Chp 27

1.8K 164 15
                                    

.

.

.

Hari ke-77

🍂

.

.

.

disclaimer;

this is a fanfiction, everything set in this story is to support the plot, characters, and conflict.

any event that occurs in this story has no relation to the real persons or places mentioned.

pls, be wise 💞

happy reading

.

.



Lagi, Jungkook terbangun dengan nuansa putih disekitarnya. Ini hari kesekian dirinya terbangun dirumah sakit. Dengan penjagaan yang ketat dari Seokjin hyungnya.

Hari dimana ia dilarikan ke rumah sakit adalah kali kesekian dari percobaan mengakhir nyawa atau sekedar menyakiti diri yang Jungkook coba lakukan.

Dan berakhir disini, sebuah kamar yang cukup luas dengan jadwal konsultasi yang begitu padat.

Bahkan hampir setiap satu jam sekali Seokjin, perawat, sampai dokter akan datang ke kamarnya untuk mengecek keadaannya.

Atau bisa dikatakan untuk memastikan Jungkook tidak melakukan hal gila untuk lainnya.

"Jungkook sudah bangun? Ingin minum?" Seokjin bertanya dari sisinya.



Penampilan Seokjin cukup kacau. Lingkar hitam terhias di kedua matanya dan kedua pipinya, nampak semakin tirus. Jungkook merasa bersalah akan hal itu.

Dia tahu penyebab Seokjin tampak kacau adalah dirinya.



"Hey, jangan melamun. Hyung baik-baik saja, hanya sulit tidur okay. Tak apa, nanti hyung akan merawat ekstra wajah hyung, supaya kembali tampan. Hyung memang sulit tidur jika bukan di kamar hyung sendiri, tapi tak apa." Seokjin menjelaskan bahkan sebelum Jungkook mengatakan apapun.

"Kau tetap tampan hyung mau seperti apapun." Jungkook berucap tulus yang menghadirkan kekehan lucu dari Seokjin.

"Ya tentu, aku kan memang world wide handsome," baik Jungkook ataupun Seokjin keduanya tertawa mendengar jokes yang selalu Seokjin keluarkan. "Sudah lebih baik?"

Seokjin mengulurkan tangannya untuk mengusap halus kepala Jungkook, adik sepupu kesayangannya.

"Hyung, aku selalu baik. Berkat mu, tentu saja. Terima kasih," Jungkook meraih tangan Seokjin untuk meremat halus, membuktikan bahwa dirinya sangat berterima kasih untuk segala hal yang sudah Seokjin lakukan.



Kemudian Jungkook menatap Seokjin tepat di matanya, sambil berkata "tapi hyung, bisakah tolong berhenti?"

Untuk segala sesuatu yang sudah terjadi, Jungkook lelah.

Yang Jungkook inginkan, semuanya usai. Semuanya, termasuk rasa kosong dalam dadanya.





"Jungkook hanya ingin tidur hyung—"

Seokjin menegang disisi Jungkook.





Jungkook akan selalu meyebut namanya sendiri setiap kali meminta apa yang begitu ia inginkan.

"Jungkookie,"

"Hyung bisa tolong, jangan menghubungi Taeby lagi?" lanjut Jungkook mengabaikan panggilan Seokjin.

Kemudian Jungkook melepas tangan Seokjin. Ketakutan merayap dalam dada Seokjin, karena dirinya tahu apapun yang ada dalam pikiran Jungkook saat ini, bukanlah sesuatu yang bagus.

Maka buru-buru Seokjin meraih kembali tangan Jungkook. "Jungkookie, dengar," Seokjin mengucap terbata.

Memilah kalimat terbaik yang harus dia keluarkan sebelum Jungkook mulai terbuai untuk melakukan isi kepalanya. Seokjin takut akan hal itu, tentu saja.

"kau memiliki hyung okay. Jangan merasa sendiri—" Seokjin menelan ludahnya gusar. "Sekarang kita bisa mulai semua dari awal Jungkookie, tidak ada yang terlambat. Jangan pikirkan Taeby untuk saat ini. Kau lebih dari berhak untuk bahagia. Demikian juga Taeby. Lebih dari berhak untuk memaafkan diri mu sendiri,









"Hyung tahu, kebersamaan kalian bukan waktu yang sebentar, tapi tolong dengarkan hyung sekali ini saja. Sembuhkan dirimu terlebih dahulu, akhirnya nanti bersama Taeby atau orang lain itu bisa kita pikirkan sambil menyembuhkan mu okay? Tapi tolong Jungkookie—"



Seokjin tercekat dengan suaranya sendiri. Saat perasaan takut, sedih dan tidak siap, tidak akan pernah siap untuk perpisahan, menjadi satu dalam dadanya.

Seokjin tidak dapat lagi menahan air matanya.



"tolong sembuh untuk dirimu sendiri, untuk hyung. Untuk orang tua mu, untuk mekarnya bunga saat musim semi nanti atau bahkan untuk sekedar kembali melihat birunya langit. Jungkookie, kau bisa. Hyung akan disisimu, seterusnya. Tolong berbahagialah. Your life must go on—"



Seokjin menghapus kasar air mata yang mengalir di pipinya. Sampai disana Jungkook masih memejamkan matanya, tidak melihat Seokjin sama sekali sejak Seokjin menyebut nama Taeby, namun Seokjin tahu Jungkook mendengarkannya.

"Tolong dengarkan hyung, kau mau kan? Hm?" Seokjin berucap ragu, namun dengan kedua tangannya Seokjin menangkup tangan Jungkook.

Mencoba menyalurkan apapun untuk membuat Jungkookienya tenang.



Dan Jungkook menangis dengan bahu yang bergetar hebat. Dengan meremat kuat tangan Seokjin dengan tangan satunya.



Satu hal yang Seokjin sadari. Jungkook mendengarkannya.





Ya Jungkook tidak akan pergi. Dan Seokjin bersumpah, sesulit apapun yang akan dia hadapi, akan dilakukannya.

Apapun untuk membuat Jungkook kembali menjadi dirinya sendiri.

Jika perlu Seokjin akan menyelam ke kedalaman laut untuk menyembuhkan Jungkookienya. Tapi Seokjin tahu, hanya satu orang yang bisa membuat Jungkook sembuh.





Yaitu, dirinya sendiri.

















-

-







terima kasih untuk selalu sabar menunggu chapter selanjutnya dari buku ini. 


luv,

kookievintage_

100 Days After Breakup | #KookVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang