Chapter 14 ( Calon Tumbal Selanjutnya )

161 22 0
                                    

#Salam_WritingMarathon
#ChallengiMenulis1Bulan
#Day14
#Jumkat: 1005

Meletakkan ayam goreng di atas meja makan. Seraya memanggil para sahabat, kami keluar dengan berbondong-bondong. Sementara kedua orang tuaku telah pergi entah ke mana, yang ada hanya sisa-sisa bekas ban mobil di depan teras rumah.

Aku sedikit memekik "guys, makan yang banyak. Nikmati aja semua menunya."

"Wah, ayam goreng. Sepertinya enak nih," sorak Cindy kegirangan.

"Siapa nih, yang masak?" tanyanya.

"Bibi."

Bukan, itu yang goreng Si Non "sosor Bibi yang datang secara tiba-tiba."

Mereka sedikit mendesah "uch ... keren banget Loe, Mir. Udah bisa bantuin Bibi Loe, lah, gue masih bisa merebut air doang."

Kami tertawa keleh, beberapa menit berlalu telphone-ku berbunyi secara berulang-ulang. Dan panggilan itu datang dari Milan, sepertinya dia sedang menganggu kebahagiaan kami hari ini.

Mir, kok, enggak Loe, angkat "celetuk Megan."

Enggak penting "pekikku mencari alasan."

Emang, siapa? "tanyanya bertubi-tubi."

"Milan."

Milan? Cie-cie ... yang lagi kasmaran "ledek Arumi sedikit ringan."

Suara mobil terdengar dari luar rumah. Ya, itu benar. Aku keluar rumah dan menoleh ke arah kiri, di sana ada mobil berwarna putih.

Ternyata Milan. Dia mengedarkan senyum kecil seraya melambaikan tangan kirinya di udara. Langkah kaki berjalan lebih kencang, sehingga dia sampai di depan pintu rumah dengan sangat cepat.
Lalu, dia bertanya:

"Selamat pagi."

"Pagi," kujawab "Loe, tumben ke rumah gue."

Dia terdiam, sontak tatapannya tajam dan seperti orang yang sedang ketakutan. Aku menyentuh dahinya, mungkin dia sedang sakit.

"Milan, Loe, kenapa? Kok, seperti ketakutan gitu."

Gue, enggak bisa tidur dua hari ini. Hantu itu terus meneror gue "sahutnya ringan."

"Apa ...," teriakku sangat kencang.

Para sahabat berlari menemui kami berdua, kedua tangan menutup wajah dengan air mata yang mengalir sangat deras. Isak tangis juga ambil andil dalam curhatannya kali ini.

Jangan sampai, Milan juga jadi korban tumbal orang tua gue untuk selanjutnya. Ya, Allah ... lindungi dia.

Mir-Mir-Mir, Loe, kenapa "ujar para sahabat."

Milan! Loe, apain sahabat kita "tantang Cindy dan Megan."

Wait-wait, gue enggak ngapa-ngapain dia kok, sumpah! "ucap Milan ketakutan."

"Terus, kenapa dia nangis histeris banget."

Milan hanya menggelengkan kepala saja.

Aku langsung berdiri dan duduk di atas meja makan. Ya, mulut membisu dan tanpa sepatah kata terucap. Sementara Milan dan sahabat yang lainnya berada tepat di sampingku saat ini, seraya menanti alasan kenapa aku sampai menangis histeris.

"Mir, udah dong. Coba bilang sama kita, siapa yang nyakiti Loe," celetuk Megan maksa.

Enggak ada yang nyakiti gue. Mendengar ucapan Milan, kalau dia sedang diteror hantu itu! Gue enggak mau kalau Milan mati bersama arwah yang tadi malam kita lihat "ujarku."

KAFIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang