بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
***
Setiap orang memiliki masa lalu, tetapi setiap orang juga memiliki hak dan kesempatan untuk memperbaiki masa kini dan menjadi yang terbaik di masa depan.
Diary Sang Bidadari
Rani Septiani***
Rumah besar yang sepi karena hanya diisi oleh dua insan yang sedang memperbaiki hubungan di tengah pernikahan yang terasa hampa akibat perselingkuhan yang dilakukan Rafka. Terlihat Nahla yang sedang asyik memasak di dapur sembari bersenandung, sekuat tenaga Nahla berusaha untuk melupakan tragedi menyakitkan di rumah tangganya. Sementara itu, Rafka dengan pakaian casualnya menuruni setiap anak tangga sambil menggeser layar ponsel.
Dengan antusias Rafka menghampiri Nahla dan memeluk pinggang ramping istrinya membuat Nahla terlonjak kaget.
"Kak ... jangan ngagetin dong."
Rafka tersenyum dan melepas pelukannya. "Kakak punya ide bagus dan pasti Nahla setuju."
Nahla mematikan kompor dan berjalan mengambil piring, sementara Rafka menarik kursi meja makan dan membawanya ke dekat Nahla. Rafka duduk dan menyerahkan ponsel membuat Nahla mengerutkan kening.
Nahla menerima ponsel itu dan semakin bingung. "Anak siapa? Jangan bilang i-ini anak Kakak?"
"Ya ampun. Bukan. Jadi di panti asuhan teman Kakak itu, ada seorang bayi berusia 2 tahun yang ditaruh di depan gerbang panti asuhan. Sekitar seminggu yang lalu kalo nggak salah." Rafka menjelaskan membuat Nahla terdiam, masih bingung kemana arah pembicaraan ini. Apalagi pembahasan soal anak masih terdengar sensitif di telinga Nahla.
"Nahla nggak tega jadinya. Anak sekecil itu ditelantarkan sama orang tuanya, anak kecil yang nggak berdosa. Tapi syukurlah karena anak itu diantar ke panti asuhan. Kakak pasti dengerkan banyak berita anak bayi ditemukan nggak bernyawa. Semoga bayi-bayi nggak berdosa itu masuk surga. Aamiin." Nahla mengusap dada, disaat dia dan suaminya menanti buah hati. Di luaran sana ada orang yang dengan teganya membuang bayi yang tidak berdosa dan tidak tahu apa-apa.
"Idenya itu. Gimana kalo kita adopsi bayi laki-laki ini?" tanya Rafka membuat Nahla menoleh dengan binar-binar bahagia di matanya.
"Kakak serius? Nahla mau banget, Kak."
"Iyaa serius sayang. Nanti siang kita ke rumah orang tua kita untuk bicarakan soal ini. Kakak yakin mereka pasti memberi izin."
Sudah sejak lama Nahla ingin mengusulkan ide ini pada Rafka, tapi Nahla tidak memiliki keberanian untuk mengatakan. Apalagi harus menghadapi keluarga besar Rafka, nyali Nahla sudah lebih dulu menciut.
***
Pertama, Nahla dan Rafka mengunjungi kediaman orang tua Nahla. Setelah berdiskusi setengah jam akhirnya orang tua Nahla memberi izin anak dan menantunya mengadopsi anak setelah melalui berbagai pertimbangan.
Dan kini keduanya sedang berada di kediaman orang tua Rafka. Mereka duduk saling berhadapan di sofa ruang keluarga.
"Rafka dan Nahla ingin meminta izin sama Ibu dan Ayah untuk mengadopsi seorang bayi laki-laki dari panti asuhan teman Rafka."
Fariz yang hendak meminum teh menghentikan pergerakan tangannya dan menurunkan cangkir teh itu ke meja. "Jangan main-main, Rafka." Suara yang sangat berwibawa itu menyapa indera pendengaran Nahla.
"Rafka serius Ayah."
"Ibu memang ingin cucu, tapi dari anak kandung kalian." Dahlia ikut buka suara.
"Apa belum ada tanda-tanda kamu hamil Nahla?" tanya Dahli membuat Nahla yang sedang menunduk terkaget.
"Belum, Bu." Nahla menjawab dengan pelan.
"Rafka dan Nahla serius ingin mengadopsi anak. Kami juga sambil ikhtiar, semoga segera mendapat keturunan. Rafka nggak tega kalau Nahla harus kesepian tiap Rafka tinggal kerja. Siapa tau nggak lama setelah mengadopsi anak, Nahla langsung hamil. Kami akan menyayangi anak angkat ini seperti anak kandung kami." Rafka menjelaskan panjang lebar.
"Ayah izinkan. Tapi pewaris keluarga kita haruslah tetap anak kandung dari kalian," tegas Naufal membuat perasaan Nahla senang bercampur sedih. Senang karena diberi izin mengadopsi anak. Tetapi juga sedih karena takut tidak bisa memberi keturunan.
***
Setelah mengurus semua persyaratan akhirnya bayi laki-laki tampan itu sudah resmi diadopsi oleh Rafka dan Nahla. Kemarin sudah ada acara syukuran untuk pemberian nama bayi laki-laki mereka, Pasha Lukman.
Oek oek oek
Tangisan Pasha terdengar dari kamar utama membuat Rafka yang sedang berada di ruang kerja berlari ke kamar, ternyata Nahla sedang memandikan Pasha.
Dengan sigap Rafka menaruh kain bayi di atas kasur, mengambil baju bayi, bedak dan minyak telon. Rafka mengumpulkan semua itu di atas kasur. Nahla datang dengan bayi yang ada di dekapannya. Menaruh bayi itu dengan hati-hati sambil tersenyum pada Rafka.
"Makasih sayang," ucap Nahla dengan malu-malu.
Rafka mengusap pucuk kepala Nahla. "Biar Kakak aja yang pakaikan Pasha baju ya sayang."
Rafka mulai menuangkan minyak telon ke telapak tangan, lalu mengusap pada perut Pasha. Mengambil bedak dan mengusap di perut dan punggung Pasha. Lalu memakaikan baju, celana dan kaos kaki.
"Apa Nak? Sayangnya Ayah. Iya sayangnya Ayah ya, Nak ganteng." Pasha mengajak Pasha berbicara membuat Nahla tersenyum. Membayangkan kalau saja Pasha ini adalah anak kandung mereka, mungkin sekarang Nahla tidak akan merasa tertekan karena tuntutan harus bisa memberi keturunan.
***
Kalimantan Timur, 8 Maret 2022
Rani Septiani***
Assalamualaikum
Yang nunggu part nyesel tenang aja, nanti bakalan ada part nyesel. Masa sih? Ini mereka udah baikan. Ini baru awal konflik, puncak konfliknya nanti yaa wkwkwk. Endingnya gimana? Kita tunggu aja yaa. Okee?Tag me on instagram @ranisseptt_ if you share something from this story.
Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan yang utama dan shalat tepat waktu yaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Sang Bidadari
Spiritual[Spiritual - Romance] Update : Setiap Hari Saling mencintai dalam diam lalu disatukan dalam ikatan pernikahan. Tidak dapat dibayangkan bagaimana rasa bahagia yang tercipta. Tapi semua itu sirna dikala suatu hal tak terduga menimpa keluarga kecil yan...