Pada akhirnya, ujian yang telah lama dinanti hari ini terlaksana. Ujian akhir bagi siswa siswi kelas dua belas.
Bersama kesulitan ada kemudahan, begitu yang terjadi pada setiap cobaan. Sudah setahun Indonesia terserang virus Corona, ratusan jiwa melayang, banyak orang kehilangan pekerjaan, sekolah yang terpaksa diliburkan, semua itu mungkin adalah dampak negatif dari adanya bencana virus itu.
Namun, dari itu semua banyak pula hikmah yang dapat diambil. Seperti dapat berkumpul lebih lama dengan keluarga, menjaga kebersihan juga jarak, dan lebih dekat dengan Tuhan mengingat kematian akan datang kapan saja.
Salah satunya juga sekarang ini, saat di tahun-tahun sebelumnya ujian akhir kelas dua belas sangat banyak dengan berbagai macam nama ujian yang setiap minggunya membuat depresi, tahun ini hanya ada satu ujian karena mempertimbangkan banyak hal mengenai pelajar yang kurang mengerti pelajaran saat belajar dari rumah.
Hanya dua puluh lima soal, dan semua objektif. Khusus soal mengenai materi hitung menghitung, hanya dua puluh soal.
Semua senang, termasuk Arumi. Karena pikirnya, ketika akan masuk SMA dulu, ia begitu cemas dengan ujian akhir yang sangat banyak dan soal yang juga banyak lalu sulit. Namun ternyata hal mengerikan itu tidak terjadi.
Ujian hari pertama, dengan pelajaran bahasa Indonesia di jam pertama, dan ekonomi di jam kedua. Selama di rumah, Arumi hanya membaca sepintas lalu materi yang dipelajari. Karena jauh-jauh hari ia sudah banyak menghafal itu semua, dan ketika ujian, Arumi tak ingin terlalu lelah kembali membaca dan menghafal.
Pak Salman mengawasi jam pertama, bersama Bu Khadijah.
Kelas dua belas IPA tiga senyap, fokus dengan soal yang diberikan. Hanya suara deru kipas angin dinding yang terdengar. Juga beberapa kali suara pena diletakkan dan kertas soal yang dibuka.
Arumi menghela napas panjang saat menjawab soal nomor kedua yang sudah disajikan teks sepanjang dua belas paragraf. Ini yang membuat kertas soal ujian bahasa Indonesia begitu tebal. Satu soal saja bisa menghabiskan satu halaman sendiri.
Lima menit berlalu, Indra penciuman Arumi menangkap bau seperti obat nyamuk kertas. Menoleh ke kanan dan kiri, Arumi tak mendapati apapun. Semua temannya sibuk dengan soal ujian.
Kembali mengerjakan soal, bau obat nyamuk bakar itu semakin pekat. Pun kali ini tak hanya Arumi yang dapat menciumnya.
"Rum, lo nyium bau obat nyamuk ga?" tanya Farah di sebelah bangku Arumi.
Arumi mengangguk.
Lalu, ketika Pak Salman berkeliling untuk mengawasi, ia juga mencium bau yang sama.
"Kok bau obat nyamuk, ya?" tanya Pak Salman.
"Saya bakar hit magic Pak!" jawab Ardan di sebrang meja Arumi.
Seisi kelas ikut menoleh dan mendapati Ardan menyengir kuda.
"Banyak betul nyamuk, Pak. Habis kulit saya kena gigit. Besar-besar pulak ha! Entah kenyang minum darah siapa lah tu," gerundel Ardan.
"Makanya mandi kalau mau ke sekolah, Ar!" ucap Kirana tiba-tiba lalu menahan tawa.
Bu Khadijah dan Pak Salman terkekeh.
"Betul kamu tak mandi, Ardan?" tanya Bu Khadijah.
"Astaga Kirana. Lo jarang ngomong, kenapa sekalinya ngomong nuduh abang Ardan gitu!" kata Ardan dramatis.
Kirana hanya tersenyum tipis dan tak menggubris.
Sekelas tertawa mendapati Ardan menjadi objek pusat.
Pak Salman meminta semuanya kembali tenang dan lanjut mengerjakan soal ujian.
Lima belas menit berlalu, Naura berbisik pada Arumi dengan kemudian menunjukkan dua jari di bawah meja, sambil memandang pengawas secara hati-hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mustika (With You In Jannah)
Teen FictionSpiritual-Comedy Arumi tak pernah menyangka, pertemuannya kembali dengan kakak kelas sewaktu SMA akan menjadi awal kisah perjalanan cintanya. Terlebih, sudah terpaut dua tahun ia tak pernah lagi bertemu dengan laki-laki bermata teduh itu. Sedangkan...