15. Lepaskan Saja Aku

2.4K 91 22
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

***

Jangan coba-coba merusak kepercayaan karena risikonya adalah perpisahan.

Diary Sang Bidadari
Rani Septiani

***

Jangan lupa membaca surah Al-Kahfi dan perbanyak membaca shalawat yaa teman-teman.

Selamat membaca ❤

***

Memilih tidak bisa, bahkan menahan kepergianku waktu itu juga tidak. Jadi apa yang sebenarnya bisa aku harapkan dari Kak Rafka? Cinta? Sering dia ucapkan, tapi terasa sangat hambar dan tak berarti lagi. Kesetiaan? Tentu sangat diragukan karena dia dengan teganya berselingkuh. Kepercayaanku pada Kak Rafka? Sudah hancur seperti kaca yang dihempaskan ke lantai.

"Jadi apa yang sedang aku dan anda pertahankan?" tanyaku dengan menatap lurus ke depan.

"Tentu hubungan kita sayang," jawabnya tanpa menunjukkan rasa bersalah sedikit pun.

"Hubungan? Hubungan anda dengan aku atau hubungan anda dengan pelakor itu?" tanyaku dengan pelan tapi penuh penekanan. Malas jika harus ribut karena itu sangat menguras tenaga. Bahkan aku jadi sering lelah dan mual. Memang aku sering telat makan akhir-akhir ini, tapi aku tidak memiliki riwayat sakit maag. Mungkin ini efek terlalu banyak fikiran.

"Pelakor siapa sayang?"

"Cukup! Anda amnesia? Tidak kan?! Jangan sok bersandiwara." Dadaku mulai bergemuruh, cemburu dan rasa sakit itu bergejolak. "Sudah aku tegaskan, silakan datang jika anda sudah menentukan pilihan. Jadi sekarang anda pergi!" usirku, lalu aku bangkit dari duduk.

Ribut dengan Kak Rafka adalah hal paling menyakitkan dalam hidupku. Dia adalah orang yang aku cintai sekaligus aku hormati, bahkan untuk bersuara lebih keras darinya pun aku tidak berani. Tapi semenjak tahu dia selingkuh, aku bahkan berani membentaknya dan itu membuat hatiku sakit dan menyesal.

Dia meraih pergelangan tanganku dan langsung aku hempaskan. "Lepaskan saja aku dan menikahlah dengan perempuan itu. Dan jangan ganggu kehidupanku lagi!"

Setelah mengatakan itu aku berlari masuk ke dalam villa yang aku sewa ini, saat akan menutup pintu ternyata Kak Rafka menahannya. Aku harus apa? Segera aku berlari menaiki anak tangga untuk menuju kamar agar bisa bersembunyi di sana. Tapi sayangnya saat tiba di anak tangga keempat aku terpeleset dan terguling ke bawah.

"Astaghfirullah!" teriak Kak Rafka saat tak bisa melihat aku terguling.

"Aw. Sakit," lirihku dengan air mata yang keluar dari dua sudut mataku. Aku memegangi perut yang terasa sangat sakit, sakit di perut yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Ada apa dengan perutku?

"Apa yang sakit Nahla?" tanya Kak Rafka dengan suara khawatirnya. Suara yang dulu sering aku dengar ketika tanpa sengaja aku melakukan hal-hal ceroboh yang membahayakan diri sendiri.

"Perut aku sakit banget, Kak. Tolong," lirihku disela-sela tangisan menahan sakit.

"Kita ke rumah sakit sekarang," ucap Kak Rafka lalu menggendongku.

Di tengah perjalanan pandanganku terasa mengabur dan semuanya menjadi gelap.

***

Aku yang baru sadar dari pingsan dikejutkan dengan penuturan dokter. "Maaf, Pak. Kami sudah berusaha yang terbaik. Tapi ternyata istri Bapak mengalami keguguran."

"Apa?" ucapku dengan Kak Rafka bersamaan.

"Alhamdulillah, kamu udah siuman sayang," ucap Kak Rafka saat mengetahui aku telah sadar.

"Saya hamil Dokter?" tanyaku tidak percaya.

"Iyaa Ibu. Perkiraan Ibu sudah masuk trimester pertama, pada trimester ini usia kandungan sekitar 1-13 minggu."

Penuturan Dokter itu membuat perasaanku campur aduk, kenapa aku tidak menyadari kalau sedang ada buah hati kami di dalam rahimku? Pantas saja setiap pagi aku merasa mual.

Air mata menetes dari kedua mataku. "Maafkan Bunda, Nak. Bunda nggak bisa menjaga kamu dengan baik. Seharusnya sekarang Bunda senang karena mengetahui kehadiran kamu. Tapi ternyata kabar yang Bunda dapat adalah kepergianmu karena kecerobohan Bunda." Aku berkata sembari mengusap perutku.

"Apa lagi Kak yang mau Kakak pertahankan dari hubungan ini? Bahkan untuk menjaga buah hati kita aja aku masih lalai," ucapku dengan perasaan nyeri. Haruskah aku mengikhlaskan dua orang sekaligus? Mengikhlaskan calon anak kami dan mengikhlaskan suamiku sendiri? Aku sudah tidak tahu apa yang harus kami pertahankan.

"Cukup Nahla! Berhenti menyalahkan diri kamu sendiri," ucap Kak Rafka lirih. Dia bersimpuh di sisi ranjang dengan tangan kanan menggenggam tangan kananku dan tangan kirinya mengusap pucuk kepalaku.

"Kakak yang salah. Harusnya Kakak nggak selingkuh. Kalo Kakak nggak selingkuh pasti kamu nggak akan pergi dari rumah dan calon anak kita baik-baik aja," ucapnya dengan air mata yang menetes tapi sebisa mungkin Kak Rafka menutupi tangisannya dariku.

Aku tahu bagaimana terpukulnya Kak Rafka, kami merasakan sakit yang sama. Calon anak yang kami tunggu bertahun-tahun kehadirannya ternyata harus kami ikhlaskan. Hatiku sakit, hatiku hancur berkeping-keping. Tapi aku selalu yakin, selalu ada hikmah dari apa yang terjadi.

Kak Rafka adalah laki-laki yang kuat dan aku tidak pernah melihatnya menangis, tapi kali ini. Aku melihatnya menangis, aku melihat sorot kesakitan dan penyesalan yang teramat dalam dari kedua matanya.

"Tolong ... beri Kakak kesempatan untuk memperbaiki hubungan kita," ucap Kak Rafka membuat aku terdiam.

Haruskah aku memberi kesempatan itu pada Kak Rafka? Karena jika aku benar-benar pisah dari Kak Rafka, aku bukan hanya menyakiti diri sendiri tapi orang tuaku dan orang tua Kak Rafka. Memberi kesempatan pada Kak Rafka, berarti aku harus siap menahan sakit jika mengingat pelakor itu. Dan dari mana aku bisa percaya kalau Kak Rafka sudah benar-benar memutuskan hubungannya dengan pelakor itu? Aku tidak tahu harus apa sekarang.

***

Nahla kasih Rafka kesempatan atau jangan nih? 😭
Menurut kalian lebih baik Nahla pisah atau memperbaiki rumah tangga mereka? 😭

Tag me on instagram @ranisseptt_ if you share something from this story.

Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan yang utama dan shalat tepat waktu yaa.

Diary Sang BidadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang