23. Persalinan

98 4 0
                                    

Kebahagiaan dari setiap doa yang terkabulkan sebagai hadiah atas rasa sabar menghadapi ujian.

Diary Sang Bidadari
Karya Rani Septiani

***

Hari ini langit tampak mendung, angin bertiup agak kencang membuat para pengendara harus menggunakan jaket agar bisa menahan rasa dingin yang terasa menusuk kulit. Bahkan sebagian pengendara ada yang sudah menggunakan jas hujan menandakan jalan yang mereka lewati telah turun hujan.

Rafka merapikan jas, mengaca sebentar menggunakan ponsel lalu menaruh benda pipih itu di dashboard lalu turun ke mini market yang tidak jauh dari gapura perumahan elit dimana Nahla dan Rafka tinggal.

Rafka tersenyum saat ada seorang Ayah yang memakaikan jas hujan kepada anaknya yang masih berseragam merah putih. Rafka jadi teringat Pasha. Tetapi bayangan tentang Pasha segera menghilang saat angin yang cukup dingin mengembus mengenai wajahnya, membuat Rafka bergidik karena dingin. Rafka mengeratkan jasnya.

Rafka segera masuk dengan sambutan dari mbak-mbak yang ada di kasir membuat Rafka menganggukkan kepala. Rafka berjalan ke lemari pendingin, saat akan mengambil kopi tiba-tiba tangannya terhenti karena merasakan suatu perasaan tidak tenang di hati. Rafka bahkan menarik tangan kanannya dari lemari pendingin, lalu menaruh telapak tangan kanannya di dada.

"Maaf, ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya pramuniaga dari arah belakang membuat Rafka menoleh.

"Oh, gak ada. Makasih, Mas."

Dengan segera Rafka mengambil kopi dingin beberapa botol dengan air mineral dingin ukuran sedang. Lalu berjalan ke kasir untuk membayar. Setibanya di mobil, ponsel Rafka berdering mempeelihatkan panggilan di aplikasi WhatsApp dengan foto profil sang penelpon, yaitu foto cantik Nahla. Entah kenapa, perasaan Rafka campur aduk. Antara bahagia, cemas, bingung karena tidak biasanya Nahla menelpon jam segini.

"Halo. Assalamualaikum, sayang. Ada--"

"Waalaikumussalam. Kak to-long ... sakit." Suara Nahla begitu bergetar dan terbata-bata membuat Rafka menegakkan badannya di kursi kemudi.

"Kamu kenapa?" tanya Rafka sambil menyalakan mesin mobil.

"Perut ... perut Nahla sa-kit banget, Kak."

"Tunggu sayang. Kakak sekarang ke sana." Rafka melempar ponselnya ke kursi samping. Memasang seat belt dan langsung melajukan mobilnya dengan secepat mungkin.

***

Setibanya di rumah, Rafka langsung keluar dari mobil tanpa menutup pintu mobilnya. Rafka berlari ke lantai atas melihat Nahla sudah terduduk di pintu kamar sambil meringis memegangi perutnya.

"Astaghfirullah. Sayang kayaknya kamu mau melahirkan." Karena Rafka teringat perkataan dokter minggu lalu kalau Nahla akan melahirkan bulan ini.

Dengan sigap Rafka menggendong Nahla dan langsung menuruni anak tangga dengan hati-hati.

"Kak sakit. Nahla nggak kuat, Kak."

Rafka menunduk memperhatikan wajah Nahla yang berkeringat dan bercampur air mata.

"Sabar ya sayang. Tahan. Kamu pasti kuat. Sebentar lagi kita liat dedek bayi yaa. Anak kita sayang."

Rafka langsung melajukan mobil setelah mengirim voice note ke grup keluarga untuk memberi kabari kalau Nahla akan melahirkan. Tangan kiri Rafka sesekali mengusap-ngusap perut dan kepala Nahla sembari mengucapkan kata-kata untuk menyemangati Nahla. Di dalam hati, Rafka terus berdoa dan berdzikir untuk keselamatan dan kelancaran persalinan buah hatinya.

Setibanya di rumah sakit, Rafka saking paniknya langsung berlari dan berteriak meminta bantuan. Perawat langsung berdatangan mendorong brangkar. Nahla langsung diperiksa dan pembukaannya sudah lengkap. Rafka terus berdzikir melihat tenaga medis yang sedang sibuk mempersiapkan peralatan persalinan yang begitu asing di penglihatannya. Rafka kembali fokus pada Nahla yang begitu berkeringat, tangan Rafka terangkat mengusap wajah Nahla, lalu mengusap pucuk kepala Nahla sembari terus mengucapkan dzikir dan menenangkan Nahla.

Oek oek oek

Suara bayi begitu menggema di dalam ruang persalinan. Rafka dan Nahla yang sendari tadi sudah sangat tegang, kini mulai merasa tenang, keduanya saling menatap, Nahla dengan mata sayunya dan Rafka dengan mata berbinarnya.

"Selamat Pak Rafka atas kelahiran bayi laki-lakinya."

Rafka tersenyum dan mengucapkan terima kasih lalu berdiri di samping box. Rafka mengangkat bayi laki-lakinya sembari meneteskan air mata, lalu mulai mengumandangkan adzan di telinga bayi laki-laki yang sangat tampan itu dengan suara bergetar karena bahagia dan terharu. Akhirnya buah hati yang telah dinantikan bertahun-tahun, hadir di tengah keluarga kecil mereka.

Fajri Nadhir. Sang pewaris keluarga Rafka yang selama ini selalu dipertanyakan dan ditunggu kehadirannya.

***

Kalimantan Timur, 22 Maret 2024
Rani Septiani

***

Makasih banyak yaa yang udah ngasih vote, komen, menambahkan cerita ini ke reading list dan perpustakaan ❤

Siapa yang masih nunggu kelanjutan cerita ini? Emang boleh baru dilanjut ceritanya setelah 2 tahun? Maafkan aku yaaa, ternyata udah selama ini cerita ini belum aku tamatkan 🥺 Silakan komen yang banyak yaaa biar aku makin semangat hihihi. Terima kasih yaa selalu menunggu dengan setia. Setelah mempertimbangkan, akhirnya aku udah menemukan ending yang cocok untuk cerita ini. Penasarannnn? Yuk ditebak dan diramein ceritanya 🤍

***

Tag me on instagram @ranisseptt_ if you share something from this story. Udah follow TikTok rani rani.septianii dan raniyangpenulisya ?

Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan yang utama dan shalat tepat waktu yaa.

Diary Sang BidadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang