46. S2 - Menyerah

22.1K 921 143
                                    

Pandangan ibu yang baru ditinggalkan anaknya tersebut benar-benar kosong. Ia melihat suaminya menangis tak karuan di lantai rumah sakit pun tak membuat hatinya iba. Entah perasaan dari mana Afa kali ini sungguh membenci suaminya.

Ayah macam apa dia?! 

Seakan kalimat tersebut beribu-ribu kali muncul di otak.

Hatinya mantap, ia benar-benar akan menuruti kemauan suaminya beberapa jam yang lalu untuk memulai hidup sendiri-sendiri.

Krek... Brankar rumah sakit yang sudah diselimuti putih tersebut keluar dari ruangan.

Jenazah Ryu telah dibersihkan. Afa berdiri lalu mendekati anaknya yang sudah tak lagi bersimbah darah, dan tak lagi menggunkan seragam sekolah.

"Jangan di dorong pake ranjang. Saya mau gendong anak saya untuk terakhir kalinya." Hampir saja kalimatnya tak sampai, tapi Afa benar-benar tak ikhlas dengan keadaannya.

"S-sayang...." Alvaro memaksakan kakinya berdiri, tangannya direntangkan untuk memeluk keluarga kecilnya.

"Berhenti. Aku gak mau mengotori tanganku buat nampar kamu di hadapan Ryu mas. Pergi. Pulang sana. Aku mau bawa Ryu ke rumah mama dan mengurus semuanya termasuk untuk peristirahatan Ryu juga." 

Semuanya hening. Baik keluarga Afa maupun keluarga Alvaro yang hadir di rumah sakit tidak memberikan respon apapun. Mereka cukup memahami Afa sebagai seorang ibu yang benar-benar rapuh setelah melihat langsung anaknya sekarat dipelukannya sendiri.

"Kamu pulang dulu aja Al. Afa lagi dalam keadaan gak baik." Orang tua Alvaro mencoba menasehati.

"Mama pikir aku dalam keadaan baik?! Aku juga orang tuanya ma!"

"A-aku meninggalkan mereka tadi ketika dalam keadaan sulit." Ia terisak, tidak tahu bagaimana sesaknya hingga seakan-akan paru-parunya tak kuat menampung oksigen lagi.

"Dan sebelumnya aku sempet melontarkan kata cerai kepada istriku."Alvaro menunduk, air matanya jatuh lagi. 

Belum menyerah, ia berlari mengejar langkah Afa, tangisannya pecah. Bahkan Alvaro beberapa kali terlihat menggigit lengan tangan demi meredam suara tangisannya

"Maaf. Aku mohon. Maafin aku. Maafin ayah nak."Alvaro menarik istrinya yang hampir saja memasuki mobil. Entah kenapa Afa berhenti dan menangis sejadi-jadinya. Kini sepasang suami istri tersebut memeluk jenazah anaknya bersama-sama.

"Perasanmu kemana Alvaro!"Suara Afa berteriak namun teredam pundak Alvaro yang dipeluknya.

"Keluargamu, aku, anakmu, kamu telantarin."Afa menangis sejadi-jadinya. Ia kecewa, jelas kecewa dengan suaminya yang bersikap seolah-olah keadaannya selama ini baik-baik saja.

"Enggak."Alvaro menggeleng tegas.

"Aku gak pernah nelantarin kalian." Mendengar jawaban Alvaro Afa mencoba mengigit pundak suaminya, ia menangis dan berteriak. Ia tidak peduli bagaimana rasa sakit yang diterima Alvaro. Yang ia rasakan kali ini adalah jiwanya seakan-akan ikut pergi bersama kematian putranya.

"Enggak? Kamu buang kita Al, kamu udah gak peduli sama kita berdua. Kamu datang seenaknya, pergi seenaknya, apa kita bukan keluarga?!"

"Maaf, aku bener-bener minta maaf." Afa mencoba mengontrol emosinya kembali. Ia menarik Ryu dan melepas pelukan suaminya.

"Kamu pulang. Mandi. Dan tidur. Kita udah cukup sampai disini."Alvaro menggeleng, ia ingin berbicara lebih lanjut tapi lidahnya terasa keluh.

Afa pergi. Bersama darah daging yang telah ia sia-siakan dan tak pernah dipedulikan.

AMORE [21+] Re-UploadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang