Dua minggu kemudian, dan tak terasa satu bulan telah sempurna berlalu.
Pagi ini, hujan membungkus kota. Pukul tujuh, seharusnya aku sudah bersiap untuk berangkat kuliah—ada kelas pagi. Tapi, entah kenapa aku malas beranjak dari kamarku. Aku kembali merasa kekosongan, hampa. Tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Seolah, hujan hari ini memang sengaja diturunkan agar aku terus teringat tentangnya. Mengingat hal-hal yang pernah aku lakukan bersamanya.
Erland. Laki-laki pemilik tatapan mata paling tulus selama yang aku kenal. Senyumannya yang mampu membius orang. Dan, sikapnya yang sulit ditebak. Ah, kenapa hari-hari tanpamu harus terulang kembali? Kamu tahu, aku tersiksa. Kamu yang tiba-tiba menghilang, itu membuat hatiku merasakan kekosongan untuk yang kedua kalinya. Sejujurnya, aku tak mau mengakui ini, tapi... Sungguh. Aku sungguh tidak mau jika kamu menjauh dariku.
(Dering ponsel)
“Halo,” ucapku, sedikit parau.
“Olin, di mana kamu sekarang, hah?! Seperempat jam lagi kelas akan dimulai.”
Aku menjauhkan sedikit ponsel dari telingaku. Suara cempreng milik Sekar ini bisa-bisa merusak gendang telingaku.
“Aku absen dulu, sedang tidak enak badan.”
“Kamu sakit?! Kenapa tidak memberitahuku dari awal, heh?! Aku dan Marley—”
Tut!
Aku memutuskan panggilan telepon secara sepihak. Kemudian, menghela napas cukup panjang. “Maaf, Sekar. Aku juga tidak tahu kenapa diriku menjadi seperti ini,” kataku, bermonolog.
Sudah satu jam hujan turun, namun tak kunjung mereda. Tidak ada yang istimewa hari ini, kecuali turunnya air hujan. Membuat diriku semakin mengeratkan pelukan pada kedua kaki yang ditekuk.
Aku menghembuskan napas perlahan, lantas sejenak memejamkan kedua mataku. Belum lama ponsel kumatikan, benda pipih itu sudah berbunyi lagi—membuatku mau tidak mau membuka kedua mataku kembali. Kali ini bukan notifikasi panggilan telepon, melainkan satu notifikasi pesan. Aku meraih benda yang tergeletak di sampingku, kemudian aku geser ke atas layar kunci pada ponselku. Sontak, sebelah alisku terangkat sempurna ketika membaca pesan dari si pengirim pesan yang ternyata adalah Sekar.
Dari: Sekar
| Dosen tidak masuk, beliau hanya menitipkan tugas.
| Aku, Kent, dan Marley memutuskan untuk ke rumahmu, sekarang.
| Untuk mengerjakan tugas bersama, juga memastikan apakah kamu betulan sakit atau tidak (-_-)
Aku mendengus samar. Tidak bisakah mereka hanya memberitahuku mengenai tugas yang harus dikerjakan saja? Mereka bertiga selalu membuat hariku tidak tentram karena kedatangannya yang mendadak. Astaga, ini menyebalkan. Di saat aku ingin menikmati suasana hari ini sendiri, mereka bertiga malah datang—mengacaukan suasana hati yang susah payah aku tenangkan. Aku tahu tujuan mereka menemuiku itu baik, tapi saat ini aku sedang ingin sendiri.
Sejenak, aku berpikir. Jarak antara kampus ke rumahku kira-kira delapan kilo. Itu artinya, mereka setidaknya membutuhkan waktu dua puluh menit perjalanan menuju rumahku dengan kecepatan normal. Sedangkan, jarak antara rumahku dan rumah Erland kira-kira enam kilo. Itu artinya lebih dekat, dan kemungkinan aku akan lebih cepat sampai menuju rumah laki-laki itu sebelum mereka sampai ke rumahku.
Baiklah, sudah kuputuskan. Aku akan ke rumah Erland hari ini. Tidak peduli ada tidaknya laki-laki itu di rumah, yang terpenting aku mengunjungi tempat tinggalnya terlebih dahulu. Ini mungkin ide paling gila yang aku buat, tapi biarlah. Aku hanya ingin menyelesaikan apa yang seharusnya aku selesaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Erland [END]
Storie d'amore"𝙲𝚒𝚗𝚝𝚊 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚝𝚎𝚗𝚝𝚊𝚗𝚐 𝚔𝚎𝚝𝚞𝚕𝚞𝚜𝚊𝚗, 𝚋𝚞𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚝𝚎𝚛𝚙𝚊𝚔𝚜𝚊𝚊𝚗." -𝑫𝒆𝒂𝒓 𝑬𝒓𝒍𝒂𝒏𝒅, 2021 *** [Follow dulu sebelum baca!] Highest Rank in 2022: #1 truestory (16-18 Juli 2022) Started : 26 April 2021 Finished: 07...