Ular

1.3K 116 67
                                    

Welcome to another chapter.

Author benar-benar berusaha keras waktu nulis chapter ini dan chapter depan. Maksudnya idenya lancar banget tapi penuh perjuangan untuk menyampaikan ide itu kepada kalian.

Jadi semoga lovelies menikmati dan bisa memahami pergulatan semua karakter di book ini. Bukan cuma anuanu nya aja 😁

Happy reading

.
.

Hujan turun rintik-rintik, hari ini cuaca kota Seoul sangat buruk. Awan gelap menaungi, angin dingin menusuk tulang, orang-orang berjalan cepat menghindari hujan.

Jimin menyesap teh chamomile-nya. Dia sedang duduk di sebuah kafe kecil di bagian kelas menengah kota Seoul. Tidak mewah dan bukan tempat yang biasa dikunjungi warga kelas atas seperti dirinya. Sengaja mencari sudut yang tersembunyi dan tidak terlihat jelas dari jalan raya. Tapi justru itu yang diinginkan Jimin, agar tidak menarik perhatian yang tidak perlu.

Kling! Pintu depan terbuka menandakan kedatangan seseorang. Seorang lelaki hanya berdiri di sana, tidak segera mencari tempat duduk melainkan mengamati ke dalam ruangan kafe. Sepertinya ia berjanji temu dengan seseorang. Begitu melihat ke sudut ruangan yang relatif gelap, barulah ia berjalan masuk.

"Tempat yang menarik untuk bertemu, Park ssi." Lelaki itu duduk di hadapan Jimin.

Jimin meletakkan cangkirnya, "Sesuai dengan maksud tujuan pertemuan kita, Dokter Im."

Pelayan datang mendekati mereka, "Pesanannnya, Tuan?"

Dokter Im melirik sekilas, "Nanti saja," ketusnya.

Si pelayan mencibir, tapi tidak berkomentar. Ia berlalu meninggalkan meja mereka.

Dokter Im menunggu sampai si pelayan cukup jauh, baru mulai berbicara. "Aku sudah curiga sejak melihat reaksimu di ruang periksa. Kau terlalu gelisah dan tegang, seperti menyembunyikan sesuatu, membuatku penasaran. Lalu setelah meng-cross check usia kehamilan dan jadwal Tuan Kim, aku sekarang tahu penyebabnya. Ayah bayi ini tidak mungkin Tuan Kim karena dia terus menerus ada di Gwangju pada sekitar saat pembuahan."

Jimin tetap tenang, "Cerdas sekali, Dokter. Kuakui kau cukup pandai menyimpulkan fakta-fakta."

Si lelaki paruh baya menyandarkan tubuhnya, "Aku sungguh tidak menyangka di balik tubuh mungil dan wajah yang manis tapi kelakuanmu seperti jalang. Apa kata Tuan Kim kalau mengetahui tunangannya mengandung benih seseorang yang bukan dirinya." Ia tersenyum licik.

"Tuan Kim tidak akan mengetahuinya, kecuali kau atau aku yang memberitahunya. Aku jelas tidak akan memberitahu dia, entah dirimu."

"Apa yang bisa kau lakukan untuk mencegahku? Aku ini anak buah Tuan Kim yang setia. Aku jelas kasihan pada nasib bayimu, tapi aku tidak mungkin membiarkan Tuan Kim menjadi korban pengkhianatanmu." Dia mengangkat kedua tangan dengan ekspresi menyebalkan.

"Huh," Jimin tersenyum miring, "Kau tidak kasihan pada bayi ini dan kau juga bukan orang yang setia pada Tuan Kim. Mau dengar kenapa?"

"Apa maksud..." Yang lebih tua ingin membantah, tapi Jimin mengerakkan tangannya menyuruhnya diam.

"Kau ingin memanfaatkan situasi, mungkin berpikir aku akan gentar mendengar ancamanmu, mungkin juga akan memerasku dengan menggunakan informasi ini. Kau kira bisa menekan aku semudah itu? Hmm, kau salah." Jimin berbicara tegas.

"Kedua, kalau kau orang yang setia seperti katamu, kau tidak akan berpikir dua kali untuk langsung mengadukan aku pada tuanmu. Nyatanya tidak, kau malah meneleponku terlebih dulu. Dengan adanya kasus ini, aku jadi tahu orang macam apa dirimu. Oportunis, mencari kesempatan dalam kesempitan. Kau berniat mengancamku tapi sekaligus juga minta perlindungan dari Tuan Kim. Sungguh luar biasa pemberani, Dokter," sarkasnya.

Friends with Benefits (?) - COMPLETE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang