Chapter 1 { Aku }

1.2K 65 26
                                    

#Salam_WritingMarathon
#ChallengeMenulis1Bulan
#Day1
#Jumkat 1360

QORIN POV

Ketika aku pulang sekolah saat duduk di kelas tiga SMP, kedua bola mata sering melihat bahwa Bokap sering membawa wanita lain di rumah. Kala itu Nyokap nggak ada dan bekerja di salah satu restoran hingga larut malam, kepulangannya yang tak dapat di tentukan membuat perbuatan bejad Bokap bertambah parah hingga akhirnya dia tega menodaiku ketika berusia masih empat belas tahun.

Sejak kejadian itu, aku nggak bisa berpikir tenang dan selalu merasa depresi karena Bokap mengancam diri ini untuk tak memberitahu siapa pun akan perbuatan yang dia lakukan padaku.

"Beb, belakangan gue, dengar dari para tetangga bahwa Loe, sering berantem ya, sama Bokap Loe?" tanya Dinar serius.

"Gue, nggak tahu bahwa diri ini sudah tidak gadis lagi. Memang gue nggak hamil di usia awal puber tapi, semenjak kejadian itu gue anti dengan yang namanya orang laki-laki."

"Mak-maksud Loe, nggak hamil gimana, ya? Gue, bingung banget deh," dia nanya lagi.

"Prihal, perbuatan bejad Bokap, gue."

"Terus, Bokap Loe, sekarang ada di mana?" tanya Sella bertubi-tubi.

"Gue ... nggak tahu pasti dia ada di mana, karena sejak keluarga gue broken home hidup gue berubah total, guys,"  sahutku ringan sambil memainkan handphone yang ada di tangan.

"Berubah gimana maksud Loe, Mel?" tanya mereka serempak.

"Setiap malam, gue dengar suara lonceng menyeramkan. Ketika hal itu terjadi, berarti ada arwah yang akan menjemput manusia!" sahutku membuat mereka meringis ketakutan dan merapatkan tubuh dekat denganku.

***
Pagi telah tiba, aku membuka mata dan berdandan cantik untuk pergi ke sekolah tepat waktu. Dari balik pintu kamar tengah ada tapak kaki yang mengendap-endap seperti orang yang akan masuk, membuang prasangka buruk dalam jiwa aku kembali berdandan menatap cermin.

Pintu kamar tertutup dengan suara yang menyertainya dan aku menatap cermin tengah melihat Ayah berada dalam kamarku, entah apa yang akan dia lakukan sampai menutup pintu kamar dengan sangat kencang, rupanya dia mengunci pintu tersebut membuat diri ini berdiri tegak dan beralari untuk menuju luar kamar, kunci yang ada pada Ayah tiriku itu tengah dia kantongi dan aku terdiam dalam sudut kamar.

Kedua bola mata nanar serta takut berlebihan menatap wajahnya yang sudah membuka celana dan bajunya juga, aku masih duduk di bangku SMP tak pernah tahu bahwa sang Ayah tiri akan melakukan apa pada diri ini. Dengan menelan ludah dalam mulut serta menarik napas panjang aku menutup mata karena tukut, dia sudah tak berpakaian lagi mendekat ke arahku saat ini.

"Ayah, mau apa?" tanya mulut gemetar.

"Sini, dekat sama—ayah. Kamu akan dapat hadiah dari—ayah," ajaknya sambil melangkah menuju tubuhku yang sudah kaku dan menempel di sudut kamar.

"Aku nggak mau, Yah. Lepasin tangan, Qorin. Tidak ... tolong ..." teriakku berulang-ulang.

Suasana rumah yang jauh dari tetangga membuat orang tak mendengar dengan teriakan ini, sontak tubuhku di gendong dan dia membanting di atas kasur. Kesakitan terjadi hampir setiap hari aku rasakan, dan Ayah tiri semangat dalam menodai diri ini. Setelah selesai dia meninggalkan aku yang sudah tak berdaya di atas kasur tanpa busana sama sekali, dia pergi begitu saja tanpa rasa bersalah. Dengan sisa-sisa tenaga aku pun segera bangkit dari kasur dan segera menuju cermin, di sana telah ada sebuah tali tambang berukuran sedikit kecil.

KAFIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang