بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
***
Mungkin semuanya tak akan sama lagi seperti semula. Tapi, tak ada salahnya kan jika kita coba memperbaiki?
~Rafka Shaquille Zhafran~Diary Sang Bidadari
Rani Septiani***
Satu kata yang cukup untuk mendeskripsikan saya, yaitu 'menyesal'. Berawal dari ketertarikan, sering berinteraksi yang bukan hanya soal pekerjaan, lalu timbul rasa nyaman. Dan, akhirnya saya malah berselingkuh. Saya juga yang menjadi penyebab istri saya keguguran. Mungkin julukan 'laki-laki brengsek' itu cocok untuk saya. Tapi, saya punya alasan untuk semua itu. Desakan keluarga yang terus bertanya apakah Nahla sudah hamil, keinginan untuk segera memiliki buah hati, pekerjaan yang menumpuk. Itulah yang membuat saya akhirnya mencari kesenangan di luar sana.
Suara dengkuran lembut dari Nahla membuat saya menoleh, menatap wajah cantiknya. Semburat senyum terlukis di wajah saya, mengingat masa-masa SMA. Dimana Nahla adalah adik kelas saya, hampir setiap hari saya melewati depan kelas dia hanya untuk memantau dan mengobati rasa rindu. Ingin bisa berinteraksi tapi saya tidak punya alasan untuk mengajak dia ngobrol. Hingga informasi demi informasi saya dapatkan tentang Nahla dan saya berpikir 'dialah gadis yang harus saya perjuangkan'.
Tangan kanan saya terangkat dan mendarat di pipi kiri Nahla, mengusap dengan lembut membuat Nahla menggeliat dan saya segera menarik tangan lalu mengecup kening dan pipi kirinya.
"Kamu wanita yang kuat, hebat. Mungkin jika saya menikah dengan perempuan lain dan ketahuan selingkuh sepertinya rumah tangga akan selesai dengan perceraian. Tapi kamu tetap memilih berada di sisi saya dan mencoba berjuang bersama lagi. Terima kasih sayang. I love you."
Akhirnya saya merebahkan tubuh dan menarik selimut, bukannya tidur. Saya malah memandangi wajah terlelap Nahla. Ini adalah kegiatan yang saya suka, yaitu memandangi wajah Nahla ketika dia tidur. Karena saya jadi merasa tenang dan bahagia. Dan akhirnya kedua mata saya ikut terpejam dan menjelajahi alam mimpi.
***
Sengaja saya mengambil cuti selama 3 hari kedepan terhitung mulai besok karena ingin fokus memperbaiki hubungan dengan Nahla. Takut kalau kami semakin berjarak akan berdampak pada pernikahan kami. Tapi, seperti ada yang hilang dari hati saya. Rasa cinta untuk Nahla apakah benar-benar sudah hilang dari hati saya? Dengan cara apa saya harus menumbuhkan rasa ini? Tapi tanpa Nahla juga saya tidak bisa.
"Kenapa ngelamun Kak?" tanya Nahla membuat saya menoleh ke kiri.
"Kangen aja. Udah lama kita nggak nikmatin waktu berdua gini. Mau liburan nggak? Eropa? Korea?" tawar saya pada Nahla.
Dia menggelengkan kepala. "Nggak usah liburan jauh-jauh, Kak. Berduaan di rumah sama Kakak aja udah buat Nahla seneng banget."
Saya tersenyum dan merasa bersalah, dia wanita baik hati yang sudah saya buat patah hati. Wanita yang suka tersenyum dan saya buat menjadi pendiam. Wanita ceria yang sudah saya buat meneteskan air mata. Wanita penuh tawa yang saya buat menahan pedihnya luka. Wanita setia yang saya balas dengan selingkuh.
"Tuh kan Kakak ngelamun lagi. Kalo gitu kita makan di luar aja yuk, Kak. Atau kalo emang Kakak mau liburan ayo tapi di Indonesia aja, jangan jauh-jauh."
"Besok kita ke Lombok. Nahla lagi pengen ke sana kan?"
"Kok Kakak tau?" tanya Nahla bingung. Saya hanya tersenyum. Mengingat saya mengetahui itu dari buku diari yang akan kami tulis berdua. Saya ingat betul ada tulisan Nahla yang mencabik-cabik hati saya. Sepertinya Nahla menulis itu saat saya berselingkuh dengan Nia karena pada saat itu saya lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan gadget. Isi pesannya seperti ini.
Kak Rafka. Nahla kangen banget sama Kakak yang dulu. Kenapa Kakak buat seorang istri merasa asing dengan suaminya sendiri? Kita tinggal satu atap, berstatus suami istri tapi kenapa rasanya jarak kita terasa sangat jauh, bahkan kita seperti dua orang yang tidak mengenal. Kembali, Kak. Nahla rindu Kakak.
Ternyata saya dulu sudah melangkah terlalu jauh dari Nahla. Saat itu yang ada di pikiran saya hanya Nia, Nia dan Nia. Saya sibuk memikirkan bagaimana membuat Nia bahagia. Bahkan berencana menjadikan Nia istri saya. Setega dan sejahat itu saya pada Nahla. Saya menggertakan gigi, marah pada diri sendiri. Kesal pada diri sendiri dan sangat menyesali kelakuan bodoh yang saya lakukan.
"Kita makan di rumah aja ya, Kak? Biar Nahla masakin makanan dan minuman kesukaan Kakak," ucap Nahla sembari menggenggam punggung tangan membuat saya terkejut.
Saat menoleh ternyata Nahla sedang tersenyum menatap mata saya membuat semua rasa kesal pada diri sendiri itu menguap begitu saja. Senyuman Nahla mampu membuat hati dan pikiran saya tenang, mampu membuat kedua sudut bibir saya terangkat.
"Kita masak bareng aja. Buat makanan kesukaan Nahla dan Kakak. Nahla masak makanannya, Kakak yang motong daging sama sayurannya. Kakak buat jus alpukat sama jus jeruk. Dan Kakak juga yang nyiapin makanan di meja makan terus nyuciin piring kotornya juga."
"Kok pekerjaannya Kakak lebih banyak? Biar Nahla aja ya. Kakak duduk manis aja."
"Jangan dong. Pokoknya biarin selama Kakak cuti kerja, Kakak yang ngerjain pekerjaan rumah sama bantuin masak. Pokoknya tugas Nahla masak aja. Kalo Kakak yang masak nanti makanannya nggak seenak masakan bidadarinya, Kakak."
Nahla tersenyum dan mengangguk. Saya langsung memeluk Nahla. Rindu rasanya dengan pelukan hangat Nahla. Pelukan yang membuat semua beban terasa ringan. Pelukan yang membuat saya merasa sangat nyaman.
"Makasih ya, Kak."
"Makasih untuk?" tanya saya bingung.
"Makasih karena Kakak lebih milih aku dan mau berjuang sama-sama untuk memperbaiki hubungan kita."
Saya menggelengkan kepala. "Harusnya Kakak yang bilang makasih ke Nahla. Makasih karena nggak milih berpisah. Makasih udah ngasih kesempatan ke Kakak. Pokoknya banyak banget makasih yang mau Kakak sampaikan Adek."
"Iyaa sama-sama Kakak sayang."
"Adek bilang apa tadi?" tanya saya sengaja menggoda Nahla.
Dia menggeleng. "Nggak bukan apa-apa, Kak. Hehe."
"Ayo lepas Kak pelukannya. Katanya mau masak," ujar Nahla lagi terdengar mulai panik karena saya tidak kunjung melepas pelukan.
"Nggak mau. Laper Kakak langsung ilang begitu Adek peluk."
"Emang bisa laper ilang karena dipeluk? Kakak ngarang nih." Suara Nahla terdengar lucu.
"Biarin pelukan gini 5 menit lagi ya. Baru kita masak. Kakak kangen banget sama pelukan Adek." Saya jujur mengatakan itu. Sebenarnya ingin pelukan lebih lama, tapi ini sudah waktunya makan siang. Khawatir Nahla merasa lapar.
"I love you."
Nahla mendongak. "I love you too."
Saya langsung mengecup kening Nahla. Memberi tahu bahwa saya sangat beruntung menjadi suami Nahla. Memberi tahu kalau saya merasa sangat nyaman berada di pelukan Nahla. Dan merasa sangat bahagia karena Nahla menjadi istri saya.
***
Assalamualaikum. Ada yang rindu? 😆❤
Tag me on instagram @ranisseptt_ if you share something from this story.
Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan yang utama dan shalat tepat waktu yaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Sang Bidadari
Spiritual[Spiritual - Romance] Update : Setiap Hari Saling mencintai dalam diam lalu disatukan dalam ikatan pernikahan. Tidak dapat dibayangkan bagaimana rasa bahagia yang tercipta. Tapi semua itu sirna dikala suatu hal tak terduga menimpa keluarga kecil yan...