[Sebenarnya, bukan Allah yang memberikan hal buruk, tapi kita sendiri yang beranggapan sedemikian. Padahal, Allah selalu menghadirkan sesuatu dalam hidup bukan tanpa alasan yang baik.]
Fatma melihat pintu masuk kelasnya dengan cemas, bel sekolah sudah berbunyi setengah jam lalu, tapi Arumi belum juga datang. Hari ini akan diadakan seleksi lomba menulis artikel tingkat Nasional. Dan Arumi menjadi salah satu peserta yang akan mengikuti seleksi. Tapi batang hidung gadis keturunan Jawa itu tak kunjung kelihatan."Nau, coba telfon Arumi," pinta Fatma.
"Kan Arumi ga pernah bawa HP ke Sekolah, Fat," jawab Naura, sama cemasnya dengan Fatma.
"Apa mungkin Arumi sakit, ya?" tebak Kirana, ia memilin ujung hijab, sedari tadi juga menunggu kabar dari Arumi.
"Kalau Arumi sakit, pasti orang tuanya ada ngabarin pihak Sekolah," jelas Fatma.
Kelas dua belas IPA tiga hari ini jam kosong, seisi kelas memilih tidur di bawah buaian kipas angin.
Sementara ketiga sahabatnya itu tengah cemas memikirkan Arumi.
Arumi sendiri juga sama halnya khawatir. Ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, lalu kembali melirik motornya yang masih diperbaiki.
"Apa Bu Lia akan maklumi gue?" tanya Arumi pada dirinya sendiri.
Pagi ini, saat Arumi sudah diperjalanan menuju sekolah, tiba-tiba motor matic-nya berhenti dan tak bisa distarter kembali.
Arumi lalu membawa motornya ke bengkel yang ada di persimpangan gang untuk diperbaiki. Sudah dua puluh menit, tapi belum juga selesai. Kata Kang Bowo, si tukang bengkel, ada kerusakan serius di mesin bagian dalam.
Salah Arumi juga yang memilih membawa motor daripada diantar papanya naik mobil saat berangkat kerja.
Arumi juga lupa bila motor itu sudah hampir dua tahun tidak pernah di-service lagi. Dan pun bodohnya lagi, Arumi melewati jalan gang, bukan jalan raya, dan ia tak bisa menumpang dengan orang lain yang lewat. Karena sangat jarang bahkan tak pernah yang lewat gang itu saat pergi sekolah.
Arumi berulang kali menghela napas panjang, ia juga tak membawa ponsel sekarang. Hal yang bisa dilakukan hanyalah menunggu hingga motornya selesai diperbaiki.
Pagi ini alasan Arumi ingin melewati gang sempit dari pada jalan raya adalah, karna ia ingin menikmati pagi tanpa suara berisik lalu lalang kendaraan yang menggangu suasana paginya. Dan membawa motor sendiri Arumi pikir akan lebih damai, me time. Karena biasanya ia selalu pergi diantar papanya sekalian berangkat bekerja.
****
"Nah itu Arumi," ucap Naura riang saat melihat Arumi berjalan tergesa-gesa menuju kelasnya.
"Lo dari mana aja, Rum? Tumben banget telat, kan biasanya on time terus. Lo gapapa kan? Sakit? Atau ada apa di jalan? Papa lo baik-baik aja? Atau Kayla ngumpetin kaos kaki sebelah lo? Atau Nayla yang buat lo jengkel? Lo dari mana Arumi?" tanya Kirana berbondong.
Si introver itu jika sudah bicara karena khawatir, kecepatannya melebihi arah rambat cahaya.
"Motor gue mogok tadi," jawab Arumi seadanya, ia lalu mengeluarkan buku dan kotak pensil dan segera pamit menuju labor kimia di mana seleksi itu diadakan.
"Nanti deh gue cerita, gue buru-buru. Duluan ya!" ucapnya lalu berlalu pergi.
"Gue semakin khawatir karna guru pembimbingnya itu Bu Lia. Kalian tau sendiri,'kan?" ucap Naura, Kirana dan Fatma mengangguk mengiyakan. Jika sudah berhadapan dengan guru super judes itu, alasan apapun tak akan diterima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mustika (With You In Jannah)
Teen FictionSpiritual-Comedy Arumi tak pernah menyangka, pertemuannya kembali dengan kakak kelas sewaktu SMA akan menjadi awal kisah perjalanan cintanya. Terlebih, sudah terpaut dua tahun ia tak pernah lagi bertemu dengan laki-laki bermata teduh itu. Sedangkan...