Dari: Ferdinan Erland. P.
Halo, Olin!
Akhirnya satu bulan berlalu tanpa temu.
Maafkan aku, Olin.
Maaf karena aku belum bisa menemuimu secara langsung di saat perasaan bersalah menyelimuti diriku.
Semoga kamu selalu bahagia tanpa hadirnya aku di sampingmu.
Olin, hari ini langit mendung.
Seperti suasana hatiku.
Olin, aku sangat merindukanmu.
Tapi, dengan adanya perasaan bersalah ini, aku tidak mampu berhadapan langsung denganmu.
Olin, kalau nanti hujan turun, kamu jangan keluar rumah ya.
Aku tidak mau kamu demam karena hujan-hujanan.
Cukup tingkahku saja yang menyakitimu, jangan sampai hujan ikut menyakiti dirimu juga.
Tapi, aku meminta satu hal kepadamu.
Tolong, jangan pernah membenciku.
Entah duniaku akan seperti apa nantinya ketika kamu membenciku.
Berjanjilah kepadaku, kalau kamu tidak akan membenciku.
Hari ini mau pun esok, aku tidak ingin dibenci oleh seseorang yang begitu berarti dalam hidupku.
Olin, aku tidak tahu kapan surat ini akan dibaca olehmu, tapi kuharap bukan hari ini—karena cuaca di luar sedang buruk.
Kamu tahu kan, apa maksudku?
Baik, aku anggap kamu tahu.
Olin, aku harap kita bisa menghabiskan waktu bersama lagi, nanti.
Entah itu kapan, tapi aku ingin sesegera mungkin kita bisa bertemu.
Setelah semuanya mereda, aku akan langsung menemuimu.
Membayar seluruh kesalahan yang pernah aku lakukan.
Semoga kamu mau memaafkanku, Olin.
(P.S. Surat ini bukanlah surat terakhir yang kamu terima, karena masih ada tulisan-tulisan lain milikku lagi yang nantinya akan kamu baca.)
Tanpa kusadari, surat yang telah kubaca itu terjatuh dari tanganku. Tidak ada perubahan dalam suasana hatiku saat ini. Walaupun surat yang ditulis Erland kali ini lebih panjang, tapi tetap saja isi dari suratnya bukanlah sebuah titik penerang untuk hatiku yang saat ini kelabu.
Aku menarik napas dalam-dalam, menatap pemandangan luar melalui jendela kaca. Hari ini, cahaya matahari bersinar terik. Tak ada awan yang menghalangi pancaran cahayanya. Entahlah, cuaca bulan ini tidak bisa ditebak. Kemarin hujan deras, sekarang cuaca panas yang membuat peluh di dahi menetes.
“Dari Ferdinan Erland?”
“Eh!” aku menoleh, dan mendapati Marley sedang membaca lembaran surat yang aku terima dari Erland. “Kembalikan.” Aku berseru, mencoba meraih kembali surat dari tangan Marley.
Laki-laki berambut pirang itu tertawa lebar, seraya meletakkan kembali surat itu ke atas mejaku. “Maaf, aku kira hanya lembaran kertas biasa.”
Aku mendengus, buru-buru melipat surat itu dan memasukkannya ke dalam ransel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Erland [END]
Romance"𝙲𝚒𝚗𝚝𝚊 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚝𝚎𝚗𝚝𝚊𝚗𝚐 𝚔𝚎𝚝𝚞𝚕𝚞𝚜𝚊𝚗, 𝚋𝚞𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚝𝚎𝚛𝚙𝚊𝚔𝚜𝚊𝚊𝚗." -𝑫𝒆𝒂𝒓 𝑬𝒓𝒍𝒂𝒏𝒅, 2021 *** [Follow dulu sebelum baca!] Highest Rank in 2022: #1 truestory (16-18 Juli 2022) Started : 26 April 2021 Finished: 07...