بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
***
Karena yang setia juga bisa terluka. Yang cinta bisa kecewa. Yang sayang bisa berhenti berjuang dan menghilang. Dan yang tulus bisa melepas. Itu semua bisa terjadi, karena sebuah pengkhianatan. Sudah tahu itu membawa kehancuran pada suatu hubungan, kenapa malah dilakukan?
Diary Sang Bidadari
Rani Septiani***
Mohon maaf terdapat kata-kata kasar🙏
Kata-kata kasar bukan untuk ditiru!***
Aku tidak pernah menggunakan gamis yang terkesan sangat cerah, berbeda hari ini. Aku sengaja menggunakan bagus gamis berwarna cerah, masker dan kacamata hitam. Tidak lain dan tidak bukan, agar penyamaranku tidak ketahuan oleh Kak Rafka. Beruntung meja di belakang Kak Rafka kosong sehingga aku bisa duduk di sana. Mencoba mengorek informasi dengan menguping pembicaraan mereka.
"Lo gak berniat buat ngeresmiin hubungan kita gitu?" ucap perempuan berambut warna cokelat itu. Sebentar, aku seperti pernah melihat perempuan ini. Tapi dimana?
Lama aku mengingat dengan menelusuri setiap kejadian di masa lalu dan aku ingat. Dia adalah perempuan yang aku temui di kafe dulu. Saat itu dia sedang makan siang bersama Kak Rafka. Aku tidak pernah menanyakan siapa perempuan itu pada Kak Rafka hingga saat ini karena aku percaya bahwa Kak Rafka setia padaku dan tidak mungkin mengecewakanku.
"Ngeresmiin gimana Nia?" tanya Kak Rafka setelah diam cukup lama. Aku masih berpikir positif, mungkin hanya bercandaan. Walau menurutku ini adalah bercanda yang terdengar keterlaluan, seharusnya dia paham bercandaan seperti apa yang pantas dilontarkan pada seseorang yang sudah memiliki pasangan. Oh jadi namanya Nia. Aku seperti tidak asing dengan nama ini. Sebentar aku harus mencoba mengingat siapa dia sebenarnya.
Tidak detik berlalu dan aku berhasil mengingatnya. Nia adalah satu nama yang sering disebut saat acara pernikahan aku dengan Kak Rafka. Aku jadi mengingat beberapa percakapan teman laki-laki dan teman perempuan Kak Rafka saat itu. Mereka yang berkomentar ini sepertinya rekan bisnis Kak Rafka.
"Loh? Gue kira sama Nia."
"Eh seriusan gue kaget banget yang jadi mempelai wanitanya nggak gue kenal."
"Lebih cantik sih. Nia kan keliatan dewasa dari wajahnya. Kalo istri lo ini lebih kayak baby face gitu wajahnya. Langgeng bro."
Jadi sebenarnya siapa Nia? Setahuku, Kak Rafka tidak pernah menjalin hubungan selama SMA atau kuliah.
"Ya jadi istri dong. Lo tega apa status gue sebatas pacar dan selingkuhan? Gak elit banget status gue."
Deg
Astaghfirullah? Selingkuhan? Selingkuhan siapa? Nggak boleh suudzon, mungkin Nia sedang bercerita pada Kak Rafka kalo saat ini dia sedang menjadi selingkuhan pria lain. Ya, ya. Aku tidak boleh berpikiran buruk.
"Memang kamu maunya status seperti apa?" tanya Kak Rafka lagi.
"Ya jadi istri lo. Ceraikan Nahla atau gue jadi yang kedua juga gak papa. Asalkan jadi istri lo karena yang pantes jadi istri lo itu gue ... bukan si cupu itu. Siapa? Nahla, ya Nahla nama istri lo kan?"
Tubuhku menegang di tempat duduk, pikiranku masih mencoba mencerna apa yang mereka bicarakan. J-jadi selama ini Kak Rafka selingkuh?
"Sabar sayang. Ada waktunya kamu jadi istri saya, tapi bukan sekarang. Kita tunggu waktu yang tepat."
Sungguh jawaban Kak Rafka diluar dugaanku. Aku sangat tidak menyangka bahwa yang sedang berbicara saat ini adalah Kak Rafka. Emosiku sudah memuncak, segala pertanyaan, perasaan sedih, terluka, kecewa, hingga berbagai pertanyaan yang dulu aku pendam kini rasanya meminta untuk disuarakan. Aku bangkit dengan membawa gelas berisi jus semangka itu ke meja Kak Rafka. Aku menuangkan air itu di atas kepala Nia, barangkali setelah diberi air dingin ini ia bisa sadar.
"Heh?! Apa-apaan kamu!" teriak Kak Rafka membuat aku tersentak. Dia membentakku demi selingkuhannya? Oh ayolah, jangan bercanda. Aku melepas masker secara paksa dan menaruh gelas itu di atas meja dengan sangat kuat hingga menciptakan suara sangat nyaring.
Brak
Kak Rafka tampak sangat terkejut hingga ia yang tadi tampak berapi-api langsung bungkam seketika.
"Oh gini kelakukan Kakak di luar rumah? Bagus Kak," ucapku sembari bertepuk tangan dengan air mata yang sudah mengalir deras di kedua pipiku. Aku melihat sekitar, pengunjung yang tampak ramai langsung senyap. Pandangan mereka semua tertuju pada kami.
"Heh?! Apa ya nama yang cocok buat kamu? Pelakor? Ya itu mungkin cocok banget. Udah tahu dia itu suami saya. Kenapa kamu masih ngedeketin?" tanyaku membuat dia bangkit hendak menamparku, tapi aku tangkis.
Hingga tanganku lebih dulu menampar perempuan itu. "Saya memang sosok yang lemah lembut. Tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya menginjak harga diri saya. Apalagi sampai merebut suami saya?!" teriakku di telinganya. Sakit. Sangat sakit rasanya. Tolong, tolong aku.
Brak
Aku menggebrak meja hingga pinggiran meja yang agak tajam itu melukai tanganku. Sungguh rasa sakit di tanganku ini tidak sebanding dengan rasa sakit yang sedang aku rasakan di dalam hati.
"Kenapa Kak? Kenapa Kakak selingkuh?! Hah?! Jawab. Bisa jawab kan? Baru dua tahun kita berumah tangga tapi kelakukan Kakak udah kayak gini! Aku yang patuh dan mengabdi sebagai istri dengan sepenuh hati. Dan ini balasan yang aku terima dari Kakak? PENGKHIANAT?!" teriakku sembari menggebrak meja lagi.
"Udah sayang. Kamu salah paham. Ayo sayang--"
"CUKUP?! Gak usah sentuh saya! Gak usah panggil saya sayang. Saya nggak sudi?! Dan saya jijik atas perlakuan Anda?!"
"Sakit banget. Tahu Kak? Sakit banget rasanya," ucapku lirih. "Saya selalu berusaha untuk berpikiran positif. Saya pendem semuanya sendirian dan ternyata Kakak ada main di belakang saya."
"Kesetiaan saya dibalas dengan pengkhianatan. Dan saya mau kita selesai tuan Rafka yang terhormat!"
"Jangan bicara seperti itu," ucap Rafka.
"Diam! Saya lelah. Satu tahun saya pendam semuanya sendirian, batin saya tertekan. Apa Anda tahu? Apa Anda peduli? Nggak kan. Silakan lepaskan saya dan menikah dengan pelakor nggak tahu diri ini?!"
"Ini kan yang kalian mau? Mau nikah kan? Selamat ya pelakor kamu menang. Hebat. Prestasi merebut suami orang?!"
Aku menaruh uang di atas mejaku untuk membayar minuman yang aku pesan, lalu berlari ke luar kafe. Aku sengaja masuk-masuk ke gang sempit agar Kak Rafka tidak bisa menemuiku. Hingga langkah kakiku menghantarkan pada sebuah taman. Aku duduk di salah satu bangku.
Hancur. Satu kata yang cukup mendeskripsikanku. Cintaku hancur, cintanya dirampas perempuan lain. Setiaku dilempar ke dasar jurang hingga suamiku melupakan kesetiaannya padaku. Hubunganku pun hancur. Rasanya sangat sakit, napasku tercekat di tenggorokan. Dadaku terasa dihimpit ribuan batu sampai terasa begitu sesak. Harus seperti apa aku jelaskan semua ini pada keluargaku dan keluarga Kak Rafka?
Kalian tahu rasanya dikhianati oleh orang yang sangat kalian percaya semenyakitkan apa? Rasanya beribu-ribu kali lebih sakit dibandingkan kalian dikhianati oleh orang yang bukan siapa-siapa kita.
"Aku lelah, Kak," ucapku lirih sebelum pandanganku mengabur dan dunia berubah menjadi gelap.
***
Nyesek banget ngetik part ini. 😭😭
Assalamualaikum teman-teman.
Semangat puasanya yaa teman-teman. ❤Tag me on instagram @ranisseptt_ if you share something from this story.
Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan yang utama dan shalat tepat waktu yaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Sang Bidadari
Spiritual[Spiritual - Romance] Update : Setiap Hari Saling mencintai dalam diam lalu disatukan dalam ikatan pernikahan. Tidak dapat dibayangkan bagaimana rasa bahagia yang tercipta. Tapi semua itu sirna dikala suatu hal tak terduga menimpa keluarga kecil yan...