11. Luka yang Kau Torehkan

1.1K 67 22
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

***

Kamu yang aku percaya ternyata malah menorehkan luka. Hingga sakitnya membuat aku mati rasa untuk semua cinta yang pernah aku rasakan saat kita bersama.

Diary Sang Bidadari
Rani Septiani

***

Aku sedang menyiram bunga di halaman depan, tapi pikiranku sedang tidak berada di sini. Melainkan pikiranku sedang berkelana memikirkan apa benar Kak Rafka berselingkuh? Tapi atas dasar apa dia melakukan semua itu? Setelah dia meyakinkanku saat di meja makan beberapa hari yang lalu, tadi malam aku tidak sengaja mendengar Kak Rafka yang sedang menelepon di balkon kamar. Jadi, kemarin aku berkunjung ke rumah mertua dengan dijemput adiknya Kak Rafka, katanya ibu mertuaku sangat kangen denganku. Dan setelah Isya, aku diantar oleh adiknya Kak Rafka karena dia sekalian akan ke mall mencari buku bersama teman-temannya. Saat sampai di depan kamar, aku sengaja masuk diam-diam karena ingin memberi kejutan Kak Rafka dengan kehadiranku. Saat akan sampai di balkon kamar, aku tidak sengaja mendengar obrolan Kak Rafka.

"Kamu jadi sering kangen ya sama saya sekarang. Ada apa?" tanya Kak Rafka membuat dahiku berkerut.

Aku tidak tahu orang di seberang sana siapa dan menjawab apa. Jadi, aku hanya bisa menebak-nebak saja.

"Saya ... juga kangen sama kamu. Sekarang kamu istirahat, jangan terlalu dipaksakan sampai begadang. Besok kita makan siang bareng, sekalian kalo ada yang belum dipahami nanti kamu tanyakan ke saya ..."

Setelah itu aku tidak tahu Kak Rafka berucap apa, karena aku tahu pasti panggilan di telepon itu akan berakhir. Aku segera keluar kamar dan menuju dapur.

Pada saat itu satu yang aku rasakan, sakit. Entah, aku tidak tahu apa yang membuat hati ini merasa sakit. Sekeras apa pun aku meyakinkan hatiku bahwa tidak mungkin Kak Rafka selingkuh, tapi lain lagi dengan logikaku. Logikaku seolah mengatakan dengan sangat lantang bahwa Kak Rafka memang benar selingkuh.

Tadi pagi saat sedang menyiapkan sarapan, aku bertanya pada Kak Rafka, "Kakak nanti siang mau Nahla bawakan makanan apa?"

Kak Rafka yang sedang meminum teh tampak berpikir. "Siang ini kamu nggak usah mengantar makanan dulu ya. Soalnya Kakak mau makan siang di luar karena ada meeting penting, dan dia adalah orang penting jadi nggak enak kalau Kakak menolak ajakan makan siangnya. Nggak papa kan sayang?"

Aku mengangguk. "Orang penting atau orang spesial Kak?" tanyaku dengan berani. Aku sudah cukup sesak menahan pertanyaan ini sejak tadi malam. Jelas Kak Rafka saat ini sedang berbohong, karena tadi malam Kak Rafka yang mengajak orang itu makan siang.

"Maksud kamu apa Nahla?"

"Bukan apa-apa, Kak."

Lagi-lagi bulir air mata berjatuhan dari kedua mataku. Ternyata sakitnya seperti ini ya dibohongi oleh orang yang kita percaya.

***

Saat jam menunjukkan pukul 9 pagi, aku berangkat ke kantor dengan menggunakan taksi, jika menggunakan kendaraan yang ada di rumah pasti Kak Rafka akan mengenali. Aku turun dan menuju pos security, seseorang bertubuh tegap yang sedang duduk itu langsung berlari menghampiriku saat melihat aku dari kejauhan sembari membawa payung.

"Nggak perlu repot-repot, Pak." Aku berucap ramah padanya.

"Tidak apa-apa, Bu. Sudah tugas saya. Mau ketemu Bapak ya?" tanya security itu.

Diary Sang BidadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang