47. S2 - Funeral

17.2K 867 159
                                    

"Mas cuma karena cicilan mobil kita bisa berantem gini?"Alvaro membuang muka kasar.

Cuma?

"Kamu tuh pelupa! Ngerti gak dampaknya?! Akibat sifat pelupa kamu, semuanya jadi berantakan. Aku malu Fa ditagih! Aku capek Fa liat kamu teledor tiap hari!" telunjuk Alvaro jelas-jelas melayang tegas di depan wajah istrinya. Afa tidak habis bikir. Hanya karena masalah kecil suaminya bisa sensitif seperti ini.

"Mas, baru kali ini loh aku lupa sampai jatuh tempo dan kamu marah-marahnya sampai kayak gini. Seberapa besar sih salahku sampai buat hati kamu bilang kayak gitu."

"Kita udahan aja lah! Kita urus surat cerai!" Alvaro membentak istrinya yang sedang menangis di ruang makan.

"Hidup itu sulit! Aku tuh tiap hari cari duit-"

"BUKAN MASALAH DUIT!"Afa teriak. Rasanya urat lehernya berkedut. Ia muak selalu dipojokkan. Matanya terpejam saat melontarkan kalimat yang sangat sensitif di telinga suaminya. 

"Aku bahkan bisa bayar cicilan pakai uangku sendiri mas, aku gak butuh banyaknya duit kamu.  Aku cuma butuh, aku mohon kamu lebih menata perasaan kamu, kalimat-kalimat kamu." Alvaro diam. Afa duduk menghempaskan tubuhnya, lelah. Iya. Ia sangat lelah dengan keadaan rumah tangganya.

"Cerai?"Afa tersenyum dengan air matanya yang mengalir.

"Kamu pikir aku gak mikirin itu?"

"Aku bahkan sempat ingin ngomong gitu ratusan bahkan ribuan kali, tapi aku tahan. Aku yakin semua rumah tangga pasti ada masa retaknya. Meski aku sakit, meski aku selalu dipojokkan sama sikap kamu, dan berakhir nangis, aku berpikir semuanya masih bisa diperbaiki. Aku selalu berusaha kuat meski kadang aku terluka sama sikap dan kata-kata kamu. Untuk apa? Untuk keluargaku, untuk anakku, dan untuk suamiku. Tapi sekarang kamu minta cerai? Sebenernya apa tujuan kamu nikahin aku dulu mas? Apa aku udah gak berarti, udah gak dibutuhin lagi sampai mulut kamu tega bilang kalimat itu?"

Alvaro menggigit bibirnya kedalam. 

Gila. Ia rasa dirinya sudah gila!

Bagaimana bisa ia kelepasan.

POV RYU

Bener. Ayah selalu bilang kayak gitu. Rasanya sulit sekali hidup. Lalu bagaimana denganku? Siapa yang paham akan kesulitanku? Aku hanya anak kecil yang belum menginjak usia dewasa, bahkan remaja saja belum. Tapi aku mengerti dan paham apa yang namanya kesulitan. Aku kesulitan beradaptasi dengan kelurargaku sendiri. Yang kulihat setiap hari adalah pertengkaran kedua orang tuaku, kesibukan orang-orang. Baik ibuku, dan apalagi ayahku. Aku ingin seperti teman-temanku, bermain dan berfoto keluarga tiap tahun, tapi membayangkan saja wajah orang-orang dan keadaan dirumah sungguh memuakkan. Semua ini seperti kematian. Keadaan ini membunuhku.

Ceklek...

Pintu rumah terbuka kala senja sudah tenggelam dan langit berubah menjadi malam. Seorang laki-laki di ruang tamu meletekkan laptopnya di atas meja dan menatap siapa yang membuka pintu.

"Fa! Anakmu yang katanya gak main di gang baru pulang ini loh!" Sudah kuduga. Ayah membenciku. Menuduh segala ketidakfaktaan kepadaku.

"Ryu? Darimana aja?" Ibu. Dengan sisa-sisa air matanya berjalan mendekatiku. Siapa lagi yang kuharapkan disini? Semuanya memiliki luka yang tidak diketahui dan disimpan baik-baik seorang diri. 

"Tadi Ryu ketiduran." aku sedikit menampilkan senyum ke ibuku, entah kenapa hari ini ibu sangat cantik.

"Halah!" Laki-laki itu, ayahku. Ia mengangkat majalah, aku tebak ia hendak memukulku. Aku memejamkan mata, berharap ayahku kali ini memukul di kepalaku bagian lain karena kepala bagian kananku masih terasa nyeri bekas pukulannya kemarin.

AMORE [21+] Re-UploadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang