Pukul sembilan pagi. Jika saja Erland tidak menyita waktuku hari ini untuk belajar bersama kembali, aku pasti masih bisa bersantai di rumah menikmati hari libur. Aku pikir kegiatan belajar bersama dapat dilakukan pada hari-hari biasa sepulang sekolah. Tapi sepertinya, Erland terlalu antusias dalam kegiatan ini sehingga pada hari libur pun dia memilih untuk mengisinya dengan kegiatan belajar.
Sudah sepuluh menit aku menaiki mini bus untuk sampai di lokasi tujuan. Jalanan kota ketika hari libur tidak terlalu macet. Mungkin saat ini orang-orang lebih memilih untuk mengistirahatkan tubuh mereka di rumah masing-masing dan berkumpul dengan keluarga. Ah, senangnya! Berbeda sekali denganku, entah itu hari biasa maupun hari libur, aku tetap sendirian di rumah— tidak berkumpul dengan keluarga yang utuh. Kecuali, saat hari-hari besar tertentu.
“Kiri, Bang!”
Aku berseru kepada sopir agar menghentikan mini bus ketika sudah sampai di tempat tujuan. Lalu, aku memberikan beberapa lembar uang kepada sopir sebagai ongkos.
Persis di hadapanku, berdiri sebuah kedai yang pengunjungnya tidak terlalu banyak. Dan kebanyakan yang datang ke sini adalah seorang pelajar atau mahasiswa yang sibuk dengan laptopnya maupun buku catatan yang dibawa oleh mereka. Ada juga yang datang untuk sekedar makan~minum.
Aku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan tempat ini, memcari-cari keberadaan Erland. Di mana laki-laki itu? Bukankah ini sudah lewat lima menit dari waktu yang dijanjikan sebelumnya? Tapi, kenapa wujudnya susah sekali ditemukan?
“Olin? Apa benar kamu, Olin?”
Aku menoleh ke arah sumber suara. Sejak kapan pelayan di sini mengenaliku?
Aku pun menganggukkan kepala patah-patah. “I-iya, saya Olin.”
“Pacarnya Erland?” Pelayan itu bertanya lagi.
Aku terkejut setengah mati mendengar pertanyaan itu. “Bukan, saya hanya teman Erland.”
“Tidak perlu kaku begitu, santai saja. Ah iya, Erland tadi pamit sebentar, katanya ada hal mendesak. Tapi tenang saja, sebentar lagi dia pasti datang. Silahkan kamu duduk di sana dulu!” Pelayan itu berkata sembari menunjuk tempat duduk kosong yang mungkin sudah Erland pesan.
Aku menghela napas samar, lalu melangkahkan kaki-ku menuju tempat duduk itu.
***
Belum lama aku duduk, Erland datang. Beruntung aku sudah memesan minuman untukku dan Erland.“Maaf membuatmu menunggu lama.” Erland berkata dengan deru napas yang tidak beraturan.
“Tidak lama. Duduk dulu, dan minumlah!”
Erland menurut, segera meminum minuman di hadapannya.
“Oh iya, kamu berteman dengan salah satu pelayan di sini?” aku bertanya mengingat kejadian tadi. “Dan anehnya dia mengenaliku juga. Aku sih sudah menduga kalau itu ulahmu.”
“Siapa? Aldi?”
Aku mendengus kesal. “Mau Aldi atau lainnya, aku tidak tahu!”
Erland tertawa kecil. “Pelayan yang kukenal di tempat ini hanya Aldi. Tidak ada lagi selain dia.”
“Lalu, kenapa kamu memperkenalkan aku kepadanya?”
“Kalau itu, supaya dia tahu wujudmu seperti apa.”
“Tapi itu tidak sopan!”
“Ya sudah aku minta maaf. Omong-omong, aku meminta waktumu hari ini bukan untuk belajar bersama.”
Aku melotot. “Hei! Kenapa kamu tidak bilang dari awal?”
“Aku takut kamu menolak ajakanku.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Erland [END]
Romance"𝙲𝚒𝚗𝚝𝚊 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚝𝚎𝚗𝚝𝚊𝚗𝚐 𝚔𝚎𝚝𝚞𝚕𝚞𝚜𝚊𝚗, 𝚋𝚞𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚝𝚎𝚛𝚙𝚊𝚔𝚜𝚊𝚊𝚗." -𝑫𝒆𝒂𝒓 𝑬𝒓𝒍𝒂𝒏𝒅, 2021 *** [Follow dulu sebelum baca!] Highest Rank in 2022: #1 truestory (16-18 Juli 2022) Started : 26 April 2021 Finished: 07...