Leo sekarang ini lagi main game bareng Hasan dan Felix. Kebetulan hari ini hari Minggu, jadi mereka masih bisa bersantai sejenak.
Lagi asik adiknya main game, ponsel Leo berbunyi nyaring, membuat Felix dan Hasan ngomel ngomel.
"Bang, itu hape lo bunyi!" seru Felix, memberi tahu.
"Ah, elah. Nanggung, Lix. Entar dulu aja jawabnya," jawab Leo yang masih fokus sama game yang sedang ia mainkan.
Hasan yang capek dengerin ringtone Leo, langsung mengambil alih ponsel tersebut. Dia hendak menjawab panggilan tersebut.
Belum sempat menjawab panggilan, Hasan malah berteriak. "Abang! Ini dari Jihan!" serunya, membuat Leo langsung berhenti bermain game, dan merampas ponselnya begitu aja.
Felix mencibir pelan. "Giliran dari Jihan aja, langsung diangkat panggilannya."
Leo bodo amat sama cibiran Felix. Yang penting sekarang ini adalah Jihan.
Katakanlah Leo ini bucin, karena memang begitulah kenyataannya.
"Leooooo!!" Begitu panggilan tersebut diangkat, suara cempreng Jihan langsung menyambut gendang telinga Leo, membuat Leo menjauhkan ponselnya dari telinga karena kaget.
"Astagfirullah... Ada apa lagi, Han?" tanya Leo sambil kembali mendekatkan ponselnya itu.
"Hehe... Lo bisa gambar, kan?" Leo mengernyitkan keningnya saat mendengar pertanyaan Jihan.
"Bisa, emang kenapa?" jawab Leo, membuat Jihan girang bukan main.
"Plis tolongin gue. Gue disuruh ikut lomba menggambar sama sekolah, dan lomba menggambarnya itu harus berpasangan. Lo mau bantuin gue, kan?"
Leo mengangguk, padahal Jihan gak bisa melihat gerakan kepalanya. "Boleh, deh, Han."
"Tapi lo gak lagi sibuk sama tugas kuliah, kan?" tanya Jihan lagi, hanya untuk memastikan.
"Kagak. Tugas kuliah gue mah udah kelar semua." Leo memasang wajah songong, dan sekali lagi Jihan tentu gak bisa ngelihat wajah songong nan congkak itu.
"Ya, siapa tahu lo lagi banyak tugas gitu. Kan, lo maba."
Leo terkekeh. "Ya, nasib gue lagi beruntung, Han. Dapet dosen males malesan, jadinya si dosen itu jarang ngasih tugas."
Terdengar kekehan pelan dari seberang sana, kayaknya Jihan yang lagi ketawa. "Enak bener, dah. Entar kalau gue udah lulus SMA, gue mau masuk jurusan lo aja, deh."
Balik lagi ke topik awal, Leo memutuskan untuk bertanya seputar lomba itu. "Btw, emang maba dibolehin ikut?" tanyanya kepada Jihan.
"Boleh. Yang penting bukan orang yang udah lansia," jawab Jihan.
"Terus, kenapa lo minta gue buat bantuin lo? Kan, bisa minta tolong yang lain."
"Huft... Lo tahu sendiri, kan, temen gue kayak gimana? Mereka, mah gambarnya cuma selevel stickman. Lah, kalau kayak gitu, yang ada entar gue malah kalah."
"Berarti temen lo tuh selevel sama Hasan dan Felix. Gambaran mereka juga sebatas buletan sama garis, udah gitu doang. Mana garisnya gak lurus lagi." Leo malah dengan tidak berdosanya, malah ngeghibahin adik adiknya. Gak peduli dengan tatapan membunuh yang dilayangkan oleh dua curut itu.
"Woi, Bang! Mentang mentang gambar lo kayak karyanya Leonardo Da Vinci, jangan seenak enaknya ngeledekin kita!" sahut Felix, gak terima dikatain sama Kakak sendiri.
Btw, karena ngomongin Leonardo Da Vinci, aku jadi keinget sama filternya Lee Know yang satu ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Family [DanceRacha]✔
FanfictionDi dunia ini, gak ada yang namanya Perfect Family. Semua keluarga pasti punya kelebihan dan kekurangan. Tapi itu semua tidak berlaku pada keluarga yang satu ini. Sekeluarga tuh visualnya di atas rata rata, bakatnya juga gak kalah bagus sama anak an...