seven

13.7K 1.1K 22
                                    

Irene menutup pintu kamarnya, tubuhnya terduduk di lantai kamarnya yang dingin. Dia menutup wajahnya, hidup dalam keluarga hancur tak tersisa. Gadis itu bukan berasal dari keluarga broken home, keluarganya utuh. Namun rasa sakit yang di derita Irene tidak ada bedanya dengan keluarga yang tidak utuh.

Irene lelah terus memasang topeng kebahagiaan setiap harinya. Sementara hatinya merasa denyutan nyeri tiap dia melihat sebuah keluarga yang penuh kehangatan walau ekonominya standar.

Dulu, rekening di Irene tak pernah kosong. Setiap hari ayahnya selalu mengirimkan uang kepadanya. Namun apa artinya sebuah kertas jika dia tak mendapatkan kasih sayang?

Ketukan pintu membuat Irene cepat-cepat menghapus air matanya. "Nona, kami datang membawakan sesuatu."

"Masuk."

Ketiga pelayan yang bertugas menjaga kenyamanan Irene tetap ada masuk ke dalam kamar gadis itu dengan kesusahan sembari membawa setumpuk novel yang tingginya melebihi kepala mereka.

"Astaga." Irene memekik. Dia menghampiri ketiga orang itu sambil membantu membawa setumpuk novel-novel itu.

"Pemberian Tuan Michael, Nona." dengan susah payah Clara meletakkan novel-novel itu di atas meja bundar di kamar Irene.

"Banyak sekali buku-buku di kamarku." Irene berdecak kagum.

"Nona." panggil Barsha. Melihat Irene yang takjub dengan hadiah kecil dari Michael, wanita itu ingin memberi tahu sesuatu.

"Ya?"

"Tuan sudah membeli seluruh toko buku kota untuk Nona."

Mata Irene membelalak kaget. "Jangan bercanda."

"Saya tidak bercanda. Nona bisa tanya pada Tuan Dean kalau Nona meragukan ucapan saya."

"Kenapa dia tidak membeli percetakan buku terkenal di tempat ini sekalian?" sindir Irene terang-terangan.

Alena menggaruk pelipisnya. "Percetakan buku terbesar di negara ini milik Tuan Michael, Nona."

Ucapan Alena membuat Irene bergidik ngeri. Dia semakin tak menyukai Michael, laki-laki itu memandang segalanya dengan uang. Contohnya tumpukan buku di kamarnya. Apa laki-laki itu pikir Irene mau menyerahkan tubuhnya lantaran pria itu membelikannya semua toko buku di kota?

Irene tertawa garing. Hanya orang bodoh yang mau melakukan hal itu demi harta. Kekuasaan dan uang sifatnya tidak abadi, Irene tak mau membuang harga dirinya demi sesuatu yang tak abadi itu.

Lelaki biasa tak apa, asalkan dia mengerti tanggung jawab pada keluarga, bisa diandalkan dan paham dengan ajaran di agamanya. Itu sudah terlewat sempurna.

"Nona memikirkan apa?"  tanya Clara. Dia sibuk membuka ratusan sampul novel.

"Memikirkan orang yang menyempatkan waktu beribadah saat hari besar di agamanya saja."

"Maksud Nona?"

"Tak apa. Apa kalian perlu bantuan?"

"Jangan Nona! Nona jangan sampai menyentuh pekerjaan kecil seperti ini."

"Kau bilang pekerjaan kecil, jadi aku mau membantu."

"Nona berbaring saja di tempat tidur. Kami yang akan menata rak khusus buku-buku ini di kamar Nona." ucap Alena menyarankan.

Semua terdiam orang di kamar saat langkah kaki tegas mendekat. Dia berdiri menjulang di pintu masuk kamar Irene.

"Apa kau menyukainya?" matanya menatap tumpukan buku pemberiannya. Michael dengan tatapan setajam elang memindai satu-persatu tumpukan buku sampai membuat tiga pelayan di sana bergetar takut.

"Ya. Terima kasih."

"Kau bisa meminta yang kau mau Irene. Kecuali pergi dari tempat ini."

"Kau tahu yang aku mau. Tapi kau tak bisa mengabulkannya."

Merasa pembicaraan Irene dan Michael mulai serius. Para pelayan Irene pamit pergi ke dapur, mempersiapkan camilan kesukaan gadis itu.

Michael menutup pintu kamar Irene. "Kenapa keinginanmu keluar dari rumah ini sangat besar?"

"Aku tak nyaman berada di sini."

"Kau bisa mendapat segalanya di tangan kecilmu itu jika kau menuruti perintahku."

"Aku bisa menggenggam segalanya di tanganku. Tapi itu tak ada artinya ketika aku tak bisa menggenggam kebebasanku."

"Aku membawamu berjalan-jalan di kota. Apa itu belum cukup?"

"Kau memperlakukan aku seperti hewan peliharaan."

"I don't think I've ever do that." Michael nampak acuh membalas.

"Did you ever think about that?"

"What?"

"Menyekapku di dalam rumahmu. Kau tak pernah berpikir bagaimana keluargaku di desa yang kebingungan mencariku?"

"Mereka tak akan mencarimu."

"Kenapa kau sangat yakin?"

"Itulah kebenarannya."

Irene malas berdebat, gadis itu mengambil satu novel yang tak tersegel di atas meja. "Ada keperluan apa lagi kau di sini?"

"Salahkah aku pergi ke bagian rumahku sendiri?"

"Salah. Tempat ini termasuk kawasanku, kau tidak boleh melewati kawasanku."

Michael bersandar di tiang ranjang Irene. "Tapi tempat ini juga milikku."

"Sekarang tidak lagi. Ruanganku ya ruanganku."

"Kau begitu egois." ucap Michael tanpa ekspresi.

"Jika kau tak suka, kau tinggal lepaskan aku." balas Irene enteng.

"Tidak bisa semudah itu. Aku belum mendapat apa yang aku inginkan."

"Sayang sekali kau tak akan pernah bisa mendapatkannya."

"Mengapa kau menolakku Irene? Apa karena aku seorang pria kaya?" tanya Michael menatap Irene dalam.

"Karena kau hanya menginginkan tubuhku, bukan hatiku." balas Irene lugas. Dia menatap malas Michael yang tertegun.

"Bukankah itu saling menguntungkan kita?" Michael mendekati Irene yang duduk di sofa, dia mengambil sofa single. Mendudukkan tubuhnya di sana.

"Aku tak merasa diuntungkan dengan penawaranmu. Aku hanya mau menyerahkan diriku pada suamiku kelak."

Michael tertawa lebar. Pemikiran konyol dari Irene membuatnya terhibur. "Jaman sekarang siapa yang ingin menghabiskan hidupnya dengan satu orang Irene?"

"Seseorang membutuhkan pasangan untuk menikmati masa tua. Terserah kau membutuhkannya atau tidak, ingat Tuan Michael. Kebahagiaan bukan selamanya tentang uang."

Tawa Michael berhenti. Kata-kata Irene menyentak ulu hatinya, mengingatkan pria itu bahwa dia di masa tua pun tak akan ada orang yang tulus mencintainya. Semua orang mendekat padanya karena uang, mereka ingin terkenal melalui Michael.

"Lalu bagaimana caraku percaya dengan orang lain?" Irene membalas tatapan Michael yang mengintimidasi. "Tidak ada seseorang yang tulus mendekati aku, pasti ada alasan dibalik mereka mendekat padaku."

"Hatimu bisa menilai. Peran hati dan otak itu saling terkait, jangan memberatkan salah satunya."

"Apa kau orang yang tulus itu?" tanya Michael melenceng dari pembicaraan mereka.

"Aku tak pernah mendekat padamu, kau sendiri yang mengurungku di sini."

*******

When Michael Falling In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang