"Hah?! Kita bukan saudara?"
Felix langsung menutup mulut Leo dengan telapak tangannya yang mungil. Sumpah, itu suaranya Leo kenceng banget, mungkin tetangga tetangga aja bakalan denger.
Leo langsung mingkem pas Felix nutup mulutnya.
Setelah ngerasa Leo udah jinak, Felix menjauhkan tangannya dari muka Leo.
"Udah teriaknya?" tanya Felix dengan nada malas. Hei, teriakan Leo tadi terlalu keras, bahkan kalau bisa, gendang telinga Felix bisa pecah karenanya.
Leo cuma haha hehe doang.
"Oke, balik lagi ke topik awal." Leo berucap dengan wajah seriusnya. "Bener kita ini bukan saudara?" tanya Leo lagi, dan dibalas anggukan kepala oleh Felix.
"Setidaknya itu yang gue tangkep dari bayangan masa depan," jawab Felix.
"Jadi itu belum pasti?"
"Tergantung."
Leo mengangguk paham. "Tapi apa lo yakin, Lix? Kali aja lo salah menafsirkan bayangan masa depan yang lo dapet."
Felix menjawab dengan gelengan kepala "gue yakin kalau gue gak salah, Bang. Tapi gue bakalan lebih yakin lagi kalau orang yang bersangkutan mau ngespill."
"Maksud lo, Mama?" tanya Leo lagi.
"Ya, bisa Mama, Papa, atau mungkin Kakek dan Nenek."
"Eh, Lix-"
Baru aja Leo mau nanya lagi, Felix langsung memberi isyarat kepada Leo untuk diam sejenak.
Felix tampak celingak celinguk ke arah kamarnya Hasan. Dia yakin kalau dia denger sesuatu dari arah sana.
Leo yang penasaran, ikutan melirik ke arah kamar Hasan yang kebetulan deket sama tempat mereka berada.
Merasa tak menemukan keanehan apapun, Leo kembali menatap Felix dengan tatapan yang seolah bertanya, "Ada apa?"
Felix menggeleng. "Gue kayak denger suara Hasan lagi nangis...," jawabnya.
Leo sontak berdiri, lalu berjalan ke arah kamarnya Hasan. Bukan tanpa sebab dia melakukan itu, karena si sulung itu yakin kalau Hasan lagi gak baik baik saja. Dan Leo pun tahu kalau Felix punya indera pendengaran yang lebih tajam, sehingga suara suara samar pun bisa ia dengar.
Felix di belakangnya pun ikut berdiri, lalu berjalan di belakangnya Leo.
Tok tok tok...
"San, boleh gue masuk?" tanya Leo sambil mengetuk pintu kamar Hasan dengan perlahan.
Tak ada jawaban dari dalam sana. Hanya terdengar suara deru napas berat samar samar yang berasal dari kamar tersebut.
Benar kata Felix, Hasan sepertinya menangis.
"Gue buka pintunya ya?" Leo meminta izin, lalu membuka pintu tersebut dengan perlahan.
"HASAN!!"
Tampak Hasan sedang meringkuk di atas lantai dengan sedikit genangan darah di sekelilingnya. Sepertinya itu anak mimisan.
Felix dan Leo langsung berlari ke arah si jangkung itu. Leo mengangkat tubuh Hasan, lalu dibawa ke kasur, sedangkan Felix mengobrak abrik meja belajar Hasan, kali aja ada obat yang bisa digunakan di sana.
"San, lo kenapa?" tanya Leo panik sambil menepuk pelan pipi Hasan supaya tersadar dari pingsannya.
Kedua manik kembar Hasan tampak berbuka pelan dengan sorot mata yang sangat lemah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Family [DanceRacha]✔
FanfictionDi dunia ini, gak ada yang namanya Perfect Family. Semua keluarga pasti punya kelebihan dan kekurangan. Tapi itu semua tidak berlaku pada keluarga yang satu ini. Sekeluarga tuh visualnya di atas rata rata, bakatnya juga gak kalah bagus sama anak an...