twenty

7.4K 612 36
                                    

Irene menghembuskan napas panjang. Di kedai kopi pinggir jalan yang tidak jauh dari rumahnya berada, dia dan ketiga pelayan pribadinya menghabiskan waktu bersama.

Alena, Barsha dan Clara ia suruh membeli roti, buah dan segelas kopi lagi untuk Michael. Pria itu bilang menyusulnya nanti, ya Michael belum terbangun dari tidurnya. Mungkin 30 menit lagi dia akan sampai.

Kala Irene mengangkat secangkir kopi susu, piring yang menjadi penopang lain dari cangkirnya terdapat sebuah secarik kertas. Irene melihat sekeliling kemudian memasukkan kertas itu ke dalam kantong celana santai yang dia pakai.

Tak lama, Alena dan Clara datang membawa secangkir kopi disusul sup cream ayam dan roti. "Terima kasih Na."

"Ada yang ingin dipesan lagi Nona?" tanya Clara memastikan.

"Tidak. Kita tinggal menunggu Barsha." Irene menegak sedikit air di cangkirnya. "Aku ingin bertanya."

Pandangan kedua wanita di samping Irene langsung tertuju kepada gadis itu. "Kenapa kalian tidak menjadi model saja? Kenapa memutuskan menjadi pelayan pribadiku?"

Alena dan Clara saling bertukar pandang. "Selain karena gaji yang dijanjikan Tuan lebih besar dari bayaran model yang Nona bicarakan, kami juga senang bekerja di keluarga Tuan."

"Gaji yang lebih besar?"

"Ya. Jam terbang model dengan pelayan seperti kami tentu sangat berbeda, tetapi gaji yang dijanjikan mampu membuat keluarga kami tercukupi bahkan lebih." jawab Alena, "Walau nyawa yang menjadi taruhannya."

Tidak butuh waktu lama, lonceng tempat kedai Irene menghabiskan pagi berbunyi, menandakan ada seseorang yang datang. Di sana, Michael berdiri gagah menjulang dengan paras yang paling rupawan dari semua pengunjung kedai dan tentu saja menjadi pusat perhatian.

Ketiga pelayan pribadi Irene sontak berdiri, mempersilakan Michael duduk di samping Irene. "Kau belum selesai juga Sweety?"

"Belum, aku sudah memesankan satu kopi untukmu." pria di sampingnya menjadikan pundak Irene sebagai tumpuan kepalanya kemudian mencium leher jenjang gadis itu.

"Kau sudah mandi?" pertanyaan Michael mendapat anggukan jawaban dari gadisnya. "Aku belum." lanjutnya.

"Ew, kau kemproh."

"Apa itu? Ayolah Sweety, jangan memakai bahasa daerahmu sendiri." balas Michael frustasi. Dia memang sudah sedikit demi sedikit belajar bahasa Indonesia, tapi yang gadisnya tadi ucapkan bukan termasuk bahasa Indonesia.

"Itu bahasa Indonesia Tuan. Oh tidak, salah sayu bahasa dari Indonesia. Jadi kalau kau belajar jangan setengah-setengah."

"Aku—"

"Jangan berbicara saat makan." Irene menyuapkan sepotong roti pada Michael. "Habiskan makananmu lalu kita pergi bejalan-jalan."

********

"Hai Manis, kita bertemu lagi?"

Irene menghembuskan napas kesal, dia menatap laki-laki di sebelahnya yang tengah memperhatikan seseorang yang mengajak Irene bicara. "Tuan, harap sabar." ucapnya pada Michael.

"Bisakah kau berhenti menguntit aku dan Irene, Edmundus?"

"Maaf Michael, urusanku bukan denganmu." timpal Edmundus santai. "Urusanku hanya ingin menemui gadis manis di sampingmu."

Irene memejamkan mata, demi Tuhan, dia sedang berada toko bahan kue di pusat kota, bisa-bisanya dirinya berpapasan lagi dengan orang ini?!

Edmundus beralih pada Irene. "Halo Irene pasti kau senang melihat wajahku lag—"

Ucapan Edmundus berhenti begitu saja saat sekotak coklat yang beratnya mencapai 4,5 kilogram menghantam wajahnya. Wajah kaget Barsha, Clara, Alena dan Michael terlihat jelas bahkan ketiga pelayan pribadinya menutup mulut tak percaya melihat aksi Irene.

"JANCOOOKKKK! GATELI TENAN RAIMU DUS! WES ORA ISO SABAR AKUUU!" teriak Irene frustasi. Sungguh dia risih, hari tenangnya harus berantakan karena Edmundus. Keluar sudah pisuhan yang beberapa menit ia tahan.

"Sweety?" panggil Michael tidak percaya.

"Asal kau tau, aku sedang datang bulan dan kau membuat Mingguku yang indah hancur!" ucap Irene kembali melempar sekaleng wisman ke arah Edmundus hingga kepala pria itu mengeluarkan darah.

"Barsha, bayar semua barang yang aku beli tadi." perintah Irene. Dia menarik tangan Michael mengikutinya keluar dari toko lalu masuk ke dalam mobil. "Musuhmu sangat menyebalkan. Aku ingin memotong kepalanya memakai pisau roti tadi."

Michael belum sembuh dari keterkejutannya. "TUAN!" teriak Irene kesal. "Bangsat! Hari ini pada kenapa sih anjing?!" lanjut gadis itu menggunakan bahasa negaranya.

Setiap sebulan sekali kalian para perempuan pasti merasakan mood yang tidak stabil, menit pertama marah, menit kedua sedih lalu di menit ketiga tertawa. Itulah yang Irene rasakan sekarang, dia marah sebab ada yang menganggu ketenangannya.

"Kau marah padaku Sweety? Maaf tadi Edmundus mengganggu kesenanganmu." Michael menggenggam tangan Irene yang mengepal, kalau boleh jujur. Dia juga takut pada gadisnya versi ini. Jauh berbeda dari gadisnya yang polos dan lugu.

"Kenapa jadi kau yang meminta maaf?!" nada tinggi gadis itu belum turun. Tapi, menyadari dirinya yang salah—Irene mendekati Michael lalu memeluk tubuh kekar itu. "Maaf, emosiku tidak stabil."

Michael menghembuskan napas lega. "Tak apa. Aku mengerti." ia mengelus punggung kecil gadisnya pelan. "Kau ingin sesuatu? Es krim? Sandwich? Salad?"

Irene melonggarkan pelukan mereka. "Aku ingin membuat kue. Untung si Wedus datang setelah kita selesai berbelanja?"

Dahi Michael mengerut protes. "Kau punya nama kesayangan untuk Edmundus? Kau bahkan memanggilku Tuan."

"Wedus itu artinya kambing. Panggilan wedus berasal dari bahasa Jawa. Memang kau tidak liat, wajah Tuan Edmundus mirip kambing?"

Michael tertawa lebar, baru kali ini ada yang mengatakan wajah tampan Edmundus mirip hewan. "Kau benar."

"Saking jeleknya wajah itu, aku sampai melempar wajahnya dua kali. Wanita buta mana yang mau dengan pria macam itu?"

"Tidak hanya wanita yang menyukai Edmundus Sweety, lelaki pun banyak yang mengincarnya."

"Mungkin dia memakai susuk?"

"Susuk?"

"Iya susuk," Irene mengetukkan jarinya di dagu. "Semacam jarum kecil yang bisa tertanam pada tubuh manusia. Jarum itu bisa membuat orang itu berkali-kali lipat lebih menarik dalam jangka waktu tertentu."

"Metode perawatan wajah macam apa itu?"

"Itu bukan perawatan, penggunaan susuk itu merupakan hal gaib yang tidak semua orang bisa memasangkannya. Dan ada beberapa pantangan juga."

"Di jaman modern ada yang memakai benda itu?"

Irene menggeleng. "Aku juga tidak tahu. Mungkin hanya ada beberapa saja, apalagi sekarang metode perawatan wajah apapun sudah lengkap. Tapi kata orang, susuk itu merubah aura. Yang awalnya tidak menarik, jadi amat sangat menarik."

Michael membawa kepala Irene bersandar di dadanya. "Aku jadi curiga. Apa kau memakai susuk?" matanya memicing, pura-pura mengintimidasi.

"Auraku itu mahal dan positif, jadi tidak perlu susuk. Semua mata akan tertuju padaku. Ya seperti kau ini, sebuah bukti nyata tanpa ada kepalsuan." balas Irene pongah.

Michael memeluk tubuh Irene gemas, menghujani kecupan beberapa kali di pipi gadis itu. "Kau lucu sekali Sweety, aku ingin memakanmu."

"Nah, kalau jenismu ini termasuk kategori genderuwo. Badan besar, suka menculik orang dan kemudian dimakan hidup-hidup, rawrrrr!!!"

*********

When Michael Falling In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang