Chapter 18 - Ramalan Penuh Konflik

386 50 1
                                    

Setelah bertemu dengan Tante Davina, Felix jadi pusing sendiri. Tiap hari ada aja kerjaannya yang bikin seisi rumah mumet.

Bukannya kenapa napa, Felix cuma bingung. Apa benar kemampuannya ini malah jadi boomerang sendiri buatnya?

"Ck. Ngapa sih gue beda dari yang lain?" Ya, ujung ujungnya Felix cuma bisa ngeluh, ngeluh, dan ngeluh. Merasa bahwa hidupnya saja yang susah, padahal dibandingkan kehidupan orang lain, dia udah cukup beruntung lho...

Faktanya memang benar kalau manusia itu tempatnya mengeluh. Dikasih begini, ngeluh. Dikasih begitu, juga ngeluh. Terus, kapan kalian bersyukurnya?

Balik lagi ke Felix.

Entah kenapa, akhir akhir ini Felix ngerasa ada yang aneh. Hawa hawa rumah ini tuh beda banget. Sepertinya akan ada tanda tanda hal tak mengenakan di sini.

Dan ada satu hal yang cukup janggal yang ditangkap oleh indera penglihatan Felix. Apa lagi kalau Hasan yang selalu bersembunyi atau menghindar darinya?

Felix jadi curiga. Apa dia mandinya kurang bersih ya, sampai sampai Hasan gak tahan di dekatnya?

"Ck. Masa gue harus pake kemampuan gue buat ngeramal masa depan lagi sih?" gerutu Felix saat tahu kalau sekarang ini saat yang tepat untuk meramal masa depan keluarga ini, sekaligus mencari sesuatu dibalik sikap Hasan yang mulai berubah.

Karena gak ada cara lain, Felix mau gak mau harus ngelakuin ini. Remaja manis itu memejamkan matanya, berusaha memfokuskan dirinya pada kejadian yang akan terjadi beberapa tahun ke depan.

In The Future (Felix's Ver.)

"Maaf, gak seharusnya Mama ngerahasiain ini dari kalian... Tapi gak ada pilihan lain..."

"Tapi kenapa, Ma? Kenapa baru ngasih tahu kita sekarang? Apa Mama gak percaya sama kita, makanya Mama gak mau cerita?"

....

"S-sorry... Hasan gak mau kalian terbebani, makanya gue ngerahasiain ini."

"San, apa sebegitu gak percayanya kalian sama Papa, sampai sampai kalian gak ada yang mau cerita sama Papa, hah? Buat apa Papa tinggal serumah sama kalian, kalau gue gak ada gunanya? Apa gunanya Papa jadi kepala keluarga kalian, kalau setiap ada masalah kalian selalu bungkam?"

....

"Udah, cukup. Gue muak, jadi gak usah ngomong lagi sama gue."

"Tapi ini penting, Bang.... Gue harus nyeritain ini sebelum terlambat..."

Present Time

Tubuh Felix melemas saat tahu gambaran kecil dari masa depannya. Dia sekarang tahu apa yang disembunyikan oleh yang lainnya, termasuk Hasan.

Si bungsu itu tampak menekuk kedua kakinya dengan tangan mungil mendekap erat lututnya. Mukanya ia sembunyikan di lipatan kaki.

Hanya dengan cara itu Felix bisa meredam rasa takutnya, sampai-

"Woi, lo kenapa, Lix?"

-Leo datang sambil menepuk pelan pundak Felix.

Felix mendongak dengan mata berkaca kaca. Bisa Leo tebak, ada masalah lagi sama si bungsu ini, dan dapat dipastikan bahwa ini karena masalah masa depan.

"Bang.... Hasan... G-gak bakalan lama lagi...," gumam Felix sambil menatap lekat lekat manik kembar sang Kakak di hadapannya.

Leo termenung sejenak. Dia gak nyangka kalau Felix bakalan ngeramal masalah itu.

Merasa kalau disembunyikan lebih lanjut akan berakibat fatal pada kedua pihak, Leo memilih untuk mengungkap yang sebenarnya kepada Felix. Kali aja si bungsu itu bisa menemukan solusi yang tepat bagi masalah ini.

"Iya... Abang juga tahu, Lixie.."

Felix membulatkan matanya saat mendengar ucapan sang Kakak. "Abang udah tahu?" tanyanya kaget.

Leo mengangguk pelan. "Iya... Hasan... Mengidap kanker otak, kan?"

Felix sontak menangis saat Leo berhasil menjawab dengan tepat tentang penyakit Hasan.

"Ma-mama... Udah tahu?" tanya Felix, masih dengan isakan isakan kecil dari mulut mungil itu.

Leo menggeleng pelan. "Hasan gak mau ngasih tahu dulu, Lix... Dia cuma mau ngasih tahu ke gue aja."

"Dia gak mau bikin yang lainnya panik," lanjut Leo.

"Tapi, Bang...."

"Shhht.. Jangan khawatir, Abang yang bakalan bicara sama Mama. Lo cukup tenangin diri sendiri. Kita cari solusinya sama sama, oke?" potong Leo dengan cepat.

Felix mengangguk pelan. "Gue serahin ke lo, ya?"

Leo mengangguk, mengiyakan. Walaupun dalam hati dia juga gak yakin.

"Abang..."

"Iya, Lix?"

"Maaf sebelumnya, tapi Felix milih buat jujur aja sekarang daripada entar Felix sendiri yang tertekan...." Leo jadi menoleh saat mendengar suara Felix yang terdengar cukup pelan.

"Kita... Bukan saudara, Bang..."








(A/N):
Alurnya dadakan banget. Aku jadi perlu mikir ekstra...

Perfect Family [DanceRacha]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang