22. Tidak Sekarang

55 16 8
                                    

Bengkalis sedang hujan. Rintik-rintik air itu membasahi tanah bumi Melayu tersebut hingga menciptakan petrikor. Malam diringi dengan suara kodok yang riang saat hujan itu terjun ke bumi. Meminta terus agar air yang jatuh dari poyoda tidak kunjung berhenti.

Angin berembus sedikit kencang bersamaan dengan air yang turun kian derasnya. Sejuk. Kilatan cahaya sesekali terlihat dari jendela kamar, juga suara langit yang bergemuruh serta sambaran petir, menandakan hujan semakin lebat.

Arumi menutup tubuhnya dengan selimut tebal seraya berdoa tidak ada pohon yang tersambar petir ketika hujan. Arumi sangat takut mendengar gelegar petir itu, rasanya begitu mengerikan. Namun bukan phobia.

Arumi tidak memiliki phobia, namun Kirana sahabatnyalah yang memiliki phobia aneh. Bahkan Arumi sendiri tidak tau apa nama phobia tersebut.

Kalian akan mengetahui sendiri phobia apa yang Kirana alami dalam kisahnya nanti.

Teringat belum mematikan kipas angin, Arumi beranjak dari tempat tidurnya. Pantas saja rasanya semakin dingin, karena bukan hanya angin malam bercampur hujan itu, namun juga angin dari kipas angin yang menempel pada plafon kamarnya.

Usai mematikan tombol kipas angin yang berada di dekat pintu keluar, Arumi berniat kembali ke tempat tidurnya.

Namun niatnya itu urung, ketika mendengar suara decitan pintu dibuka.

Meremang. Arumi merasakan bulu kuduknya berdiri. Lampu kamar sudah ia matikan sedari tadi, pengelihatannya tidak menemukan apapun.

Sreekk

Seperti pintu yang sengaja dicakar dengan kuku tajam, juga derap langkah seseorang yang terdengar samar-samar mendekat.

"Siapa itu?" tanyanya lirih.

Jika dalam film horor, si tokoh utama akan mengecek pintu tersebut meskipun dalam keadaan takut. Dengan tangan gemetar membukanya kemudian berteriak saat mengetahui ada sesuatu dibalik pintu itu.

Tapi lupakan, ini bukan dalam film horor atau cerita fiksi mengerikan dalam novel. Ini cerita Arumi bersama kekonyolannya.

Tok tok tok

Arumi kembali mendengar samar-samar suara ketukan pintu. Hujan masih turun dengan lebatnya, tirai jendela ikut berkibar terbawa angin kencang dari luar. Kilatan dari langit itu terlihat mengerikan bagi Arumi. Ia langsung melompat ke atas kasur dan menutupi dirinya dengan selimut tebal sembari membaca ayat kursi.

Setelah merasa sedikit tenang, Arumi membuka selimutnya dan berteriak.

"SIAPAPUN MAHLUK YANG MAU GANGGU ARUMI, JANGAN COBA-COBA DEKET YA! ARUMI PUNYA JURUS BISA NGERUBAH CILOK JADI CIRENG. JADI JANGAN SALAHIN ARUMI KALAU PAK POCI ATAU MISS K ARUMI RUBAH JADI KODOK BETINA!"

Setelah berteriak demikian, dengan tubuh gemetar Arumi kembali berbaring dan menutup wajahnya dengan selimut.

****

Kayla dan Nayla sudah siap dengan seragam sekolah mereka. Lalu duduk di meja makan untuk menikmati sarapan bersama Arumi dan kedua orang tuanya.

Bocah yang hiperaktif itu terus mengoceh banyak hal sembari bermain boneka sapi kesayangannya.

"Mama, Kay mau roti panggangnya pakai selai coklat," ujar Kayla lalu meletakkan bonekanya di atas meja.

Mata belok gadis kecil itu begitu bersinar. Kembarannya, Nayla, juga melakukan hal yang sama. Meletakkan bonekanya lalu meminta Mama untuk memberikan roti panggang, namun dengan selai strawberry.

Arumi sudah duduk di atas kursi dengan seragam putih abu-abunya, ia mendesah berat saat semalaman kurang tidur.

Bagaimana tidak, meskipun sudah berusaha seberani mungkin, namun segala pikiran negatif di dalam kamar sendirian saat hujan deras dan gelap membuat akalnya menari-nari sepanjang malam. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat saja terjadi.

Mustika (With You In Jannah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang