10. Hari-hari Tanpa Erland

116 16 0
                                    

Satu minggu setelah percakapan yang cukup berat dengan Ayah di mobil— akhirnya berlalu. Dan hari ini adalah hari terakhir kami melaksanakan ujian akhir semester. Setelah ujian akhir semester selesai, minggu berikutnya akan langsung dilanjutkan dengan ujian praktek. Ah, sepertinya tidak ada waktu untuk bersantai sejenak.

“Rasanya, otak di dalam kepalaku seperti ingin meledak.” Rara menceletuk, ketika kami berdua baru keluar dari ruang ujian.

Aku menyeringai. “Beruntungnya, otak manusia tidak dibuat dari bahan pembuat nuklir. Jadi, tidak akan bisa meledak.”

“Hei, tapi kepalaku benar-benar pusing, Olin. Angka-angka tadi sangat membuatku pusing!” Rara mendengus keras, wajahnya memerah dan kacamatanya yang melorot hingga hidung— sukses membuatku tertawa.

“Ra, ini baru permulaan. Nanti akan ada yang lebih membuatmu pusing minggu berikutnya. Jadi, kau harus semangat!”

Rara benar, angka-angka yang terdapat di dalam soal memang cukup rumit. Tapi beruntungnya, aku dapat menyelesaikan seluruh soal yang diujikan pada ujian akhir semester dengan baik. Semoga saja semua usahaku tidak terbuang percuma dan akan mendapatkan nilai sempurna seperti keinginanku. Kesibukan ini sangat membantuku dalam mengabaikan beban perasaan yang ada.

Akhirnya hari pertama ujian praktek pun tiba— setelah satu minggu melaksanakan ujian akhir semester. Hari ini, kelas kami mendapatkan giliran pertama untuk melaksanakan ujian praktek biologi yang dilaksanakan di dalam laboratorium sekolah. Semua murid diwajibkan memakai jas laboratorium seperti yang sudah ditetapkan.

“Gambarlah struktur tumbuhan paku yang sedang kalian amati! Kemudian, identifikasilah setiap nama dalam bagian strukturnya! Tulis hasil kerja kalian dalam bentuk laporan. Dan jangan lupa untuk diberi kesimpulan di dalam laporan yang kalian buat! Mengerti?”

“Baik, Bu!”

“Bagus. Selamat mengerjakan!”

Aku mulai meneliti menggunakan mikroskop. Tumbuhan yang menjadi objek penelitian ini memiliki keunikan tersendiri. Dikarenakan hal itu, Bu Nay selaku guru yang mengajar mata pelajaran biologi— memilih tumbuhan paku sebagai bahan dalam ujian praktek. Tangan kananku lincah menggambar setiap struktur yang ada. Selesai menggambar, aku tuliskan nama dalam setiap bagiannya. Setelah itu, aku baru membuat kesimpulan dari penelitian ini di lembar laporan milikku. Dan satu jam akhirnya berlalu tanpa kusadari.

“Kau sudah selesai, Olin?” Bu Nay bertanya.

“Sudah, Bu.” Aku menoleh.

“Bagus. Sekarang, tunjukkan hasil kerjamu kepada saya!”

Aku mengangguk. Kemudian, melangkahkan kaki menuju kursi— tempat Bu Nay duduk mengawasi pekerjaan kami selama praktek.

Aku menyerahkan hasil laporanku kepada beliau. Ekspresinya ketika memeriksa laporanku sulit ditebak. Semoga saja tidak ada masalah dalam laporan yang kubuat.

“Baik sekali. Selamat!”

Sebelah alisku terangkat. “Apanya yang baik, Bu?”

Bu Nay terkekeh. “Laporan yang dibuat olehmu sangat baik, Olin. Selamat! Kamu memperoleh nilai sempurna untuk ujian praktek biologi.”

Aku berseru tertahan. Rasa bahagiaku hari ini tak bisa digambarkan oleh hal apa pun. Tapi, ini masih babak pertama. Besok akan dilanjut babak berikutnya. Semangat diriku!

“Terima kasih, Bu!” aku tersenyum lebar.

Bu Nay mengangguk. “Semoga pada mata pelajaran lainnya kau akan mendapatkan hasil sempurna.”

***

Satu minggu ini sama seperti minggu sebelumnya. Hari demi hari aku isi dengan kegiatan belajar. Mengulang materi yang sudah pernah dipelajari, membaca dan mengingatnya, serta yang terpenting adalah latihan soal.

Dear Erland [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang