six

15K 1K 22
                                    

Irene berulang kali berdecak kesal. Michael seperti orang salah jalan, pria itu tak bisa berdoa dengan benar dan mengucapkan doa sehari-hari. Ucapannya masih tersendat-sendat. Entah berapa tahun lalu laki-laki itu mengunjungi gereja.

"Kau bisa tenang tidak?" Irene melirik Michael di sampingnya. Gadis itu dengan paksa merebut ponsel Michael yang terus mengeluarkan notifikasi. "Kita sedang berada di gereja, matikan seluruh alat elektronik di dirimu."

"Ada klien menghubungiku." sahut Michael.

"Tuhan lebih penting dari umatnya." jawaban Irene membuat pria di sampingnya terdiam.

"Ku harap jika kau ingin ikut aku ke gereja. Kau harus menghafal doa yang kau lihat dari buku tadi."

"Baiklah."

Keheningan terjadi di keduanya. Irene memusatkan perhatiannya kepada Imam. Mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut orang itu. Sampai segala sesuatu sudah selesai dilakukan, orang dari dalam gereja satu-persatu keluar.

Michael mengikuti Irene dari belakang. Gadis itu masuk ke dalam mobil, dia duduk di sisi Irene. Kalau biasanya wanita akan menempel padanya, memeluk lengannya atau memberi kontak fisik yang memancing gairah masing-masing. Gadis di sampingnya berbeda, Irene sebisa mungkin duduk berjauhan dari Michael dan tak ada sentuhan sedikitpun.

"Kau tak ingin mengelilingi kota?"

"Oh, kau mengijinkanku?" ucap Irene sinis. "Aku kira aku akan terus terkurung di dalam di sangkar yang kau buat."

"Aku akan ikut kemanapun kau pergi hari ini."

Irene membuang pandangannya ke jendela. Hamparan kota yang berbeda dari desa yang biasa Irene tempati, kota lebih banyak dan padat penduduk. Banyak gedung-gedung pencakar langit.

"Toko buku." ucap Irene tanpa mengalihkan pandangannya.

Mengetahui kode dari Irene. Supir menjalankan mobil Michael ke toko buku terbesar di sekitar sini. Sebelumnya wanita yang berkencan dengan Michael lebih menyukai tempat yang banyak terdapat tas dan barang-barang branded pengeluaran terbaru dibandingkan toko buku.

Irene turun terlebih dahulu baru Michael menyusul. Gadis itu berlari kecil saking senangnya berada di toko buku kota. Gedung berisi surga, semua jenis buku kesukaan Irene bertengger di rak.

"Ambil yang kau suka."

Irene termenung. "Aku tak ada uang." jawabnya kemudian.

"Kau tidak perlu memikirkan tentang uang."

"Aku akan membaca saja. Kau tidak perlu mengeluarkan uang." tolak Irene halus. Dia tidak mau berhutang budi pada Michael.

Irene berlalu dari hadapan Michael, pria itu memanggil pengawalnya menggunakan kode tangan. "Beli barang yang disentuh Irene."

Pria berpakaian serba hitam itu menunduk dalam. "Baik Tuan."

Irene menyentuh beberapa buku yang menarik perhatiannya. Semua buku masih tersegel, tak mungkin gadis itu membuka segel itu. Sama saja dengan dia membeli buku tersebut.

Di tengah kegiatannya melihat-lihat buku. Dia menabrak seseorang hingga orang itu menjatuhkan tumpukan buku yang tersusun rapi oleh penjaga toko. Sontak semua pelayan toko memeriksa keadaan Irene.

Seorang wanita penjaga buku memarahi orang yang ditabrak oleh Irene tadi. Baru saja gadis itu menghentikan bentakan sang perempuan, tubuhnya terpaku pada anak yang dia tabrak.

Anak itu menderita autisme.

Irene langsung menghentikan ocehan pelayan toko. "Tolong jangan marahi dia. Aku yang salah."

"Tapi dia menabrak Nona." bantah perempuan itu.

"Tolong hentikan!" Irene berteriak marah. Dia tak berani mendekat karena hal itu membuat kepingan masa lalunya kembali.

Michael mendekati Irene. Dia memeriksa apa terdapat luka di tubuh gadis itu. "Kau tak apa?"

"Bantu dia." Irene menunjuk seorang anak penderita autis yang menatap langit dengan tatapan kosong.

Mata Michael memberi perintah pada pengawalnya. Para pengawal segera menarik anak itu agar menemukan orang tuanya, sepertinya anak itu kehilangan jejak orang tuanya.

Tubuh Irene terduduk di lantai. Michael dengan sigap menahan tubuh itu supaya tidak terjatuh.

"Irene."

"Aku ingin pulang." ucap gadis itu lemah.

Michael menggendong tubuh mungil di depannya. Mereka berjalan menuju mobil hitam legam yang terparkir di depan toko. Pria itu mendudukkan Irene di pangkuannya yang segera ditolak gadis itu, dia mengambil posisi di sebelah Michael dan menatap luar jendela.

"Ada apa? Tidak biasanya kau tidak menyukai buku."

Irene menggeleng.

"Kau bisa menceritakan tentang apapun kepadaku." masih mencoba membujuk Irene. "Apa keterdiamanmu karena anak kecil tadi?"

Irene terdiam. Menyembunyikan butiran air yang hendak keluar dari permukaan matanya. Anak itu mengingatkan dirinya dengan Reno, adiknya yang telah lama tiada. Hal itu juga yang membuat ayahnya bertambah membenci ibunya.

Karena anak kedua laki-laki itu menderita autisme. Dimana adanya gangguan spektrum autisme yang memengaruhi sistem saraf. Terhambatnya perkembangan serius yang mengganggu kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi.

Karena penyakit yang diderita Reno itu jugalah, ayahnya kerap memukul Reno menggunakan tongkat bisbol. Dada Irene berdenyut nyeri, dia menyaksikan langsung bagaimana adiknya berteriak kesakitan kala dia tak menjawab pertanyaan ayahnya mereka sesuai dengan keinginan ayahnya.

Baskara. Nama belakang Irene yang merupakan nama pria yang paling dia benci, penyebab Irene menghilangkan nama terakhirnya menjadi Irene Scholastika—tanpa Baskara.

Baskara menyembunyikan identitas Reno dari publik, hanya Irene yang dipamerkan karena gadis itu memiliki kesempurnaan fisik yang sering memikat mata lawan jenis. Walau kulitnya tidak putih, namun dengan kulit eksotis memukau, Irene sering ditawari rekan kerja Baskara menjadi seorang model.

Tapi gadis itu menolaknya mentah-mentah. Dia lebih menyukai bermain bersama Reno di rumah. Sebab tawaran itu ditolak oleh Irene. Lagi-lagi hukuman berimbas pada Reno. Adiknya dipukuli sampai banyak memar di sekujur tubuhnya. Baskara menyalahkan Reno atas keputusan Irene.

Irene mengambil napas dalam. Trauma yang menyesakkan rongga jiwanya, selain melihat ibunya bunuh diri di depannya. Dia juga melihat di depan matanya, Ayahnya membunuh Reno dengan alasan Reno hanya menjadi aib keluarga. Anak itu disingkirkan secara keji oleh ayahnya sendiri.

"Irene." Michael menyentuh pundak Irene.

"Jangan ganggu aku." tanpa menoleh, Irene menyingkirkan tangan Michael dari pundaknya.

"Kau—"

"Tuan Michael, please."

Michael tak berbicara lagi. Dia memilih memberi jarak Irene. Mungkin gadis itu butuh waktu. Sebenarnya Michael tahu apa yang dipikirkan gadis itu, namun dia bungkam. Laki-laki brengsek bernama Baskara yang telah membuat Irene hampir jatuh pingsan di toko buku tadi.

"Jika kau membutuhkan aku. Kau bisa menghubungiku kapan saja." balas Michael datar. Irene hanya mengangguk singkat.

Terlalu banyak beban di pundak mungil itu sampai Michael ingin mengambil beban tak kasat mata di bahu Irene. Pertama kalinya Michael memikirkan keadaan seseorang selain dirinya sendiri dan rasa ingin melindungi tubuh mungil itu semakin besar setiap harinya.

Michael tak paham mengapa dia bisa merasakan ini.

******

When Michael Falling In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang