Happy reading
.
.Jleb!!!!
"Tidaaaaaakkkk!!!" Suara Yoongi begitu parau, seiring tubuh teman kecilnya terdorong jatuh. Dengan sigap ia menangkap, lalu berlutut dan membaringkan kepala Jimin di atas pangkuannya.
"Jimin!" teriaknya, tidak dipedulikannya Namjoon, tidak dipedulikannya darah yang menciprat membasahi baju dan badannya sendiri. Wajah Jimin begitu cantik, begitu indah, bahkan senyum terlukis di sana. Tidak ada yang berubah meskipun ada sebuah lubang yang kini menganga di dahinya.
Jimin tersenyum begitu damai seperti malaikat, meskipun di mata Yoongi pemandangan ini teramat mengerikan melebihi film horror manapun. Apalagi ketika sorot mata yang biasanya bersinar cemerlang itu meredup hingga akhirnya hilang sama sekali.
"JIMIN!!"
Yoongi tersentak bangun dengan napas terengah-engah. Peluh membasahi dahi dan seluruh wajah. Bahkan hoodie yang dia pakai lengket karena keringat.
Perlu waktu lama bagi Yoongi untuk menyadari semua. Tidak ada Namjoon, tidak ada bau amis darah yang menusuk hidung, tidak ada Jimin, dan ia juga tidak sedang bersimpuh memangku kepala sahabatnya yang bersimbah darah.
Undangan pernikahan yang tadinya ada di pangkuan, meluncur turun lalu jatuh di dekat kakinya. Yoongi yang sedang duduk di sofa kamar hotelnya, rupanya terlalu kelelahan hingga tanpa sadar tertidur.
Mimpi.
Dia memegang kepala dengan kedua tangan sambil menghembus napas panjang. Bermacam-macam rasa campur aduk dalam hatinya. Lega semua itu tidak nyata, Jimin masih hidup di suatu tempat. Sedih karena ternyata ia hanya berkhayal, Jimin tidak benar-benar datang menemuinya. Marah sebab merasa begitu tak berdaya di hadapan kekejaman Namjoon.
Yang terutama adalah khawatir akan keselamatan Jimin. Namjoon adalah seseorang yang amat berbahaya. Selama ini mungkin Yoongi terlalu acuh atau mungkin saja Namjoon yang terlalu pintar menyembunyikan. Mimpi akan kematian Jimin di depan mata sudah menyadarkannya. Kejadian itu bisa menjadi suatu kenyataan, mungkin bukan sekarang tapi suatu saat di masa depan.
Suatu pemikiran yang keji menyelinap dan semakin membesar, Yoongi merasa begitu kejam karena berpikir begitu. Apalagi karena ini artinya dia akan memisahkan anak dalam kandungan Jimin dari ayahnya sendiri.
Yoongi ingin Namjoon mati.
"He did what?!"
Becky menjerit begitu kuat, hingga Hoseok harus menjauhkan telepon yang sedang dipegangnya dari telinga.
"Ssshh, Becky, jangan berteriak. It's supposed to be our secret." Hoseok otomatis melihat ke arah pintu kamarnya, mencoba mendengar apakah orang tuanya sedang bergegas menuju ke sini. Tapi tidak ada tanda-tanda pergerakan, Hoseok sedikit tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends with Benefits (?) - COMPLETE
FanfictionSeks adalah salah satu kenikmatan hidup yang paling dasar, semua orang tahu itu. Jadi kenapa harus mempersulit sesuatu yang seharusnya sederhana? ⚠️⚠️???Warning ???⚠️⚠️ Konten seksual dan kekerasan eksplisit, mohon kebijakan pembaca yang di bawah 18...