Chapter 8 ( Indra Keenam )

193 25 0
                                    

#Salam_WritingMarathon
#ChallengeMenulis1Bulan
#Day8
#Jumkat: 1128

Bu Intan POV

Berjalan meninggalkan ruang UKS, seraya mencari sebuah kotak P3K. Di sana tak ada satupun membuatku merasakan kebingungan yang luar biasa, melintasi toilet samping ruang UKS. Menoleh kanan, dan di sana seperti ada siswi tengah menangis lirih, aku berhenti sejenak. Mundur dua langkah menepis rasa takut dalam jiwa, penampakan seperti itu sudah biasa aku saksikan sepanjang mengajar di SMA Gemilang. Kematian demi kematian silih berganti minggu-minggu ini, merenggut jiwa para siwi tak bersalah.

Secara seksama, aku masuk ke dalam sebuah koridor toilet, seraya memastikan bahwa mata salah sudah melihat sosok siswi tengah menangis. Melewati susunan bangku rusak, menatap ke arah pintu dengan banyak bercak merah seperti darah. Ya, ruangan tak terurus sejak sepuluh tahun lalu membuat ketakutan datang secara tiba-tiba.

Beberapa menit berdiri menatap depan toilet, batin seakan berbicara bahwa telah hadir sosok di belakang tubuhku. Tanpa berani menoleh, aku masih fokus dengan posisi awal. Menghela napas panjang berulang-ulang. Seraya membuang ketakutan itu, dalam hitungan ketiga, aku akan membalikkan badan.

Satu, dua, tiga!

"Astaghfirullah, kamu, siapa?" tanyaku gemetar melihat sosok siswi dengan wajah yang sudah tersobek benda tajam.

"Bu ... ikut saya."

"Ikut kemana? saya, enggak mau ikut kamu!"

"Saya, tersiksa. Berikan kehidupan yang layak!"

Saking takutnya, aku langsung pergi keluar toilet.

Tanpa sengaja, aku menabrak para siswi yang masih berjalan di luar. Napas ngos-ngosan. Seraya keringat tak mau berhenti mengalir.

"Auh, Ibu, kenapa? kok, seperti dikejar hantu gitu?" tanyanya heran.

"Itu! itu!" tunjukku mengarah toilet dengan gemetar tak mau berhenti.

"Iya, Bu! itu, apa?" sahutnya kebingungan.

"Hantu! ada, hantu di sana!"

"Ah, siang-siang mana ada hantu, Bu!" sahutnya tak percaya.

"Dia, datang!" jawab Mira, tertahan.

"Dia? dia, siapa, Mir?" tanya Cindy dan Arumi.

"Qorin!"

"Qorin?" tanyaku dengan heran, seraya membuka kembali kejadian beberapa tahun lalu yang sangat menggemparkan SMP Tunas Bangsa, dengan meninggalnya seorang siswi bernama Qorin di Villa.

"Apakah, dia bangkit lagi?" tanyaku bertubi-tubi.

"Ya."

"Mir, gue merinding banget deh, gimana kalau kita pergi aja dari sini," pekik para sahabat ketakutan, sepertinya mereka juga merasakan kehadiran Qorin di sebelah tubuh mereka.

Mira POV

Dengan menggandeng tangan para sahabat serta Bu guru, kami berlari meninggalkan depan toilet itu, takutnya akan ada satu nyawa lagi melayang bersama dengan bunyi lonceng kematian selalu terdengar di telingaku. Mengendarai mobil milikku, kami berlima melaju dan hendak mengantar Bu Intan sampai rumah.

Aku takut, dia akan pergi bersama arwah yang ada di sampingnya tadi. Pandangan tak lagi fokus, kulihat tengah ada seorang siswi melintas di depan mobil milikku.

"Tidak ...," teriak kami serempak.

Gas yang kala itu aku injak, berhenti seketika. Menabrak siswi di jalan lintas dekat dengan lampu merah kota. Para sahabat dan Bu guru saling melirik ke wajahku, mungkin mereka takut keluar. Namun, suasana di sekitar jalan raya sunyi. Kabut putih datang secara bersamaan dengan tertabraknya seorang siswi.

KAFIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang