Chapter 16 ( Siapa Dia )

141 22 0
                                    

#Salam_WritingMarathon
#ChallengeMenulis1Bulan
#Day16
#Jumkat: 1159

Milan POV

Pagi itu di sebuah rumah dengan ukuran yang sangat sederhana, aku masih berbaring di atas kasur berwarna hijau tua. Seraya membuka kedua bola mata yang sembab dan terasa sangat perih, sementara di sebelah kiriku sudah ada orang tua tengah menunggu. Entah apa yang terjadi saat ini, yang pasti aku enggak mengingat sama sekali.

Jam yang sudah menunjukkan pukul 06:00 WIB. Kaki mulai bergerak dan duduk menatap arah luar rumah, terlihat dari kejauhan tengah seperti musim semi. Cuaca tak begitu panas dan tidak begitu dingin. Apa yang kita rasakan setelah berdamai dengan waktu. Ya, seperti saat ini.

Bel sekolah berbunyi sangat keras, semua siswa berlarian menuju gerbang yang akan segera dikunci. Alexander Alhambra senior high school adalah sekolah favorite dikalangan atas kota itu.  Anak milenial dari para konglomerat menjadi salah satu bagian dari sekolah itu, mereka yang memiliki tahta dengan bebas keluar masuk sekolah itu tanpa penghalang. Dan sebaliknya mereka yang tidak memiki nama akan dikucilkan dan di lupakan begitu saja.

Sekolah ini memiliki 5 gedung dan 15 lantai, setiap dindingnya dilapisi cat emas yang berkilau, dan tehelnya yang bersih tidak memiliki noda bahkan sekecil partikel. Siapa pun yang masuk ke sekolah ini akan melihat surga dunia yang sangat indah.

"Wait, Pak. Tunggu dulu," sontak kaki melompat dari mobil dan berlari menuju gerbang.

"Eh, Aden Milan, maaf saya menutup gerbang karena hari ini ada pengumuman penting dari kepala sekolah dan tidak ada yang boleh keluar masuk saat ini."

Aku berjalan dengan santai dan melihat pemandangan

'Ah, aku ingin memeluk pemandangan ini.' celetuk batin.

"Anak-Anak ayo, segera berkumpul di aula." perintah Pak Kulam dengan spikernya yang menggelegar membuat semua siswa berhamburan.

Aku ikut berlari dengan mereka, Revan dari belakang berteriak-teriak memanggil namaku. "Milan, tunggu..."

Dengan napas yang ngos-ngosan sontak aku berhenti dan membalikkan pandanganku, terlihat dari jauh Revan berlari dengan makanan ringannya.

"Cepat ... keburu dimulai."

Kemudian, aku membantunya membawakan makanan ringanya dan kami berdua segera bergegas pergi ke aula.

Kami berbaris seperti layaknya upacara, Pak Burhan selaku pembawa acara membawakan acaranya dengan sangat garing sehingga membuat semua siswa menjadi bosan.

Kami disuruh untuk diam dan duduk di tempat masing-masing dengan rapi. Sudah hampir satu jam, tetapi aku baru tersadar bahwa ponsel-ku tidak ada dalam genggaman. Seraya mencarinya di dalam saku, tas, bahkan dompet tetapi tidak ada, aku sangat kaget karna handphone itu baru di beli satu minggu yang lalu.

"Van, liat handphone gue, nggak?" aku nanya pada Revan.

"Handphone? gue enggak ngelihat, tuh!" pekiknya berbisik.

"Ih, serius ... perasaan dari tadi gue bawa handphone, kok," tambahku sangat merasa cemas.

"Entar kita cari. Diem dulu! entar Pak Burhan dengar," omel Revan dengan nada suara ketakutan.

"Hey, Milan. Kenapa ribut-ribut," tunjuk Pak Burhan dan semua siswa tiba-tiba menatapku. "Keluar!" suruhnya secara paksa.

Aku langsung keluar dari aula dan pergi menuju toilet karna tidak ada tujuan saat itu, tidak ada handphone atau teman, aku sendirian saat ini. Lalu, kutatap cermin dan memperbaiki penampilan.

KAFIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang