8. Teman Lama

121 16 2
                                    

Keesokan paginya di kelasku.

“Sepertinya kau sedang bahagia, Olin.”

Aku yang sedang membenarkan posisi ransel di tempat duduk, terkejut. “Kamu mengagetkanku saja, Ra!”

Rara tertawa kecil. “Pagi, Olin!” sapanya.

“Pagi, Ra!” balasku setelah posisi ransel sudah rapi.

“Apa yang sudah terjadi padamu? Tidak biasanya kamu seperti ini.” Rara bertanya penuh heran.

Aku mengangkat bahu. “Tidak ada apa-apa.” Memilih untuk tidak menceritakan kejadian semalam antara aku dan Erland. Kalau aku ceritakan, bisa-bisa dia akan meledekku sepanjang hari.

Rara mendecak sebal. “Siapa? Erland? Atau Rangga?”

Aku yang mendapat pertanyaan seperti itu, lantas mencubit pelan lengan temanku ini.

“Aw! Sakit, Olin!”

“Makanya, tidak usah meledekku!”

“Enaknya jadi dirimu, Olin, diapit oleh dua laki-laki yang mendekati kata sempurna.”

“Bahasamu, Ra!” aku gemas sendiri dengan Rara.

“Ayolah, ceritakan kepadaku apa yang membuatmu pagi ini sudah senyum-senyum? Aku tidak percaya jika tidak ada apa-apa. Karena seorang Olin tidak mungkin seperti itu jika tidak ada penyebabnya!” dia memohon dengan ekspresi wajahnya yang membuatku ingin muntah.

Aku tertawa geli. “Sudah, tidak ada apa-apa, kok.”

“Ah! Dasar menyebalkan! Padahal, kalau kamu mau memberitahuku, aku juga akan memberitahu suatu hal yang sedikit sensitif kepadamu. Tapi—”

“Tentang apa?” buru-buru aku memotong kalimat Rara.

“Kalau kamu tidak mau memberitahuku, aku juga tidak mau memberitahumu.”

Kali ini, aku yang mendecak sebal. “Ra, tentang apa?”

“Ada, deh!”

“Kamu itu—”

“Selamat pagi, anak-anak!”

Ah, sial! Kalimatku terpotong oleh guru yang akan mengajar pelajaran pertama hari ini di kelasku. Aku melirik ke arah Rara, kulihat dia tersenyum penuh kemenangan karena telah membuatku penasaran setengah mati.

“Pagi, Bu!”

“Baiklah, sekarang buka buku kalian dan kita lanjutkan materi yang kemarin!”

***

“Materi Bahasa Indonesia sudah selesai sampai di sini. Minggu depan, kalian akan melaksanakan ujian akhir semester. Ibu harap, semua murid dapat mempersiapkannya sebaik mungkin agar kalian mendapatkan nilai yang sesuai dengan apa yang kalian inginkan. Tentunya, nilai yang tinggi. Untuk ujian praktek mata pelajaran Bahasa Indonesia, akan ibu beritahu menyusul setelah diadakannya ulangan akhir semester.”

“Lho, Bu! Bahasa Indonesia ada ujian prakteknya?” tanya salah seorang murid laki-laki yang duduk di baris ketiga dari depan.

“Tentu ada, oleh karena itu kalian harus belajar dengan baik supaya nilai-nilai yang kalian dapat di mata pelajaran ini atau yang lain, sesuai dengan yang diharapkan dan mampu membuat kalian bahagia dengan pencapaian kalian.”

“Memang, ujian praktek Bahasa Indonesia seperti apa, Bu?” tanya murid itu lagi.

“Ada deh, tunggu saja nanti pemberitahuannya setelah ujian akhir!”

“Wah! Ibu curang, masa dirahasiakan begitu?”

Bu Rina— guru yang mengajar Bahasa Indonesia di kelas kami, terkekeh. “Sudah, Ibu cukupkan sampai di sini! Ibu do’akan, semoga kalian lancar dalam menghadapi ujian akhir semester dan mendapatkan nilai yang sempurna! Terima kasih, dan selamat siang!”

Dear Erland [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang