalah tunangan nya?
"Aku sejak kapan aku bertunangan? Tidak ada yang mengatakan nya padaku sebelumnya..."
Langkah Asher terhenti di menengok kesamping untuk memastikan kata-kata Olivia. "Olivia apa yang terjadi padamu saat kau menghilang setahun yang lalu?"
"Aku tidak ingat tapi Ayah berkata bahwa aku mengalami kecelakaan kereta karena bencana alam."

KAMU SEDANG MEMBACA
Lady Olivia
DragosteSeorang penulis mati lalu masuk kedalam ceritanya setelah mendapatkan banyak kutukan dari pembacanya atas karya sebelumnya yang berakhir sad ending. Mendapati dirinya masuk kedalam cerita dan berperan sebagai seorang figuran yang akan mati sia-sia...