Chapter 24 - Kunjungan Pertama Kali

478 47 0
                                    

"Abang... Abang mau kemana?" tanya Hasan sambil memperhatikan si sulung yang lagi masukin ponsel ke dalam tas selempang.

Leo tampak sangat rapi. Kayaknya lagi mau pergi. Itulah dugaan Hasan.

"Hm?" Leo menoleh ke arah Hasan yang masih terbaring lemah di atas bangsal rumah sakit. "Abang mau keluar bentar, San. Ada urusan. Nanti kalau Felix udah sampe sini, Abang berangkat."

Hasan langsung memasang wajah sedih. Gak mau ditinggal sama Leo dia tuh.

Leo terkekeh pelan melihat wajah Hasan yang persis kayak anak kucing yang minta dipungut.

"Jangan sedih gitu napa. Gue cuma pergi sebentar. Palingan cuma 30 menitan, entar balik lagi ke sini," jelas Leo sambil mengelus pelan surai Hasan yang sedikit berkurang karena dicukur saat mau melakukan operasi kemarin.

"Tapi... Emangnya gak bisa ditunda, Bang?" tanya Hasan lagi.

Leo menggeleng. "Harus hari ini, San..."

"Janji balik cepet ya!" Hasan berucap dengan nada manja.

Leo pun mengangguk sebagai jawaban.

Cklek....

Bertepatan dengan itu, Felix pun masuk ke dalam ruangan dengan parsel buah di tangannya.

"Mau berangkat sekarang, Bang?" tanya Felix sambil meletakkan barang bawaannya di atas sofa.

Leo mengangguk. "Iya. Soalnya kalau ditunda, keburu siang, entar panas.

Felix mengangguk, paham. Lalu beranjak mendekati Hasan dan tersenyum cerah.

Melihat kedua adiknya udah mulai larut dalam pembicaraan hangat, Leo pun beranjak pergi dari ruang inap tersebut.

••••

"Mau kemana, dek?" tanya supir grab tersebut sambil menoleh ke arah Leo yang duduk tepat di sampingnya.

"Um... Ke komplek TBZ, pak," jawab Leo sambil mengecek kembali lokasi yang akan dia kunjungi sekarang ini.

Pak supir dengan wajah yang mirip seperti idol k-pop yang ternak lele itu, langsung mengangguk, lalu melajukan mobil menuju tempat yang dimaksud.

Untung saja, jarak antara rumah sakit JYP dengan komplek TBZ gak terlalu jauh. Palingan hanya membutuhkan sekitar 15-20 menitan doang, itupun kalau macet. Kalau gak macet, paling cuma 10 menit.

Sesuai dengan perkiraan Leo, mobil avanza putih itu berhenti di depan gerbang komplek 10 menit setelahnya.

"Ini gak sekalian dianter ke dalam aja, dek?" tanya bapak supir tersebut, dan dibalas gelengan kepala oleh Leo.

"Gak usah, Pak. Sampe sini aja. Terima kasih udah nganterin saya sampe sini. Ini uangnya," jawab Leo sambil menyerahkan uang 50 ribu ke bapak supir yang udah cukup tua itu.

"Makasih banyak, dek. Hati hati di jalan."

"Bapak juga hati hati di jalan ya. Jangan ngebut."

••••

Leo menyusuri jalan kecil ini dengan bantuan google maps di tangannya. Dia gak hapal sama jalan di sini. Ini merupakan kali pertamanya berkunjung ke komplek yang katanya orang orangnya juga gak kalah bobrok sama penghuni komplek SKZ.

"Belok ke kiri, nanti ada toko bunga, terus lurus aja. Oke, sip. Tinggal dikit lagi," ucap Leo sambil membaca arahan yang tertulis di aplikasi tersebut.

Alasan kenapa Leo menolak dianter sampai masuk ke dalam komplek adalah jalan komplek ini cukup kecil. Kasian abang supirnya entar.

Tak terasa, dia udah hampir sampai di tempat yang dimaksud oleh google maps.

Sebelum masuk ke tempat tersebut, Leo menyempatkan diri untuk membeli sebuket bunga di toko bunga yang terletak cukup dekat.

"Ada buket bunga mawar putih gak, Pak?" tanya Leo sambil memperhatikan aneka jenis bunga bungaan di toko tersebut.

Pemilik toko yang mirip dengan salah satu idol k-pop bernama Sunwoo itu langsung mengangguk, lalu mengambil beberapa tangkai bunga mawar putih dan diikat dengan pita lucu berwarna merah.

"Ini. Harganya 10 ribu aja," ucap pedagang bunga itu ramah.

Leo mengambil buket bunga tersebut, lalu menyodorkan uang sepuluh ribu. "Terima kasih banyak, Pak."

Bapak itu hanya mengangguk sebagai jawaban.

Dan di sinilah Leo sekarang. Berdiri di depan gerbang pemakaman umum di tengah tengah komplek TBZ.

Tanpa ragu, Leo pun masuk ke dalam gerbang tersebut, dan langsung disambut dengan barisan kuburan dari ujung kanan sampai ke ujung kiri.

Mama

|Le,
|kuburannya di sebelah kanan paling ujung
|deket sama pohon kamboja

Leo mematikan ponselnya, lalu berjalan menuju ke arah kanan. Di sebelah kanan sana ada sebuah pohon kamboja berukuran besar yang bunganya berserakan ke mana mana. Bahkan sampai tumpah ruah ke atas beberapa makam. Salah satunya, makam yang ingin Leo kunjungi.

Julian Aldebaran bin Rafandra
Lahir:15 Januari 19##
Wafat: 14 Februari 20##

Leo tersenyum sendu, kemudian berjongkok di samping makam sang Ayah.

"Ayah... Leo dateng nih," sapa Leo sambil meletakkan buket bunga mawar putih di atas makam yang dipenuhi rerumputan liar.

Setelah itu, Leo langsung berdoa untuk sang Ayah. Tanpa Leo inginkan, air matanya seketika itu jatuh.

Dengan kasar, si sulung itu mengusap air mata yang dengan lancangnya terus mengalir.

"Maaf ya, Yah... Kuburan Ayah jadi basah gara gara air mata Leo." Leo berucap sendu sambil membayangkan wajah sang Ayah di hadapannya.

Daripada menangis terus terusan di sini, Leo memutuskan untuk balik ke rumah sakit sekarang. Mungkin lain kali dia bisa mampir ke sini lagi.

"Yah, Leo balik dulu ya. Nanti Leo sering sering ke sini deh," pamit Leo sambil melangkah menjauh dari makam sang Ayah kandung. Sampai-

"Leo!"

-Suara asing memanggil namanya.

Leo menoleh ke arah belakang, dan mendapati sang Ayah berdiri di sana sambil tersenyum.

"A-ayah?" Leo mencicit kecil, gak percaya sama apa yang ia lihat sekarang ini.

Julian tersenyum. "Iya, ini Ayah, Leo."

Leo gak punya tenaga lagi untuk menahan tangisannya.

"Boleh Ayah peluk kamu untuk yang terakhir kali?" tanya Julian sambil berjalan mendekati Leo yang bahkan gak bisa berdiri dengan benar karena lemas.

Leo mengangguk sebagai jawabannya.

Julian bersimpuh di tanah, diikuti oleh Leo. Yang lebih tua merentangkan tangannya untuk memeluk anak satu satunya itu.

"Terima kasih udah datang ya, Leo.... Ayah gak nyangka masih bisa ngelihat kamu segede ini, walaupun dari alam yang berbeda," ucap Julian sambil memeluk Leo dengan erat.

Walaupun pelukan Julian sangat erat, Leo tetap saja tidak bisa merasakannya. Seolah tangan Julian transparan, sehingga hanya seperti angin yang menyelimuti.

"Hidup dengan bahagia ya, Leo Ardian Rafandra... Ayah selalu menyayangimu." Tepat setelah itu, Julian pun menghilang, meninggalkan Leo yang menangis sendirian di sana.

Perfect Family [DanceRacha]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang