Chapter 13 ( Dunia Lain )

153 23 0
                                    

#Salam_WritingMarathon
#ChallengeMenulis1Bulan
#Day13
#Jumkat: 1028

Seperti tengah berada dalam sebuah mimpi beberapa hari yang lalu. Ya, sangat persis rungan gelap serta lorong panjang mengajak untuk berjalan sejenak. Memandang ke arah Cindy yang ada di sebelah kini, dia menghela napas panjang berulang-ulang.

"Guys, kalian ikuti gue," ajakku seraya berjalan kecil melintasi kursi kosong.

"Oke," sahut mereka serempak.

Beberapa ruang kosong kami lewati, mengarah kamar mandi yang kala itu mengajakku untuk melihat seputar tarian wanita berbusana adat Jawa, lengkap dengan sanggul dan bunyi alat musik gamelan.

Sesampainya di ruang kamar mandi, kami berjalan mengendap-endap. Langkah terhenti kala melihat tirai berwarna hitam membentang sebuah pintu yang ukurannya dua kali lebih besar, bisa dibilang gerbang menuju sebuah sederetan tumbal dan calon dari tumbal.

Aku, sedikit mendesah "gue, sedikit takut untuk membuka ini. Entar kelihatan ketika gue beberapa hari yang lalu." Kala itu semua pasang mata menatap le arahku berdiri.

"Maksud, Loe beberapa hari yang lalu? berarti Loe, udah pernah ke sini?" pekik Cindy heran.

Aku, menganggukan kepala saja.

Tak lama setelah berbincang, suara gamelan terdengar sangat keras dari balik tirai tersebut. Ya, alat musik yang seperti sedang mengiringi wanita tengah menari masuk melalui telinga kanan dan kiri.

Kala itu, Cindy membuka tirai sedikit.

"Ser—."

Dia, membalikkan wajah dengan spontan.

"Ada apa, Cin?" tanya kami menggumam "apa ada yang aneh."

Guys, seram banget wajah mereka sumpah "gumamnya seperti tengah begidik ngilu."

Ah, kalian sepertinya bercanda sama gue "sosor Megan."

Dia menyingkirkan tubuhku dan Cindy. Sepertinya dia enggak percaya akan kata-kata Cindy. Tangan kanannya membuka tirai tersebut dan menatap beberapa menit.

Yang membuat heran adalah, Megan enggak kunjung menoleh kami. Dia, seperti terhanyut dalam alunan musik gamelan itu.

Kupukul pundaknya perlahan, "Gan, Loe, enggak apa-apa."

"Ih, bising banget sih," dia menepis tanganku spontan.

Karena saking penasarannya, aku ikutan membuka tirai tersebut perlahan. Memandang secara seksama, tampak biasa aja.

Melirik ke arah Megan melihat, sepertinya kedua bola matanya mengarah kanan. Aku pun ikut menoleh ke arah kanan. Benar, para siswi korban tumbal tengah belajar seperti dalam ruangan kelas.

Di sana ada Riska, Nency, dan Aini.

Masih memakai seragam sekolah lengkap, dengan rambut dikepang dua. Mereka sepertinya asik belajar seperti biasa. Tapi, tak ada satu orang pun guru di hadapan mereka.

Kembali menoleh ke arah sahabat di belakangku saat ini.

Astaga! "aku berteriak sedikit tertahan. Rupanya para sahabat enggak ada di posisi semula."

Kembali kupukul pundak Megan "Gan-Gan."

"Apaan sih, Mir."

"Sahabat kita ke mana?" jawabku perlahan.

Dia menolehkan tatapan menuju belakang badan.

Loh, Mir. Mereka ke mana, ya? "dia malah balik nanya."

"Tolong ...,"

Gan, Loe, dengar teriakan itu enggak "celetukku secara tiba-tiba."

"Suara apa, Mir?" tanyanya.

KAFIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang