Chapter 18 ( Apakah Aku Gila )

142 19 0
                                    

#Salam_WritingMarathon
#ChallengeMenulis1Bulan
#Day18
#Jumkat: 1818

Beberapa ilmuan yang percaya bahwa alam semesta meluas tanpa batas dan mengklaim adanya dunia lain sama seperti yang kita tinggali, mereka percaya jalan yang menghubungkan kedua dunia ada di suatu tempat, tetapi mereka belum menemukan tempat itu.

Jangan pernah mempercayai apapun dan siapa pun di dunia ini, mereka bersembunyi dibalik jiwa yang tidak berdosa, kau harus banyak berdoa dan meminta pertolongan dari Tuhanmu.

Mereka datang di waktu yang tidak terduga, memasuki jiwa yang tidak berdaya dan kau tidak boleh lengah. Mereka memainkan peran sesuai perintah dari leluhurnya.

Aku memberi tahumu agar kau tidak lengah dan ikut tersesat dalam jera. Topeng yang mereka mainkan sangatlah seram bahkan jika kau membujuknya untuk berdamai kau akan menjadi pengikut setianya.

Aku tidak pernah bisa tertidur pulas, setiap kali aku tidur mereka selalu membangunkan, dengan suara bising dan aku menjadi cemas setelahnya.

Orang tuaku tidak pernah ada di rumah mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing, hidup semata wayang otomatis tidak punya Kakak atau Adik.

Aku selalu sendirian di rumah, setiap kali ingin mencoba menjelaskan kepada orang tuaku mereka malah menyuruhku untuk pergi ke psikitier.

Aku melamunkan itu sepanjang malam tanpa tertidur, hingga aku tiba di perbatasan siang. Mata terus menatap ke arah jendela yang terbuka, angin di pagi hari masuk seolah menyambut lembaran baru dihidupku.

Menebarkan bau embun yang sejuk, tetapi itu hanya sesaat sebelum Qorin datang. Qorin menjengukku di pagi hari dengan darah yang berlumuran di sekujur tubuhnya, dia tidak akan pernah membiarkanku bernapas lega.

Kekhwatiran terbesarku adalah ketika Qorin datang dengan tanduk yang menyala, itu artinya Qorin akan menguasai tubuhku dan ketika dia masuk sesuatu yang buruk akan terjadi dan Itu menjadi di luar kendali.

Setiap kali dia muncul, jantungku rasanya mau meledak dan aku hampir tidak dapat bernapas.

Rasa gemetar dan tergesa-gesa bersembunyi dibalik selimut, seluruh tubuhku bergetar tanpa henti hanya berdoa kepada Tuhan agar dapat melindungiku saat ini.

Qorin masih bertahan dan tak kunjung pergi. Kini, kami dibatasi oleh doa yang sangat kuat. Untunglah Perawat datang lebih awal, dia menyuruhku bersiap untuk terapi. Dia membuka selimut putih dan berkata.

"Hai, Mira. Ayo, siap-siap. Kita akan mengadakan konseling sebentar lagi," ujarnya mengajakku.

Aku membiarkannya membuka selimut, dengan gugup saat melakukan hal yang tidak biasa dan saat aku menoleh, Qorin sudah pergi, "syukurlah dia sudah pergi."

Aku menghela napas sangat panjang.

"Sus, apakah bisa kau terus di sampingku sampai menuju ruangan?" pintaku melas kepada suster agar tidak berpergian ke tempat pasien lain.

Sampai di ruang terapi, aku sangat ketakutan seperti orang gila, padahal suasana saat itu sangat cerah, tetapi bagiku tidak ada siang atau malam, semuanya sama saja menyeramkan. Dokter menatapku tetapi, aku sangat tidak tahu malu dan terus bertingkah.

"Ayo duduk, apakah kamu sudah merasa lebih baik sekarang?" ujar dokter. "Apa yang kamu rasakan sekarang?" tambahnya lagi.

"Tidak ada yang lebih baik, semuanya sama saja!" aku memekiknya dengan sinis.

"Kenapa, kamu marah. Apakah semuanya salah saya? Cepat duduk dan tenangkan dirimu," dokter mulai nyolot agar aku menuruti perkataannya.

Kemudian, aku duduk dengan rasa cemas, Qorin tiba-tiba muncul lagi di pojok ruangan ini, dia menatapku dengan sangat tajam sontak aku menjerit ketakukan dan menangis histeris. Dokter terus berusaha menenangkan agar aku dapat berbicara.

KAFIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang