twenty five

7.7K 608 48
                                    

"Aku hampir melakukan kesalahan kemarin."

Irene menghentikan kegiatannya sejenak. Dia yang hampir membuka pintu ruangan di kantor Michael, menutup sedikit pintu ruangan pria itu hingga menyisakan sedikit ruang untuknya menguping.

Beberapa orang yang melihat hal itu tidak berani menegur atau mendekati Irene.

"Apa yang Tuan lakukan?"

"Aku hampir menyentuh dadanya kemarin. Apa kejadian itu bisa membuat Irene menjauhiku?" tanya Michael kalut.

Dean menggeleng. "Tuan sudah memulainya dengan baik dengan mempertemukan Nona dengan keluarganya lagi."

Batin Irene bertanya-tanya, ia menajamkan pendengarannya. Tuan Dean tau?

"Aku ingin memulainya dengan benar, Dean. Aku menyesal pernah melakukan hal kasar kepada gadisku."

"Tapi sepertinya Tuan mempunya saingan." senyum kecil tersemat di ujung bibir Dean. "Tuan Edmun—"

Michael tertawa keras hingga Irene terlonjak kaget mendengarnya. "Dean, kau tidak akan percaya apa yang aku katakan." ia menghentikan tawanya. "Irene melempar satu kaleng wisman yang beratnya mencapai 2,5 kilogram ditambah makian gadisku dengan bahasanya sendiri."

"Lalu Tuan Edmundus?"

"Kepalanya mengeluarkan darah, tapi tak ada luka serius. Hanya memar kebiruan saja."

Raut terkejut masih tercetak jelas di wajah Dean, namun kala dia ingin bertanya kembali, pintu kerja Michael diketuk dari luar. Menampakkan wajah polos Irene yang berdiri membawa bekal makan siang untuk Bosnya.

"Aku menganggu ya?" tanya Irene kikuk.

"Tidak Nona." Dean menjawab cepat "Silakan masuk."

Dean pamit undur diri dari ruang kerja Michael. Dia melihat jam di pergelangan tangannya sebentar, sudah waktunya makan siang. Untuk satu jam kedepan mungkin dia tetap berada di luar kantor.

Irene duduk di sofa ruang kerja Michael. Tidak ada ruang di meja pria itu karena setumpuk kertas yang memenuhi meja. Sebenarnya jam istirahat Michael fleksibel, namun jika menuruti perkejaan yang tak ada habisnya, pria itu tidak akan makan seharian.

"Makananmu sudah datang." Irene membuka kotak makanan yang dia siapkan. Aroma rempah-rempah dari bekal itu langsung memenuhi ruang kerja Michael. Gadis itu membuat makanan khas Indonesia, supaya lidah Michael terbiasa dengan makanan negerinya.

"Mas." mendengar panggilan itu, Michael secepat kilat meninggalkan berkas-berkas penting di mejanya. Dia tersenyum lebar lalu mencium bibir Irene sekilas. Dia tak mengerti arti dari panggilan gadis itu padanya. Mencari di internet tak membantu banyak mengenai panggilan Irene.

Walau Michael tak mengerti arti panggilan itu, tetap bibirnya tak berhenti tersenyum. Selain panggilan itu terasa pas diucapkan Irene, dia juga senang gadis itu tak memanggilnya dengan embel-embel 'Tuan'. 

Michael menatap makanan yang tersaji, sayur olahan yang gadisnya sebut tumis kangkung dan ayam goreng. Sedikit berminyak tetapi pria itu tidak masalah. Beberapa masakan yang Irene masak memang membutuhkan cukup banyak minyak.

Bahkan di dalam dapur istana Michael terdapat papan tulis kecil yang berfungsi mendaftar makan siang Michael yang berganti-ganti di setiap minggunya.

"Lezat." komentar pertama Michael pertama kali tatkala lidahnya menyentuh makanan buatan Irene. Dia tidak berbohong guna menyenangkan hati gadis itu, masakan Irene benar-benar perlu diberi penghargaan.

"Terima kasih." Irene mengusap ujung bibir Michael yang terdapat nasi. Pria yang selama hidupnya hampir tak pernah merasakan nikmatnya nasi, harus terbiasa menelan nasi karena menyesuaikan lidah Irene.

Gadis itu terkadang bingung, ada seseorang yang kenyang tidak memakan nasi? Walau Irene makan sebanyak apapun, bila lidahnya belum menyentuh nasi itu berarti ia belum bisa dikatakan benar-benar makan.

"Kerja lebih dari 8 jam. Hanya makan siang dengan roti dan mashed potato atau steak. Apa perutmu merasa kenyang?"

"Aku terbiasa dengan makanan seperti itu sejak kecil."

**********

Act of service, receiving gifts, physical touch dan quality time. Love language Irene yang mampu memporak-porandakan hati Michael. Gadis itu tidak biasa seperti ini. Ia terbiasa dengan Irene yang cuek dan pendiam. Tak pernah menyangka gadisnya menjadi berubah seratus delapan puluh derajat semenjak Michael menyetujui kepergian gadis itu ke Bibury.

Seperti sekarang. Tangan Michael berada di genggaman kecil Irene, gadis itu membersihkan telapak tangannya menggunakan hand sanitizer lalu membersihkan membersihkan sekitaran mulut Michael memakai tisu basah.

"Sweety," ucap Michael ketika Irene sibuk membenarkan tata letak dasinya.

"Apa Mas?" sahut Irene lembut.

Lagi-lagi Michael meleleh mendengar suara sehalus sutra itu. "Kamu cantik." balas Michael menggunakan bahasa Indonesia, tidak begitu fasih tetapi dia telah berusaha keras belajar bahasa negeri gadisnya.

Sempat beberapa detik terkejut, gadis itu terkekeh lalu menjawab. "Kamu juga ganteng."

Michael mengangkat gadisnya ke pahanya. Irene memekik pelan. "Pakaianmu akan kusut jika posisi kita seperti ini." dia mencoba turun dari pangkuan Michael.

"Biarkan saja."

Michael membawa Irene dalam pelukannya, mengumpulkan energi yang terkuras hari ini. Gadis dipelukannya ini dapat mengembalikan energi Michael yang terkuras habis. Ia memejamkan mata saat tangan kecil gadisnya membelai lembut rambut belakang Michael.

"Pasti sangat lelah ya?"

Michael menggeleng. "Lelahku hilang karena kau."

"Dua hari lagi kita pergi ke Bibury." bisik Irene, nampaknya gadis itu tidak sabar menemui Kakek dan Neneknya.

"Sudah mengemasi barang-barang yang perlu kau bawa?"

Irene mengangguk. Semua oleh-oleh dari Michael juga sudah ia siapkan, sampai Irene harus memutar otak supaya barang-barang mereka cukup diletakkan di bagasi mobil.

Mereka bertukar cerita masih dengan posisi saling memeluk. Irene termasuk pendengar baik, terus mendengarkan cerita Michael dan tidak memotong ucapan pria itu. Dia juga sesekali menimpali saat Michael meminta sarannya.

Pada saat jam makan siang usai, Irene merenggangkan pelukan mereka. Gadis itu bangkit dari pangkuan Michael lalu menoleh ke arah pintu yang diketuk. Dean masuk memberitahukan kabar yang cukup mengejutkan bagi Irene.

"Tuan Edmundus meminta anda untuk menemuinya Tuan."

"Untuk apa?" tanya Irene.

"Pertemuan bisnis Nona."

"Kenapa tidak di dalam kantor?"

Jujur Irene merasakan firasat buruk. Entah apa yang mengganjal di pikirannya, Edmundus tidak mungkin mengatur jadwal pertemuan dengan Michael di luar kantor kecuali ada gadis itu di dalamnya. Jika ajakan itu atas dasar bisnis, mengapa harus jauh-jauh di luar kantor?

"Tuan Edmundus meminta langsung pergi di restoran miliknya."

"Aku akan menemuinya, sesuaikan dengan jadwalku." putus Michael. Dia mengusir Dean dengan kode tangan.

"Bolehkah aku ikut pergi bersamamu dan Edmundus?"

Michael menggeleng tegas. "Kau di rumah saja. Lagipula lusa kita harus berangkat ke rumah Nenekmu."

Bukan Irene namanya kalau tidak membangkang. Gadis itu harus mengikuti Michael, dengan seribu cara yang ia punya.


********

When Michael Falling In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang