Pukul dua siang, Arumi dan Fatma serta Kirana juga Naura telah sampai di pantai. Mereka mengenakan dreescode yang telah disepakati. Berwarna putih mocca.
Arumi dengan elegan mengenakan gamis putih polos yang dipadu dengan hijab syar'i berwarna mocca tua. Sedangkan Fatma mengenakan gamis berwarna putih dengan renda berwarna mocca di bagian lengan dan bawahannya. Ia mengenakan hijab dan niqab mocca muda.
Si introver Kirana itu seperti biasa, mengenakan rok mayung berwarna mocca yang dipadu dengan kemeja putih bersih, dengan hijab pashmina senada dengan rok yang dikenakan.
Hanya Naura sendiri di antara ke empatnya yang masih menggunakan celana panjang berwarna mocca dan kemeja putih serta pashmina warna mocca tua. Gadis ahli karate itu belum mau mengenakan rok ataupun gamis seperti ketiga sahabatnya.
Sesampainya di pantai, sudah cukup ramai yang datang. Dengan pakaian mereka yang beragam. Sibuk berfoto ria di bawah pohon rindang mengabadikan momen kebersamaan mereka yang tidak bisa terulang.
Arumi menghela napas panjang saat melihat banyak teman perempuannya yang menggunakan celana panjang dan hijab ala-ala yang masih menampakkan rambut dan dada. Ia kemudian melihat dirinya sendiri.
Masih terngiang ucapan tetangga dan beberapa temannya yang mengatakan ia seperti ibu-ibu karna mengenakan pakaian lebar dan longgar.
Fatma merangkul Arumi, kemudian tersenyum. Mata sipit itu memberikan Arumi sedikit ketenangan.
Kembali kepada pendiriannya, Arumi tersenyum lembut. Biar saja orang mengatainya sedemikian, bukankah dulunya ia juga pernah di posisi yang sama? Menyangkal pakaian syar'i itu tidak bagus dan gerah. Tetapi, setelah pemahaman baik itu datang, ia bahkan enggan walau hanya sekadar mengganti pakaian syar'inya dengan lengan pendek sekejap.
Rasa nyaman dan aman ketika pakaian tertutup itu menyentuh kulit, akan kalian rasakan sendiri jika menggunakannya. Cobalah! Maka kalian akan merasa candu untuk terus mengenakan itu.
Beberapa panitia dari pihak OSIS memberi instruksi untuk berkumpul di depan pendopo. Sembari menunggu teman yang lain, semua kelas diminta untuk berbaris dan akan diberikan selembar kertas yang akan dituliskan harapan. Nantinya, kertas harapan itu akan ditempel pada balon yang akan diterbangkan bersama di akhir acara.
Panitia OSIS yang mengenakan dress code navy putih itu memandu acara dengan baik meskipun sedikit kualahan. Setelah semua siswa diberikan hand sanitizer dan meminta semua untuk tidak melepas masker-hanya untuk formalitas sebenarnya- kertas origami ukuran kecil itu dibagikan.
"Temen kita siapa aja yang belum dateng?" tanya Satria saat semua sudah duduk-duduk di tapakan jalan berbatu.
"Andri, Vera sama Farah belum dateng," jawab Tiwi.
Satria hanya mengangguk dan meminta pena yang semula Novan pegang agar segera memberikannya.
"Bentar, ini harapan gue sepanjang jalan kenangan," kata Novan saat dimintai pena.
"Palingan harapan supaya bisa jadi bandar sawit," cetus Naura.
Novan hanya terkikik geli dan melanjutkan tulisannya.
Kebetulan tidak ada yang membawa pena, hanya ada sembilan pena dari panitia acara. Dengan hampir dua ratus orang yang memakainya, tentu saja harus bergantian mengantri lama.
"Waah Fatma bawa pena?" tanya Arumi saat melihat Fatma menulis di atas kertas kuning.
Fatma mengangguk.
"Gue—,"
"Gue dulu," ucap Naura memotong Arumi yang belum selesai berbicara.
Arumi mendelik, ia mendekati Fatma dan menghalau Naura untuk mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mustika (With You In Jannah)
Teen FictionSpiritual-Comedy Arumi tak pernah menyangka, pertemuannya kembali dengan kakak kelas sewaktu SMA akan menjadi awal kisah perjalanan cintanya. Terlebih, sudah terpaut dua tahun ia tak pernah lagi bertemu dengan laki-laki bermata teduh itu. Sedangkan...