"Silahkan masuk."
Hendra masuk ke dalam sebuah ruangan kecil bernuansa putih.
Di dalam ruangan tersebut tampak seorang remaja perempuan duduk di atas ranjang rumah sakit jiwa. Pandangannya lurus ke depan, gak memperdulikan Hendra yang baru masuk ke dalam ruangannya.
"Calista... Papa dateng lagi...," sapa Hendra sambil menyodorkan sebuah parsel berisi buah buahan kesukaan Calista.
Remaja bernama Calista itu masih diam. Gak menyahut sedikit pun.
Hendra hanya bisa menghela napas pelan, lalu duduk di samping anaknya itu. "Lagi ngelihatin apa?" tanyanya sambil mengelus lembut rambut Calista.
Calista tak menjawab. Masih diam dengan pandangan tertuju ke arah depan, menatap sebuah bingkai foto yang sedikit retak. Foto sang Ibu, Jenaya Julie Ravendra.
"Calista gak bosen tinggal di sini terus? Calista gak kepengen tinggal bareng Kakak Kakak kamu?" tanya Hendra, masih dengan sabar, berusaha untuk berkomunikasi dengan Calista.
Samar samar, Hendra bisa melihat Calista menggeleng pelan.
Remaja perempuan dengan wajah manis itu menoleh dengan sedikit kaku, menatap Hendra.
"Papa... Calista, kangen...," ucapnya, sedikit terbata bata.
Wajah saja, Calista jarang berkomunikasi saat Hendra tidak ada di sisinya. Bahkan ketika suster mengajaknya untuk bermain di taman belakang rumah sakit, Calista selalu menolak tanpa alasan yang jelas.
Hendra tersenyum. "Papa juga kangen, Calis."
Keduanya terlihat saling membalas senyuman masing masing. Sampai-
"Ige uri tang tang tang tang! Du du du du du du"
-Ringtone ponsel Hendra berbunyi nyaring.
Hendra menatap Calista, seolah meminta izin untuk menjawab panggilan tersebut. Calista mengangguk, tanda mengizinkan.
Hendra berdiri, lalu berjalan menuju sudut ruangan.
"Halo, Jessie? Ada apa?" Suara Hendra yang sedikit berbisik itu masih dapat di dengar samar samar oleh Calista.
"Pa, ini bukan Mama, ini Leo." Ternyata yang menelpon bukan Jessie, melainkan Leo yang menggunakan ponsel Jessie.
"Oh, Leo. Kenapa?" Hendra terlihat bersandar di dinding ruangan sambil menunggu Leo bersuara lagi.
"Pa, bisa pulang sekarang?" Pertanyaan Leo sukses membuat Hendra bingung.
"Emangnya kenapa, Le? Ada masalah?" tanya Hendra sambil bangkit dari bersandar di dinding. Wajahnya berubah menjadi serius.
"Haduuh... Gimana Leo jelasinnya... Intinya, Pa, Hasan sakit, masuk rumah sakit. Katanya dokter, ini mau dioperasi..."
"H-hah?" Hendra mendadak berubah menjadi tukang keong. Masih bingung sama keadaan sekarang ini.
Setelah sekian lama saling berdiam diri, kata kata Hendra selanjutnya membuat Leo esmochi.
"Kamu lagi gak nge-prank, kan?"
"Paaa!! Bisa gak sekali aja serius! Ini kita lagi nungguin persetujuan dari Papa, Mama gak bisa ngasih persetujuan karena mendadak pingsan."
Hendra menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Emangnya Hasan sakit apa?"
"Udah, Pa. Jangan banyak nanya. Mending langsung ke sini aja, karena Leo pusing gimana cara jelasinnya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Family [DanceRacha]✔
FanfictionDi dunia ini, gak ada yang namanya Perfect Family. Semua keluarga pasti punya kelebihan dan kekurangan. Tapi itu semua tidak berlaku pada keluarga yang satu ini. Sekeluarga tuh visualnya di atas rata rata, bakatnya juga gak kalah bagus sama anak an...