seventeen

13.8K 1K 115
                                    

Irene mendongak kala kepalanya diusap oleh seseorang. "Kau jenuh?" tanya Michael lembut.

"Ya. Di perusahaanmu tidak ada hal yang seru."

"Kau bisa berjalan-jalan ke hutan kota dekat sini."

"Bolehkah?"

"Boleh. Asal kau jangan lepas dari pengawasanku lagi."

Irene mengangguk lucu. "Promise." ucapnya sambil mengacungkan jari kelingkingnya.

Michael mengangkat satu alisnya. "Ini sebagi tanda aku tak akan berjalan terlalu jauh seperti tadi." jelas Irene.

"Baiklah." Michael mengaitkan jemari kelingking mereka berdua. Ketara sekali perbedaan antara tangan besar Michael dan jari-jari lentik Irene, jari gadis itu terlihat kecil.

Irene tersenyum lebar dan amat manis di mata Michael. Tidak tahu berapa kali pria itu terpesona pada kecantikan gadis di hadapannya ini.

Wajah Michael maju, mendekat pada bibir Irene. Dia mencium sekilas bibir gadis itu. "Setelah pekerjaanku selesai, aku akan menyusulmu secepatnya."

Mata Irene mengerjap, masih belum sadar atas perlakuan Michael. Setelah tersadar, dia berdiri dari sofa. Dia keluar dari ruang kerja Michael. Di depan ruangan Michael ketiga pelayannya setia menunggu di depan bersama sekretaris Michael.

"Nona." Barsha langsung menghampiri Irene. Baju wanita itu yang tadi basah kuyup karena diguyur hujan, sekarang telah berganti. Sama seperti Irene dan Michael yang juga berganti baju.

"Ke hutan kota sekarang, Barsha."

Alena, Barsha dan Clara mengikuti Irene dari belakang. "Kalian." panggil Irene mengagetkan ketiga pelayan di lift.

"Y-ya Nona?" jawab Alena takut. Dia lalai menjaga Irene, takut Irene marah padanya.

"Apa kalian memperhatikan wanita berambut pirang di lantai dasar? Dia melihatku begitu sinis."

Hembusan napas lega ketiga orang di belakang Irene terdengar. "Kenapa kalian bertiga menghela napas?"

"Bukan apa-apa Nona. Perihal Nona berambut pirang, tidak perlu dipikirkan lagi." sahut Clara. "Dia iri pada Nona karena Nona dapat bersanding di sebelah Tuan Michael."

"Aneh, ternyata tidak hanya di negaraku orang-orang iri dengan kebahagiaan orang lain."

*********

"Jadi setelah membawa kabur payungku, kau berjalan-jalan di taman?" tangan Irene yang berusaha mengambil bunga dari pohon tinggi terhenti kala ada seorang pria yang mengajaknya berbicara.

Edmundus mendekat, tanpa perlu melompat-lompat—tangan panjangnya mengambil bunga yang diinginkan Irene. Dia memetik bunga tersebut dan menyematkan bunga itu di telinga Irene.

"Kau lagi!" seru Irene kesal.

"Aku rasa kita berjodoh Nona. Buktinya kita selalu bertemu jika ada kesempatan."

"Najis dadi jodohmu." bisik Irene sengaja menggunakan bahasa daerahnya.

"Pardon?"

Irene membuang bunga di telinganya dan menarik langkah meninggalkan Edmundus. "Alena! Barsha!"

Panggilan Irene sama sekali tak membuat Barsha maupun Alena menghampirinya. Gadis itu menepuk dahinya pelan, dia lupa tadi menyuruh pelayan pribadinya membeli makanan ringan.

When Michael Falling In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang