fifteen

11.7K 1K 81
                                    

Jarum jam terus berputar. Sekarang sudah pukul sembilan malam, Irene tak kunjung membuka matanya. Michael senantiasa menggenggam tangan gadis di sampingnya.

Dokter yang memeriksa keadaan Irene sudah kembali. Dokter itu menjelaskan jika yang dialami Irene bukan karena tubuhnya lemah, namun ada sesuatu yang memicu Irene berpikir keras. Mengingat hal yang ditolak otaknya mentah-mentah.

"Kapan kau sadar, Sweety?" Michael menyingkirkan rambut yang menutupi dahi Irene.

"Jangan!" Irene bergumam, menyentak Michael. Pria itu mendongak, mendapati Irene masih memejamkan matanya tetapi mulutnya tak berhenti bergumam.

"Bunda!" tubuh Irene bergerak kecil. Michael menyentuh telapak tangan gadis itu. "Jangan tinggalkan Irene!"

Michael tidak paham bahasa yang diucapkan Irene. Tetapi tangan di genggamannya mengerat.

"Sweety." Michael mengusap lembut dahi Irene. "Jangan takut, aku di sisimu." bisiknya di telinga Irene. Dia menyatukan kepalanya di pelipis gadis itu.

Kedua mata Irene langsung terbuka, napas gadis itu putus-putus. Rongga dadanya sesak seakan ada batu yang menghantam dadanya.

"Tuan Michael." panggilnya lemah.

Michael bernapas lega. Dia menarik lembut Irene ke dalam pelukannya. "Kau membuatku risau, Sweety."

"Aku mengacaukan pestanya?"

"Persetan dengan pesta! Yang ada di pikiranku sekarang hanya kau!"

"Maaf, aku selalu merepotkan." tangan Irene terangkat membalas pelukan Michael. Dia tahu, pria itu kalut gara-gara dirinya.

"Jangan begini lagi." pinta Michael. "Kau membuatku takut."

"Maaf."

"Apa yang kau pikirkan tadi?"

"Bukan hal penting."

Irene belum mau membuka diri pada Michael. Dia tidak siap mendapat pandangan kasihan dari pria itu, dia ingin dipandang sebagai gadis mandiri dan pemberani. Hubungan dirinya dan Michael belum jauh, jadi pria itu tak perlu tahu tentang masa lalunya.

"Aku selalu ada jika kau mau berbagi cerita."

"Terima kasih."

Michael melepas dekapannya. Dia mengecup kening Irene. "Aku akan menyuruh pelayan mengambil makanan. Kau ingin apa?"

"Apa chef rumahmu bisa membuat gado-gado?"

Dahi Michael mengernyit heran. "Gado-gado?" dia membeo. "Apa itu?"

"Makanan."

Michael mengangguk paham. "Aku akan memanggil chef asal Indonesia. Tapi butuh waktu sedikit lebih lama."

"Tidak masalah."

Michael bangkit dari kasur Irene. Namun saat dirinya hampir melangkah, gadis itu menahan tangannya. "Tuan."

"Ya, Sweety?"

"Terima kasih."

Dahi Michael tertekuk bingung. "Untuk?"

"Segalanya. Terlebih, terima kasih karena kau tak menekan aku menjawab pertanyaanmu alasanku pingsan."

Michael tersenyum tipis, dia mensejajarkan wajahnya dengan dahi Irene. "Bersamamu aku dapat menjadi duta pencium kening." ucapnya disusul kecupan ringan di dahi Irene.

Irene tertawa kecil. "Sudah sana, aku lapar."

Sepeninggal Michael, Irene menjatuhkan tubuhnya lebih dalam di ranjang. Ada sebuah botol berisi obat-obatan dari dokter di atas nakas dekat ranjangnya. Dia mengambil salah satu botol dari sana.

When Michael Falling In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang