#Salam_WritingMarathon
#ChallengeMenulis1Bulan
#Day17
#Jumkat: 1116Mira POV
Jam istirahat kedua telah tiba, Milan berjalan dari balik koridor sambil menatap handphonenya. Aku, Megan, dan yang lainnya menatap heran. Karena dia melintasi keberadaan kami dengan sangat buru-buru, enggak seperti biasanya. Gelagat aneh itu yang membuat kami akhirnya mengikutinya dari belakang.
Seraya berjalan sedikit mengendap-endap dan sesekali berhenti ketika dia memutar badan. Semakin penasaran dengan sikap anehnya yang tak biasa, dia memasuki ruang toilet siswa dan mengunci kamar mandi dengan rapat.
Kami meletakkan telinga kanan di pintu toilet siswa, bukan untuk menguping tetapi sekedar ingin mendengarkan apa yang dia katakan. Semula terdengar biasa saja, lama kelamaan suara itu seperti tengah ketawa hebat.
"Guys, Milan kenapa, ya?" tanyaku pada semua sahabat.
Mereka hanya menggeleng karena penasaran dari segala bunyi-bunyi aneh datang dari dalam kamar mandi.
Kembali menempelkan telinga di pintu semula, malah terdengar orang sedang menangis sedih. Perasaanku menjadi tidak enak dengan yang Milan lakukan saat ini.
Aku pun mendobrak pintu tersebut hingga terbuka.
Terbukannya pintu malah membuatku menjadi sedikit gila dan hilang ingatan. Suasana menjadi gelap dan tak tau ada di mana.
Tidak ada pikiran lain yang terlintas dalam otakku saat itu, hanya mungkin, apakah masalah ini akan berakhir jika aku tiada, memang apa yang lebih berharga dari mati. Saat itu aku berharap mati, aku pikir mati akan lebih mudah. Mati lebih baik ketimbang hidup merana setiap hari.
Aku memejamkan mata dan loncat dari lantai paling atas gedung sekolaku. Gret! semuanya tiba-tiba gelap. Aku tidak dapat membuka mata dan menggerakkan tubuhku. Aku hanya dapat mendengar teriakkan histeris orang yang sedang menangisiku
'Megan ... Megan. Oh, tidak ada seseorang yang mendengar.' Batinku.
"Apakah aku sudah mati? Oh, syukurlah kalau aku sudah mati mungkin sosok Qorin tidak akan terlihat lagi," menghela napas sangat dalam. "Ternyata begini rasanya mati, tidak seburuk apa yang aku pikirkan," gumamku sendiri.
Ninoninonino ... suara ambulance terdengar sangat kencang, para perawat mengangkat tubuhku ke atas roda dan memasukan ke dalam mobil, mereka memberi CPR memompa dada dan memberi napas buatan tetapi aku tidak dapat merasakan apapun, aku hanya mendengar mereka berbisik tentang keanehan.
Aku merasakan sentuhan jarum suntik menusuk tangan dengan banyak cairan yang masuk. Kemudian tiba-tiba aku tidak mendengar apapun lagi dan semakin gelap.
Krek ...! Cahaya menyorot ke bola mata, aku terbangun di sebuah kamar tidur yang berlumuran darah, terdengar suara pintu depan terbuka, saat kupaksa mengecek pintu ternyata sebuah bayangan berlari menyusuri lorong yang gelap.
Setelah mengejarnya dan tiba di sebuah ruangan yang aneh, seisi ruangan dipenuhi alat sajen, lilin-lilin berbau kemenyan menyala di setiap sudut. Angin tiba-tiba menerjang tubuhku sangat kencang disertai dedaunan kering.
Terlihat seorang gadis kecil duduk membungkuk membelakangiku dengan isak tangis yang menyeramkan dia kemudian bernyanyi, suaranya yang menyeramkan membuat aku merinding dan melihat kearah berlawanan.
'Cicak cicak di dinding, diam diam merayap datang seekor nyamuk hap, lalu di tangkap.'
Mendengar lagu itu aku teringat masa kecil, lagu yang pernah terdengar di dalam kamar kedua orang tua. Tapi dulu sangat menyukai lagu itu saat seusia sekolah menengah pertama, karena rasa penasaranku yang berlebihan, akhirnya aku menghampiri gadis kecil itu dan menyodorkan tangan ke arahnya agar dapat melihat wajahnya.
Saat aku menyodorkan tangan untuk menyentuh bahunya dia mendahuluiku dengan mencengram tangan ini erat, dia melontarkan kata yang tidak senonoh.
"Dasar munafik kenapa kau meninggalkanku, padahal aku telah membuat mereka lenyap," jawab seseorang entah siapa.
Dia kemudian membalikkan tubuhnya dan berubah menjadi sesuatu yang besar dan menyeramkan, dia berteriak sangat kencang hingga semua barang berterbangan dan lilin menjadi padam. Semuanya menjadi gelap dia terus mengenggam tanganku, aku berusaha melepaskanya sambil menangis dan berdoa sangat keras agar dia terbakar seperti kemarin.
Dia melepaskan aku dengan sengaja agar aku terjatuh saat menarik tanganku, aku mundur sangat jauh dan tiba di perbatasan tembok, dia mengahampiriku dengan mata yang menyala, kuku-kukunya semakin memanjang kepalanya menjadi bertanduk dan aku tidak sanggup lagi untuk melihatnya.
Aku memejamkan mata dan berdoa tiada henti, dia mencekik leherku dan melempar tubuh ini menuju sesajen tersebut, kemudian mengikat tubuhku dengan bisikan mantra.
Mengelilingi tubuh dan mengelus-elus kedua pipi dengan membawa sebuah keris, dia berkata. "kau tidak akan pernah mati tanpa seijinku." Dengan cekikikan yang sangat melengking kemudian dia kembali membaca mantra.
"Siapa kau? Lepas ... lepaskan, aku!" pekik suara meneriakinya.
Dia yang sedang membaca mantra tiba-tiba menoleh tepat di hadapanku.
"Aku ... kau lupa aku siapa? Aku adalah Qorin. Temanmu, kau bahkan melupakan aku, inilah wujud asliku yang sesungguhnya. Apakah aku lebih menyeramkan bukan? hahaha ...." dia terkekeh.
"Sekarang aku akan hidup dalam ragamu." dia kembali membaca mantra, suara-suara aneh mulai terdengar.
Dia mengangkat kedua tangannya dan mengarahkan keris itu tepat di dadaku, keris itu dikelilingi api yang sangat panas dan bleasssss, keris itu menancap tepat di jantungku.
Aku menjerit sangat kesakitan, "aaaaaa" tiba-tiba mataku terbuka di sebuah kamar rumah sakit, aku mendengar isak tangis dari balik pintu. Tidak lama kemudian, mereka masuk dengan tangan saling mengikat ternyata mereka adalah orang tuaku.
Mereka sangat kaget ketika melihatku dengan mata terbuka. Ibuku langsung memanggil dokter kembali untuk memeriksa keadaanku.
"Dok! dokter. Lihat anak saya, dok." Ibuku histeris melihat aku membuka mata.
Dokter datang sangat cepat, lalu dia memeriksa keadaanku dengan sangat teliti.
"Syukurlah, anak ibu berhasil melewati masa kritis," kemudian dokter menatap dan berbicara padaku. "Saya pikir kau tidak akan sadar."
"Sudah berapa lama aku terbaring di sini?" sahutku berbicara lemas.
"Cukup lama, hampir 14 jam," dia mulai ngegas
Kedua orang tuaku terlihat lega mendengar kabar itu, mereka berdua saling berpelukan dan mengusap tangis yang tiada henti tersebut.
Menelan ludah berkali-kali serta menebarkan ekspresi benci untuk Ayah dan Ibu di ruang gawat darurat.
Aku, dinyatain udah meninggal. Tapi detak jantung kembali berdetak bersamaan ketika aku terdasar dari mimpi buruk tengah terjadi.
Jauh di dalam dimensi lain. Aku, mati suri. Sejak kejadian itu, semalaman enggak bisa tertidur pulas. Karena kedua bola mata sering mendapati kehadiran sosok makhluk yang keluar dari ruang mayat, dari kolong tempat tidur, bahkan dari dalam kamar mandi.
Bentuknya juga sangat seram. Lebih seram ketika melihat Qorin dalam mimpi itu. Detak jantung yang sempat berhenti, membawaku ke dalak subuah ruang mayat untuk beberapa jam.
Sebelum akhirnya, Qorin membawaku kembali ke dunia ini. Bahkan dia mengatakan kalau dia enggak akan membiarkan aku mati tanpa seizinnya.
Sebenarnya dia siapa? Apa maunya?
Jika ini kutukan, kenapa aku yang mengalami, bukan orang yang sudah memujanya untuk hidup kembali dan mengabdi pada Tuannya.
Pendeteksi denyut jantung menunjukan frekwensi normal dalam hitungan menit. Enggak seperti yang terjadi pada pasien lain ketika mengalami mati suri. Biasanya, menurud dokter. Ketika orang yang sudah mengalami reinkarnasi atu mati suri, mereka enggak bakal mengingat apa yang terjadi ketika berada di alam bawah sadar.
Tapi sepertinya itu enggak berlaku padaku. Kejadian mengerikan itu justru menghantui sampai saat ini. Hingga kepala terasa panas dan hendak mendidih
KAMU SEDANG MEMBACA
KAFIR
HorrorRank 1 Pucat - 15 April 2021 Rank 1 Hening - 17 April 2021 Rank 1 Redaksisalam - 18 April 2021 Rank 1 SalamPedia - 19 April 2021 Rank 1 KAFIR - 19 April 2021 Rank 4 Kelas - 19 April 2021 Rank 1 Pentagram - 28 April 2021 Bu guru POV "Baik anak-anak...