Chapter 4 { Milan }

356 31 2
                                    

#Salam_WritingMarathon
#ChallengeMenulis1Bulan
#Day4
#Jumkat: 1292

Milan POV

Di hari minggu, waktu cuci motor, aku mendengar bel berbunyi, karena dipijit oleh tamu. Aku teriak manggil Si Bibi untuk meladeni tamu itu.

Kebetulan, hari itu, di rumah, hanya ada aku dan Bibi. Ayah, Ibu, dan adik bungsuku sedang pergi ke Jakarta untuk menghadiri resepsi pernikahan.

Si Bibi bergegas menemui tamu itu, lalu balik menemuiku yang sedang sibuk tuk membersihkan ban motor.

"Den, ada tamu," katanya "buru gih, Dia nunggu."

"Hmmm ... siapa sih, Bi?" balasku "mengganggu saja deh."

"Hus, nggak boleh gitu. Dia gadis cantik."

Aku, kaget dan heran. Tak biasanya jam segini ada cewek yang nyari aku, apalagi saat ini sedang jomblo sejati.

Kulangkahkan kaki sedikit kencang, dengan lap saat itu sengaja aku bawa di atas pundak. Sesampainya di depan pintu rumah, tidak ada siapa-siapa.

Kugaruk kepala sambil menoleh kanan dan kiri, memang tak ada siapa-siapa.

Putar balik, dan melangkah lagi menuju motor yang masih ada Si Bibi berdiri di sana. Wajah pucat menyertai rupaku kali ini, berpikir bahwa itu adalah perbuatan orang iseng yang mau mengganggu di siang hari ini.

"Loh, kok, baliknya cepat?" dia nanya "pasti, Aden usir, kan tamunya?"

"Usir apaan, Bibi ngaco deh. Nggak ada siapa-siapa juga," pekikku marah "mungkin hantu kali yang datang," omelku lagi.

"Hus, siang-siang mana ada hantu, Aden ..." dia mulai ngegas "ta-tapi, tadi bibi lihat kok, ada anak gadis seusia Aden, berdiri di pintu rumah dan mencari. Dia, pakai pita warna merah."

Nggak ada, Bi ... "sosorku memotong pembicaraan."

Ya, sudah deh, kalau gitu. Bibi lanjut masak lagi, nanti ikan di dapur gosong "jawabnya sambil berlari terburu-buru."

Siapa sih, yang dimaksud Si Bibi tadi. Bikin penasaran saja, atau dia memang hantu, ya? Tapi, ini masih siang. Nggak mungkin hantu munculnya siang begini.

Perut mulai keroncongan, kulangkahkan kaki menuju dapur. Sengaja lewat pintu belakang seraya mencari makanan yang sudah terhidang, kebiasaan nakal seperti ini memang aku lakukan setiap hari, nggak bosan untuk mengagetkan Si Bibi yang lagi fokus masak. Memasuki ruang dapur tak ada satu orang pun di sana, yang ada hanyalah suara percikan air keran dari dalam kamar mandi.

Saking penasarannya. Aku, masuk ke dalam kamar mandi dan kutoleh ke arah bak mandi. Luapan air itu membuat sedikit banjir seisi ruangan, menekan dan memberhentikan mesin pemompa air aliran menuju pipa tampak aneh, luapan itu berubah menjadi sedikit kekuningan. Kupandang secara detail, dan sekarang menjadi kemerahan seperti darah segar tengah mengalir begitu saja.

Tubuh mulai merunduk jongkok, melirik arah saluran pipa dan mengintip lubang gelap gulita. Tampak sebuah cahaya putih ada di sana, semakin dekat seperti sedang berjalan menuju mataku saat ini.

"Tidak ...," teriakku "itu, seperti bola mata manusia. Ta-tapi, kok, lepas di sana."

Ruangan menjadi gelap gulita, lampu tiba-tiba mati dan tubuhku masih duduk di atas lantai kamar mandi. Suara desik muncul berulangkali, kupandang langit-langit ruangan tak ada yang mencurigakan. Sontak tubuh bangkit dan keluar dari kemar mandi dengan cepat, berlari menuju ruang tamu dan menabrak Si Bibi yang sedang menyapu.

"Den, kok, lari-lari gitu?" katanya "lihat nih, sampai keringatan. Hayo, lagi ngerjain bibi, kan?"

Aku, menarik napas panjang berulang-ulang.

KAFIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang