Chapter 3 - Train To Busan

819 86 0
                                    

Beberapa dari kalian pasti udah tahu, kan tentang film Korea Train To Busan? Film Korea yang udah lama banget.

Nah, di keluarga Mahendra ini, gak ada angin, gak ada apa apa, mereka jadi pengin nonton film itu lagi.

Well, kalau biasanya yang tertarik sama film Korea itu cuma Hasan, maka beda lagi kalau untuk hari ini. Felix sama Leo juga semangat, karena memang film Train To Busan ini adalah film kesukaan mereka.

"Heh, Lix! Popcornnya jangan dimakanin dulu!" omel Leo saat melihat adik bungsunya malah udah makanin popcorn caramell sampai tinggal separuh. Padahal filmnya aja belum dimulai.

"Felix... Itu makanannya dibagi atuh ke saudara saudaramu. Kasihan mereka, sampai ngiler gitu," nasihat Hendra.

Oh ya, btw, mereka nonton Train To Busan sama orang tua mereka. Bahkan, Hendra yang tinggal di negara berbeda pun ikut serta.

"Gak mau, Pa! Nanti kalau Felix kasih ke mereka, yang ada Felix malah gak kebagian!" Si bungsu itu langsung mendekap erat wadah berisi popcorn caramell tersebut.

Hasan mencibir pelan, lalu berkata. "Gue juga gak mau makan popcorn lo itu, Lix. Mending makan pizza, lebih enak!"

Leo mangut mangut. "Bener tuh. Pizza lebih enak!" Ternyata Leo berada di pihak Hasan.

Jessie menggeleng gelengkan kepalanya heboh. "Siapa bilang pizza itu enak? Siapa?! Wah.. Bahaya!" tanyanya menggebu gebu. "Jangan kebanyakan makan Pizza, nanti perut kalian melar kayak karet ban!"

"Idih, Ma... Makan sedikit doang juga. Gak apa apa kali..," bantah Hasan, gak setuju sama ucapan Jessie.

"No! No! No! Pizza itu kalorinya tinggi. Nanti kalian jadi gendut, terus obesitas, terus mati, gimana?" Jessie masih kekeh sama pendiriannya.

Hendra yang lagi ngelihatin mereka lewat vidcall, hanya bisa geleng geleng kepala. Dia jadi mikir, gimana jadinya kalau satu rumah diisi sama orang orang kayak gini?

"Udah, udah. Jangan berantem! Langsung setel aja filmnya." Pada akhirnya, Hendra turun tangan juga buat ngelerai keempatnya.

Leo langsung memencet tombol play. Film pun dimulai.

Semuanya terlihat khusyuk menonton film tersebut, kecuali Felix, Felix lebih fokus makan cemilan.

Ya, tidak ada yang begitu spesial dari film tersebut, setidaknya menurut Leo. Hanya sebuah kisah tentang ayah dan anak yang hubungannya kurang baik, kemudian di pertemukan dengan situasi wabah zombie dalam kereta menuju Busan, dan berakhir sang ayah mengorbankan nyawanya demi sang anak. Setidaknya, seperti itulah garis besar ceritanya.

Tapi menurut Hasan, cerita itu bener bener mengharukan, apalagi pas endingnya. Bahkan, dirinya sampai menangis air mata buaya. Eh, gak gak gak.

Jessie terlihat fokus menonton film tersebut, namun sebenarnya tidak begitu. Dia bahkan gak tahu apa yang diceritakan dalam film tema zombie tersebut.

Beda lagi dengan Hendra, bapak itu malah molor dengan video call yang masih menyala. Mana tidurnya kurang elite lagi. Sungguh terlalu.

Dan pada akhirnya, film tersebut berakhir.

"Filmnya sedih ya, Ma...," ucap Hasan sambil mengusap air mata yang menggenang di pelupuk matanya.

Felix mencibir. "Sedih dari mana? Itu kan cuma cerita tentang Detektif Conan yang memecahkan masalah," bantah Felix, yang justru membuat semuanya bingung.

"Lah, sejak kapan Train To Busan ada Detektif Conannya?" celetuk Leo, mewakilkan semuanya yang sama sama bingung.

Kini Felix ikutan bingung. "Lah, bukannya kita nonton Detektif Conan ya?" tanyanya, membuat yang lainnya mengernyit.

Hasan langsung menepuk jidatnya. "Lo tadi tidur, kan, Lix? Kayaknya lo tuh mimpi tentang Detektif Conan!"

Felix menggeleng heboh. "Bukan! Gue gak mimpi sama sekali! Gue aja gak tidur." Si remaja mirip anak ayam itu langsung membantah dengan menggebu gebu. "Kalian aja kali yang gak tahu judul filmnya, makanya jadi berasumsi kalau itu namanya Train To Busan!"

"Enak aja! Ini tuh emang Train To Busan judulnya, Lix! Lo aja yang gak tahu," balas Hasan, gak terima.

Alamak... Sepertinya Leo ingin tidur saja, daripada mendengar ocehan dari burung ababil sejenis Felix dan Hasan.

Bukannya melerai anak anaknya yang lagi berantem, Jessie malah tepok tangan sambil menyemangati keduanya. "Ayo, Felix! Ayo, Hasan! Gelut gelut!!"

Leo makin pusing sama keluarganya ini. Adakah satu orang yang bener bener waras di sini?!

"Ma, Leo tidur duluan ya. Pusing," pamit Leo, dan kemudian langsung ngeloyor pergi.

Jessie mengangguk, dan kemudian ikutan balik ke kamarnya sendiri, meninggalkan kedua anaknya yang masih berantem. Kayaknya cuma Jessie doang yang termasuk ibu masa bodo terhadap anak anaknya sendiri.

Baru nyampe pintu depan kamar, Jessie malah puter balik ke arah kamarnya Leo.

Tok... Tok... Tok...

"Le, itu adik adikmu bilangin, besok kita ke rumah nenek," ucap Jessie, dan kemudian pergi ke arah kamarnya sendiri.

Leo hanya bisa menghela napasnya pelan. Ini kenapa Mamanya gak ngasih tahu dari tadi? Dikira packing itu cuma lima menit?

Huft... Sepertinya kesabaran Leo selalu diuji di rumah ini.

"Halah... Ngasih tahunya besok aja, deh. Mending tidur dulu," gumam Leo, dan kemudian melompat ke arah sang kasur tercinta.

Perfect Family [DanceRacha]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang