Hari demi hari telah berlalu sebagai semestinya. Dan hari ini, bertepatan dengan hari dimana Rara berpamitan kepadaku untuk pergi ke kota sebelah— melanjutkan studinya tiga bulan yang lalu.
“Bang, baksonya dua porsi!”
“Siap, Kakak! Minumannya apa?”
“Satu es jeruk, satunya lagi es teh taw—”
“Es teh manis, tapi jangan kebanyakan gula, Bang!” aku menyela, sebelum Sekar melanjutkan kalimatnya.
“Oke, lima menit lagi pesanan siap diantar!” sahut Abang penjual bakso.
Sekar yang duduk di sebelahku, melotot. “Hei! Minuman yang kamu pesan itu lebih cocok diberi nama ‘Es Teh Tawar’, Olin.”
“Kalau tawar itu tidak pakai gula!” aku mendengus kesal.
“Tapi minuman yang kau pesan rasanya tidak ada manis-manisnya sama sekali, alias tawar. Bagaimana bisa kau sebut manis?”
“Kalau indra pengecap milikmu tidak bermasalah, tentunya kau akan merasakan manis walaupun itu samar-samar.”
“Jadi, maksudmu lidahku berma—”
“Ini bakso dan minumannya, silahkan dinikmati!”
Aku tersenyum lebar, “Terima kasih, Bang!”
Setelah selesai mengantarkan pesanan kami, Abang penjual bakso berbalik— berjalan menuju gerobaknya di depan sana.
Aku melirik ke arah Sekar yang sedang memasang tampang kesal karena kalimatnya tadi terpotong oleh kalimat Abang penjual bakso. Bibirnya yang mengerucut— sukses membuatku tertawa. “Astaga, kau ini mudah kesal sekali.”
Sekar mendengus keras, tidak membalas kalimatku.
Lantas, aku hanya menggeleng-gelengkan kepala— melihat tingkah Sekar yang sedang merajuk karena ulahku. Padahal, dia yang memulai terlebih dahulu, tapi berujung dia juga yang merajuk. Hah, menyebalkan sekali. Sudahlah! Lupakan soal Sekar.
Aku menyuap sebutir bakso ke dalam mulut, sesekali mengedarkan pandangan mataku ke setiap sudut kantin yang saat ini tidak terlalu ramai. Kemudian, tatapanku terkunci pada sosok laki-laki yang sangat kukenali sedang duduk di kursi paling depan. Tapi, anehnya laki-laki itu bersama seorang perempuan asing di mataku. Siapa perempuan itu?
“Kamu lihat apa, Olin?”
Aku mengerjapkan mata beberapa kali, kemudian menoleh. “E-eh, tidak—”
“Hei! Kalian ini keterlaluan sekali makan bakso tidak mengajakku!”
Sekar melotot, “Astaga! Kenapa kamu senang sekali mengagetkan kami, Marley?!”
Laki-laki itu nyengir lebar. “Maaf, lagipula kenapa kalian tidak mengajakku makan bakso juga sih?!”
“Buat apa kami mengajakmu?” Sekar berkata tak acuh.
Sementara aku mengangkat bahu, dan kembali menyuapkan sebutir bakso ke dalam mulut. Kemudian, aku kembali menatap laki-laki yang duduk di kursi paling depan bersama seorang perempuan. Jelas aku tahu siapa laki-laki itu, dia— Rangga. Kalian masih ingat dengan Rangga? Ya, salah satu laki-laki paling menyebalkan yang pernah masuk ke dalam hidupku. Juga pernah meminjamkan jaket... Astaga! Aku lupa kalau jaket miliknya belum kukembalikan.
Tanpa kusadari, ternyata Marley mengikuti arah pandanganku.
“Itu Rangga. Kalian dulu satu SMA, kan?”
Aku menoleh, “Eh! Kau kenal dengannya, Marley?”
Tanpa menjawab pertanyaan dariku, laki-laki itu memghempaskan tubuhnya di atas kursi yang ada di hadapanku. “Bang, bakso satu porsi!” ujarnya kepada si penjual bakso, hal itu membuatku menahan kesal karena sudah mengabaikan pertanyaan yang keluar dari mulutku.
![](https://img.wattpad.com/cover/241032250-288-k583380.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Erland [END]
Romance"𝙲𝚒𝚗𝚝𝚊 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚝𝚎𝚗𝚝𝚊𝚗𝚐 𝚔𝚎𝚝𝚞𝚕𝚞𝚜𝚊𝚗, 𝚋𝚞𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚝𝚎𝚛𝚙𝚊𝚔𝚜𝚊𝚊𝚗." -𝑫𝒆𝒂𝒓 𝑬𝒓𝒍𝒂𝒏𝒅, 2021 *** [Follow dulu sebelum baca!] Highest Rank in 2022: #1 truestory (16-18 Juli 2022) Started : 26 April 2021 Finished: 07...