"Abang!"
Leo tersenyum kecil saat melihat Hasan menyambutnya.
"Dari mana aja? Kok lama?" tanya yang lebih muda.
"Habis dari kuburan Ayah," jawab Leo singkat sambil duduk di samping bangsal Hasan.
Hasan mengerucutkan bibirnya. "Kok gue gak diajak sih?" protesnya.
Leo tertawa pelan. "Lo masih sakit, San. Entar kalau diajak ke sama, terus tiba tina ngeluh sakit, gimana?" jawab Leo, membuat Hasan semakin cemberut.
Cklek
Felix yang baru selesai buang hajat, kini menatap Leo. "Udah pulang?" tanyanya.
"Menurut lo?" Leo malah berbalik tanya, membuat Felix sedikit kesel.
Karena gak mau bikin keributan disebabkan mereka berdua bertengkar, Felix memilih untuk membaca buku novel yang baru dibelikan oleh Chandra kemarin.
Sedangkan Leo, sepertinya anak itu lebih memilih mengobrol dengan Hasan seputar hal hal random--yang justru membuat Hasan naik darah.
"Eh, San, gimana ya kabarnya si Soonie? Udah lama gak gue mandiin," tanya Leo, membuat Hasan mengedikkan bahunya.
"Kenapa jadi nanya ke gue? Yang punya kucing, kan abang!" Hasan berucap dengan nada jengah. Hei, mana dia tahu kondisi anak anak Leo yang seabrek itu.
"Kok lo gak tahu? Kan, lo adik gue, seharusnya lo tahu," tanya Leo lagi, membuat Hasan menghela napas pelan.
"Abang gue sayang, yang pinter, yang ganteng, yang lucu, yang imut, yang suka bikin gue esmochi, mana gue tahu soal kucing kucing lo, lah wong gue aja gak pernah ketemu mereka?!" Jadilah Hasan ngegas.
"Oh, iya ya... Lo kan alergi kucing, jadi lo gak pernah ketemu kucing. Gitu, kan?"
Tahu ah, Hasan pundung denger penjelasan Leo. Dia lagi sakit, kenapa Leo malah lebih peduli sama tiga buntelan bulu itu, daripada dia?
"Eh, tahu gak, San. Gue tuh cita citanya pengin punya peliharaan landak, tapi karena landak mahal, jadi gue ngadopsi kucing jalanan." Dan Leo masih ngoceh, padahal Hasan gak peduli sama sekali.
"Gak ada topik yang lain, kek. Kok hewan peliharaan mulu yang diomongin," ucap Hasan, memotong ucapan Leo.
Leo menatap Hasan datar. "Kan suka suka gue. Yang ngomong ini gue, yang punya bibir gue."
Hasan kembali mendengus pelan. Kenapa pula dia punya kakak modelan kayak Leo begini?
"Eh, tahu gak, San, kemarin tuh si Dori lahiran, padahal dia kan-"
Cklek
Ucapan Leo langsung terpotong akibat suara kamar inap Hasan yang dibuka oleh seseorang.
Diam diam, Hasan bersyukur karena hal tersebut. Akhirnya dia bisa berhenti mendengar ocehan tak berfaedah dari kakak tidak sedarahnya itu.
"Lho, Mama? Kok jam segini udah dateng?" Felix bertanya dengan bingung sambil melirik ke arah jam dinding dan ke arah Mama bergantian.
Sekarang masih jam 4 sore, dan seharusnya Mama selesai kerja jam 6 sore.
"Ah, nggak. Ini Mama sengaja ngambil pulang cepet," jawab Jessie sambil duduk di samping Felix.
"Kok tumben? Kenapa, Ma?" tanya Leo sambil memberikan air minum kepada Jessie.
Jessie gak langsung menjawab, dia tampak sibuk mencari sesuatu di dalam tas kerjanya. Tak berselang lama, Jessie mengeluarkan beberapa kertas yang Leo, Felix, dan Hasan gak paham kertas apaan.
"Ini. Mama pulang cepet buat ngasih kamu ini," jawab Jessie sambil menyodorkan kertas kertas tersebut.
Leo mengambil alih kertas kertas tersebut dengan wajah bingung. Kenapa Jessie kertas kertas ini ke dia?
"Itu berkas berkas rumah peninggalan Ayahmu, Le. Dia pernah bilang ke Mama, kalau kamu udah gede, rumahnya dia bakalan dikasih ke kamu. Dan Mama rasa, kamu sekarang ini udah cukup besar untuk bertanggung jawab atas rumah itu," jelas Jessie panjang lebar.
Leo hanya bisa membolak balikkan kertas kertas tersebut dengan raut wajah tak paham.
"Kalau kamu masih belum mau tinggal di rumah itu, gak apa apa kok, Le. Mama cuma ngasih berkas berkas itu sebatas ngejalanin wasiat Ayahmu dulu," tambah Jessie saat wajah kebingungan Leo. "Sekarang dokumen itu punya kamu, dan kamu yang nyimpen, oke? Kalau Mama yang nyimpen, takutnya malah ilang."
Dan kini Leo semakin bingung. Lebih baik dia tinggal di rumah peninggalan Julian tapi harus tinggal sendirian, atau tinggal bersama keluarga Mahendra dan membiarkan rumah peninggalan Julian tak berpenghuni?
Leo bimbang.
(A/N):
Yo, akhirnya aku up lagi. Ada yang kangen? Pastinya gak ada lah, ya.Btw, maaf akhir akhir ini aku jarang up Perfect Family. Selain karena lupa, HP yang aku pake buat nulis cerita sering mati mendadak. Jadi setiap aku selesai nulis dan mau dipublish, pasti habis itu hape langsung mati dan sialnya, lupa gak disave. Ngulang lagi deh...
Oke, maaf jadi curcol...
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Family [DanceRacha]✔
FanfictionDi dunia ini, gak ada yang namanya Perfect Family. Semua keluarga pasti punya kelebihan dan kekurangan. Tapi itu semua tidak berlaku pada keluarga yang satu ini. Sekeluarga tuh visualnya di atas rata rata, bakatnya juga gak kalah bagus sama anak an...