"Nah, kan udah ditraktir nih. Sekarang, jelasin tentang keluarga ini." Baru aja mereka nyampe rumah, Felix udah dihujani dengan berbagai pertanyaan dari kedua kakaknya itu.
Felix tampak ragu untuk menjelaskannya, tapi karena dia udah janji, mau gak mau harus dijelasin. "Jangan kecewa, oke?" ucapnya dengan nada ragu, membuat Hasan dan Leo mengangguk serempak.
"Keluarga ini... Nantinya, bakalan kepecah belah." Baru kalimat pertama, Hasan dan Leo udah keburu syok duluan.
Felix memberhentikan ucapannya ketika tak mendengar sahutan dari dua orang di hadapannya.
"Masih mau lanjut dengerin? Atau berhenti aja di sini?" tanya Felix ragu. Dia gak mau jelasin kalau nantinya dua sesepuh dihadapannya ini malah kena serangan jantung. "Gue gak mau ngambil resiko. Takut kalian gak kuat, terus kena serangan jantung."
Ya, karena ucapan Felix yang barusan, Hasan jadi berspekulasi bahwa masa depan keluarga ini bener bener gak baik.
"Sebegitu gak baiknya sampai lo gak mau ngambil resiko?" Setelah sekian lama berdiam diri, Leo akhirnya bertanya hal yang sama dengan Hasan.
Felix menghela napas pelan. "Gue gak mau jawab pertanyaan itu."
"Kenap-"
"Karena belum tentu jawaban gue bener," potong Felix dengan cepat.
Hasan dan Leo gak berani nanya lebih lanjut, apalagi setelah Felix memotong ucapan mereka dengan nada tegas yang justru malah menyeramkan.
"Gue cuma mau ngespoiler doang, gue gak ada hak buat ngasih tahu kalian. Biar waktu yang menjawab," lanjut Felix.
Hasan dan Leo hanya bisa mengangguk kaku. Selain karena mereka masih syok sama kalimat pertama Felix, mereka juga gak mau ngebebanin Felix. Ngelihat Felix sebegitu frustasinya cuma buat ngasih gambaran masa depan, membuat mereka gak tega.
"Maaf." Felix menunduk. Gak berani menatap kedua kakaknya.
Jujur aja, selain karena takut kedua kakaknya syok berat, Felix sebenarnya juga gak kuat buat nginget nginget bayangan masa depan yang muncul secara tiba tiba di otaknya.
Udah beberapa tahun ini si bungsu itu berusaha ngelupain bayangan itu semua, tapi karena pertanyaan mendesak dari Hasan dan Leo, mau gak mau bayangan mengerikan itu harus ia ingat ingat kembali.
Btw, Felix bukan hanya bisa meramal masa depan dengan akurat, dia juga bisa menerawang masa lalu--baik masa lalu orang terdekat dia, maupun orang orang yang tak dikenalnya--dan satu lagi, Felix ini bisa mengetahui rahasia orang lewat sorot mata. Makanya, waktu Jihan nyembunyiin sesuatu, Felix yang pertama kali tahu.
Leo memeluk adik bungsunya, lalu mengusap pelan rambut Felix. "Gak papa. Gak usah minta maaf. Harusnya Abang yang minta maaf, maaf karena udah bikin lo tertekan."
Felix pun membalas pelukan Leo dengan erat.
Leo merasakan pundaknya sedikit basah. Ternyata, tanpa sadar Felix menangis dalam diam.
"Hiks... Felix takut... Hiks Masa depan keluarga ini gak baik baik aja," gumam Felix, membuat Leo percaya bahwa masa depan keluarga ini di ambang batas kehancuran.
Hasan segera mengambilkan air minum untuk Felix. Gak tega juga dia ngelihat adik kembarnya itu nangis.
"Nih, Lix, minum dulu biar tenang." Hasan menyerahkan segelas air putih dingin kepada Felix.
Felix mendongakkan kepalanya. Tampak butiran butiran air mata menggenang di pelupuk matanya.
Hasan dengan cepat berjongkok, lalu mengusap lembut ujung mata Felix, lalu meminumkan air putih dingin itu kepada Felix.
"Maaf udah nanya yang enggak enggak ke lo. Kita tahu, lo udah berusaha mati matian buat gak nginget nginget itu lagi," ucap Hasan lembut sambil memeluk adiknya itu.
Leo tersenyum melihatnya. Sisi posesif Hasan kini sudah muncul di permukaan. Si sulung itu tentu berharap kalau adik pertamanya lebih sering menampilkan sifat posesifnya, dibandingkan sidat dramatisnya.
Bukannya mereda, tangis Felix makin menjadi jadi. Dia kembali dihinggapi ketakutan. Sekarang ini, dia masih punya dua kakak yang baik yang selalu melindunginya, kalau misalnya keluarga ini beneran terpecah belah, lalu siapa yang akan melindunginya?
"Cup cup cup... Adik kecil, jangan nangis dong. Entar jelek." Hasan berusaha melucu, walaupun gak digubris sama Felix.
Leo akhirnya kembali turun tangan untuk menenangkan Felix. "Lixie kenapa, hm? Ada yang mengganggu Lixie? Bayangan masa depan itu kembali menghantui?" tanya Leo dengan nada yang kelewat lembut.
Felix hanya bisa mengangguk pelan sambil menyembunyikan wajahnya di dada bidang sang kakak sulung.
"Kalaupun nantinya dugaan kamu benar, abang gak bakalan ninggalin kamu, Lixie. Abang sama Hasan bakalan tetep sama kamu, apapun yang terjadi," ucap Leo, menenangkan Felix.
Felix mengangguk pelan, lalu kembali memeluk Hasan dan Leo bersamaan.
"Terima kasih banyak, Bang," gumam Felix sebelum akhirnya dia tertidur di pelukan kedua kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Family [DanceRacha]✔
FanfictionDi dunia ini, gak ada yang namanya Perfect Family. Semua keluarga pasti punya kelebihan dan kekurangan. Tapi itu semua tidak berlaku pada keluarga yang satu ini. Sekeluarga tuh visualnya di atas rata rata, bakatnya juga gak kalah bagus sama anak an...