Warn: Flashback
"Hen, kamu yakin mau ngelanjutin perusahaan Papa yang di Australia?" tanya Jessie yang kini duduk di hadapan Hendra yang lagi nyiapin koper.
"Yakin, Sie," jawab Hendra singkat. "Sebenarnya berat juga ninggalin kamu sama anak anak di sini. Tapi mau gimana lagi? Kerjaan kamu juga gak bisa ditinggal pergi ke Australia, kan?"
Jessie mengangguk pelan, lalu menghela napas pelan. "Aku rada ragu, Hen," keluhnya.
"Ragu kenapa?"
"Nasibnya anak anak gimana, kalau gak ada kamu? Mereka kan susah diatur. Lagipula, aku gak yakin kalau harus ngurus tiga anak sekaligus. Mana aku nantinya juga jarang di rumah," jawab Jessie, sekalian mengeluh.
Hendra tampak berpikir sejenak. Tak lama kemudian, sebuah ide pun muncul di otaknya.
"Gimana kalau aku bawa Leo aja ke Australia? Jadi kamu cuma jagain Felix sama Hasan doang," usul Hendra.
Jessie menatap Hendra dengan tatapan gak yakin. "Kamu yakin? Ngurusin si Leo itu susah lho.."
Hendra mengecup kening Jessie lembut. "Yakin. Lagipula, aku juga gak mau kamu kecapekan karena ngurusin tiga anak sekaligus, ditambah sama pekerjaanmu."
Jessie mengangguk sekali lagi, lalu menatap sang suami. "Thanks, Hen. Maaf ngerepotin."
"Sama sama, sayang. Gak ngerepotin sama sekali."
~Perfect Family~
"Papa sama Kak Leo mau kemana? Kok Felix gak diajak?" tanya Felix yang masih berumur 5 tahun.
Hendra tersenyum kecil saat mendengar pertanyaan anak bungsunya itu.
Btw, sekarang ini mereka lagi di bandara. Jessie beserta Hasan dan Felix lagi nganterin Hendra dan Leo untuk terbang ke Australia.
"Papa sama Kak Leo mau ke Australia, Lix. Ada urusan di sana," jawabnya dengan nada lembut, membuat Felix menangis seketika.
"Felix gak mau ditinggal sama Papa!! Felix mau ikut!" rengek Felix kecil sambil memeluk kaki Hendra, tak membiarkan sang Papa untuk bergerak seinci pun.
Hendra menghela napas sekali lagi, dan tersenyum ke Felix. "Gak bisa, Lix..."
Felix malah semakin merengek sambil menangis, membuat Hendra dan Jessie kesusahan untuk menenangkannya.
"Kalau Felix diajak, bisa gak, Pa?" tanya Leo yang gak tega ninggalin Felix di sini bersama Jessie dan Hasan.
Hendra menoleh ke arah Leo yang sedang menatapnya. "Tapi Papa cuma beli tiket pesawat untuk dua orang, Le."
"Bisa sih, kalau beli tiket lewat calo," sahut Jessie, tanpa sadar.
Felix langsung menoleh ke arah Jessie dengan tatapan berbinar. "Kalau gitu, Papa beli aja tiket lewat calo biar Felix bisa ikut!"
Hendra langsung menatap galak Jessie. Seharusnya istirnya itu tidak bilang terus terang seperti itu kepada Felix. Kan, dia sendiri yang jadi repot.
Entah bagaimana kelanjutan ceritanya, akhirnya Felix ikut Hendra dan Leo ke Australia. Jadi cuma Hasan doang yang tinggal bareng Jessie.
"Ma, jadi Hasan tinggal sendirian di sini?" tanya Hasan sambil mengemut permen di mulutnya.
Jessie menoleh ke arah anaknya yang lagi menatapnya. "Iya, sayang. Leo sama Felix ikut Papa, soalnya. Kamu gak apa apa, kan?" tanyanya, memastikan.
Hasan mengangguk pelan. "Gak apa apa, Ma. Asalkan Mama tetep sama Hasan!"
Jessie tersenyum, dan mengusak rambut Hasan pelan. "Terima kasih udah mau mengerti, San."
Hasan kembali mengangguk sambil tersenyum. "Sama sama, Ma."
Dan ya, itulah awal mula dari kehidupan mereka yang sesungguhnya.
Beberapa tahun kemudian...
Tak terasa, Felix dan Hasan sudah berumur 17 tahun, sedangkan Leo berumur 18 tahun.
Karena mereka sudah besar dan tentu sudah bisa menjaga diri masing masing, Hendra dan Jessie ngasih kebebasan buat mereka untuk memilih tinggal bersama Jessie atau bersama Hendra.
Dan ternyata, Leo dan Felix mau balik lagi ke Indonesia, dan tinggal bersama Jessie dan Hasan.
Maka dari itu, sekarang ini Hasan sama Jessie nunggu Leo dan Felix di bandara. Belum ada tanda tanda kedatangan dua curut tersebut dari tadi. Hasan saja sampai bosan nungguin mereka.
"Ma... Lama amat, Hasan bosen!" keluhnya kepada Jessie yang lagi main hape.
Jessie menoleh ke arah Hasan yang duduk lesehan di lantai bandara. "Sabar dong, sayang. Bentar lagi mereka sampai. Pesawatnya tadi delay dulu sebentar."
Hasan menghela napas pelan, dan mengangguk. Mau gak mau dia harus nunggu beberapa menit lagi.
"Nah, itu mereka," tunjuk Jessie kepada dua remaja yang lari tergopoh-gopoh dengan bawaan yang super super banyak.
"Buset.. Lo mau ngapain, Lix? Bawaannya sampai kayak gitu," komentar Hasan saat melihat barang bawaan Felix. Dua buah koper, dua tas selempang, dan satu buah kardus yang gak tahu isinya apaan.
"Mau pindahan, San," jawab Felix singkat.
Beda dengan Felix, Leo malah cuma bawa tas ransel satu doang, dan gak bawa apa apa lagi.
"Lah, Bang, kok lo cuma bawa tas ransel doang? Emangnya barang bawaannya muat?" tanya Hasan kepada Leo yang lagi minum air putih.
Leo menoleh, dan kemudian menurunkan botol air mineral yang sudah setengah habis. "Muat, lah! Leo gitu lho.."
Hasan mencibir pelan.
"Udah udah, ngobrolnya lanjutin di mobil aja. Entar keburu siang," ucap Jessie sambil mendorong dorong anak anaknya untuk keluar dari bandara, menuju parkiran.
Flashback off
(A/N):
Halo!! Setelah sekian lama, akhirnya chapter pertama udah di-up juga. Ada kritik dan saran yang mau disampaikan? Kali aja, nantinya kritik dan saran kalian bisa membantu dalam meningkatkan kualitas cerita ini. Thanks!
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Family [DanceRacha]✔
FanfictionDi dunia ini, gak ada yang namanya Perfect Family. Semua keluarga pasti punya kelebihan dan kekurangan. Tapi itu semua tidak berlaku pada keluarga yang satu ini. Sekeluarga tuh visualnya di atas rata rata, bakatnya juga gak kalah bagus sama anak an...