Bab 2

1.3K 96 66
                                    

Dunia sedang dilanda bencana, bencana yang seakan entah kapan berakhir, belum ada titik temu atau pun solusi yang pas akan masalah global ini.

Pandemi Covid-19. Sebuah virus yang menyerang sistem pernafasan manusia, penularannya yang begitu cepat hingga kita semua harus menjaga jarak satu dengan yang lainnya.

Beberapa negara mulai memutar perekonomian agar mereka tidak mengalami kemiskinan yang kemungkinan akan melanda, karena dibatasi segala aktivitas berkerumun. Banyak juga perusahaan yang memberhentikan para karyawan untuk tujuan mengurangi jasa yang akan dikecilkan guna memutar anggaran dana perusahaan.

Beruntungnya Naura tidak mengalami itu. Gadis manis berperawakan Sunda Bandung itu diberi pekerjaan jarak jauh oleh perusahaannya, dan ia dipulangkan ke rumahnya. Naura awalnya tidak ingin pulang, karena menurutnya jika harus pulang, ia mungkin akan kurang disiplin dalam bekerja. Tentu saja karena faktor pendorong malas di rumah lebih besar dari pada bekerja secara oflline.

Seperti kali ini, Naura sudah tertidur lelap, di atas meja dengan kedua tangan sebagai bantal. Artikel yang lupa ia kerjakan dan baru tahu ketika menerima pesan dari partner kerjanya, yaitu Siti Nurhasanah sekaligus teman kos di Jakarta.


Jam weker di samping meja sudah menunjukkan pukul 20.30, sudah 4 jam lebih Naura tertidur.

Kanapa Naura baru menyelesaikan artikel bertemakan Role Model dan Keterlibatan Insan Perusahaan dalam Transformasi 4.0 tepat pukul 17.46 dan saat itu juga Naura yang sudah tidak dapat menahan kantuknya, terlelap begitu saja.

Menulis sebuah artikel bukanlah sesuatu hal yang mudah. Banyak hal yang perlu diriset. Terkait materi, sumber materi, pengolahan kata setiap paragaraphnya atau pun beberapa objek gambar yang akan dicantumkan. Semua itu perlu adanya kesabaran dan pemahaman serta sudut pandang yang luas.

Nasya selaku Bunda dari sudah beberapa kali bolak balik masuk ke dalam kamar putrinya untuk membangunkannya. Tapi nihil, Naura enggan bangun. Wajah putrinya itu masih saja terlelap walau dirinya sudah berteriak. Seakan putrinya itu baru saja melakukan kerja paksa. Utung saja sang Bunda sudah memahaminya. Mencari dan mengolah kata yang akan dipajang di web perusahaan di mana putrinya bekerja bukanlah suatu hal yang mudah.

Brak!

"Naura bangun! Putriku!"

Tubuh Naura perlahan bergerak. Mungkin tidur yang telah ia lalui sudah cukup untuk memenuhi tubuhnya istirahat. Ia membangunkan tubuhnya, mata yang masih cukup lelah perlahan terbuka, bulu mata lentiknya kian menjauh dari kantung matanya. Bola mata hitam itu perlahan menangkap gambar tubuh manusia yang tengah berdiri di hadapannya.

"Kamu ini! Tidurnya kurang lama. Kenapa gak sampe sahur aja!" ujar Nasya. Dirinya perlahan berjalan lalu duduk di pinggir kasur putrinya.

"Huamm ... Bunda ih kenapa gak bangunin dari tadi sih ...." Racau Naura, ia hanya bercanda.

"Enak aja kamu ngmong gitu, Bunda udah bangunin kamu ya. Kamunya aja udah kaya koala lagi tidur. Pules betul. Dan juga kamu gak sholat Ashar sampe Isya lagi, ya kan?"

Naura yang kini sudah dapat jelas melihat raut wajah bundanya yang tengan mengomel, terlihat lucu.

"Aku lagi dapet Bunda, makannya aku jojong aja tidur terus. Walau Bunda udah teriak-teriak udah kaya bangunin anak balita aja." Diakhir dengan Naura yang tertawa, akan tetapi tawa itu perlahan memudar. Ia salah bicara. Seharusnya ia tak mengatakan yang sebenarnya.

Kini wajah bundanya perlahan berubah, menatap kesal dan tatapannya sangat menyeramkan.

"Udah bunda, aku mau mandi dulu, mending bunda keluar deh." Naura langsung berdiri. Ia menarik kedua tangan Bundanya lalu menggiring bundanya keluar dari kamarnya.

"Mau ngapain mandi?"

"Yah mandilah bun, masa iya, besok aku nggak puasa." Naura menaikkan kedua alisnya.

Klek

Naura menutup pintu kamarnya, Ia berucap syukur. Beruntung dirinya tidak terkena ocehan lebih akibat kecerobohan dirinyaa. Naura pun berjalan dan masuk ke dalam kamar mandi, untuk bersuci diri.

