Kepala Irene berdenyut sakit, gadis itu menyentuh keningnya. Dia meraba-raba kasur tempatnya berbaring dengan mata terpejam, kasur ini terasa berbeda. Bukan ranjang di rumah kakek yang biasa dia tempati.
Kasur ini lembut, halus, empuk dan dingin. Irene memeluk lebih erat guling di sampingnya. Namun sadar guling itu bukan teddy bear kesayangannya. Irene langsung membuka matanya.
Ruangan ini bukan bernuansa ungu, tapi coklat gelap yang lebih mendominasi. Seingatnya, dia terakhir kali tertidur di kamarnya. Berwarna ungu janda, bukan coklat kayu seperti ini.
Kaki Irene turun dari ranjang menapaki lantai di bawah kakinya. Dingin langsung menembus telapak kaki Irene saat itu juga, gadis itu berjalan ke arah pintu besar. Satu ruangan ini mungkin bisa menjadi sebuah rumah kecil.
"Hallo!" mencoba membuka gagang pintu tapi tak berhasil, Irene mengetuk pintu itu. "Anyone outside? Help me open the door, please!"
"Aku terkunci di sini!" tangan Irene mengetuk lagi pintu kamar itu. "Siapapun tolong buka pintu ini!"
Irene sudah berteriak sekuat tenaga, namun tak ada sahutan dari luar. Dia akhirnya pergi ke jendela, membuka gorden. Siapa tahu dia bisa turun lewat jendela kamar super megah ini.
Saat Irene menyibakkan gorden, matanya hampir keluar melihat lantai yang dia tempati sangat jauh dari bagian paling bawah kamar. Tempat apa yang dia tinggali ini? Kenapa sangat asing dan Irene juga tak pernah merasa mengunjungi rumah ini.
Dia menyentuh gagang pintu gorden. Dikunci. Setiap sudut ruangan tempatnya menginjakkan kaki sepertinya dikunci. Tak ada tanda-tanda satu celah untuk Irene keluar.
Gadis itu terduduk di karpet tebal coklat dibawah kasur. Pintu kamar itu terbuka, tiga orang pelayan menghampiri Irene. Mereka menyiapkan makanan serta baju cekatan.
"Nona, anda sedang apa?" tanya salah satu pelayan yang menyiapkan handuk untuk Irene.
"Ndlosor." jawab Irene menggunakan bahasa daerahnya di Indonesia. Dia terlalu putus asa.
"Maksud Nona?"
Satu orang di samping maid yang sedang menyiapkan baju ganti Irene menyenggol lengan temannya. "Jangan terlalu banyak bicara. Siapkan apa yang Nona Irene butuhkan." bisiknya.
"Dimana aku?" tanya Irene bangkit dari rebahannya.
"Nona berada di kediaman Tuan Michael."
"Siapa Michael itu? Aku tak mengenalnya."
"Anda mandi dulu saja Nona." dia menggiring Irene menuju kamar mandi besar di ujung ruangan.
"Siapa nama kalian?" tanya Irene.
"Saya Barsha, kedua teman saya bernama Alena dan Clara." Barsha memperkenalkan diri. Dia ingin membatu Irene membuka bajunya tapi gadis itu mencegah pergerakannya.
"Aku bisa mandi sendiri. Kau bisa keluar."
Ketiga orang itu meninggalkan Irene sendirian di kamar mandi. Gadis itu memijat keningnya, bagaimana dia bisa sampai di tempat ini? Seingat Irene dia terakhir kali berada di rumah kakek neneknya jadi siapa yang membawa dirinya ke tempat mewah ini?
******
Ini bukan rumah! Ini istana!
Berulang Irene berdecak kagum. Mengingat rumahnya di Indonesia tak sebesar ini. Pemiliknya pasti orang yang sangat kaya, apa pemiliknya adalah sepasang suami istri yang tak memiliki anak. Maka dari itu suami istri itu membawanya ke sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Michael Falling In Love
Romance[Sebelum membaca, follow akun ini dulu untuk info lebih lengkap seputar update cerita WMFIL] Semua bisa Michael dapatkan di dunia ini. Dari benda hingga wanita. Tidak ada wanita bodoh yang menolah pesona dan uang seorang Michael Johnson. Tingkahnya...