***


Pukul 03.00 pagi. Saatnya sahur pertama bagi seluruh umat muslim diseluruh dunia. Tentunya waktu sahurnya berbeda beda, karena berbeda belahan bumi dan juga rotasi bumi. Naura yang kini sedang melahap ayam semur yang didapat dari acara penyambutan bulan puasa di masjid, karena sebagai tanda irit atau hemat pengeluaran, dari pada dibuang lebih baik dihangatkan lalu dimakan kembali.

"Inget Naura, ikut kajian setelah sholat Subuh," ucap Atha disela makannya.

"Kalau lagi makan jangan ngomong, Yah," balas Naura.

"Ayah sudah selesai."

Naura menatap Ayahnya yang kini benar-benar sudah selesai makan. Padahal tadi masih ada beberapa nasi yang terletak di piring ayahnya.

"Ayah duluan ke masjid. Inget Naura, sholat ke masjid dan ikuti kajian. Bunda jangan lupa bawa anakmu," jelas Atha tegas.

Naura menatap bengong ke arah Ayahnya. "Yah masih jam setengah empat. Waktu subuh masih satu jam lagi."

"Emang salah ke masjid jam segini?"

Naura terdiam, tidak ada yang salah sebenarnya. Akan tetapi waktu subuh masih lama. Naura melirik ke arah Bundanya.

"Ayahmu pengen ngaji di masjid. Pengan ngelakuin hal lebih karena pahala di bulan ramadhan ini bisa lebih banyak di banding bulan yang lain. Coba si Yah kamu ya bok jelasin gitu keinginan kamu, jangan terlalu sering cuek-cuek kentut ke anak sendiri," ujar Nasya, ia menatap suaminya yang tengah menatapnya tajam.

"Ooooo begitu ....," ucap Naura. Ia mengulum senyum dibibirnya. Ternyata Ayahnya ini tidak pernah berubah dari dulu.

"Terserah. Intinya Naura kamu jangan sampai tidur lagi. Langsung ke masjid." Atha bergegas berjalan keluar dari rumah dengan pakaian yang sudah rapi di tubuhnya.

Naura hanya mengiyakan dan melanjutkan acara makannya. Setelah selesai makan, ia membereskan piring makannya. Dan beranjak pergi untuk mencuci piring lalu kembali ke kamarnya. Naura merebahkan tubuhnya. Hawa yang dingin membuat dirinya mengambil selimut tebal lalu membenamkan dirinya kedalam selimut tersebut.

Ketika matanya ingin memejam suara keras membuat dirinya membuka kembali mata kantuknya itu.

"Naura! Jangang Tidur! Siap-siap ke Masjid!"

30 menit kemudian, Naura sudah siap dengan pakaian mukena dan sajadah di tangan kanannya.

"Allahu akbar Allahu akbar"

"Allahu akbar Allahu akbar"

"Udah Azan tuh, ayo kita berangkat." ajak Nasya.

"Iya bunda."


***


Saat perjalanan menuju masjid, Naura tak sengaja bertemu dengan Dinda yang juga sama ingin pergi ke masjid. Dinda Lolita adalah teman sebaya Naura yang sama - sama belum menikah di usianya yang sudah matang. Naura dan Dinda, mereka hanya terpaut beberapa bulan, dengan Dinda yang lebih tua.

"Itu yang Azan siapa? Suaranya merdu banget," tanya Naura pada Dinda. Kini mereka berjalan bersampingan.


Dinda memasang indra pendengarannya secara jelas.

"Asholatu khairum minannaum."

"Asholatu khairum minannaum."

"Nggak tahu, kayak baru pertama kali denger suara azan kaya gitu," ungkap Dinda yang memang tidak tahu, mengenai siapa yang mengumandangkan Azan.

"Masa si, yang sering disini masa gak tahu siapa yang adzan."

"Dikira gue setiap adzan subuh bangun kali ya," cecar Dinda, ia menatap sinis ke Naura.

"Hahahah adzannya bagus soalnya merdu."



Tak berlangsung lama, mereka akhirnya tiba di masjid, Naura yang sudah wudhu langsung meluncur ke shaf wanita disusul Dinda di sampingnya. Dinda terlebih dahulu sholat Qobliah subuh, karena dua rakaat fajar


sholat Sunnah Qobliyah subuh lebih baik daripada dunia dan seisinya.

Tak berlangsung lama, waktu Iqamah pun berkumandang. Lagi-lagi Naura tertegun dengan lafal yang diucapkan oleh salah satu pria di depan sana. Suara yang tampak terdengar menyentuh dan memiliki intonasi sendiri. Memiliki sesuatu yang membuat ingin di dengar secara berulang-ulang.

"Allahuakbar."

Takbir sholat subuh sudah diucapkan. Waktu sholat subuh terlaksana dengan khusyuk. Imam adalah Pak Atha, ayah Naura sendiri yang merupakan salah satu tokoh penting di tempatnya. Naura masih terdiam, ia belum mengucapkan takbir, ia masih memandang sajadah di bawah sana. Seakan dirinya merasakan sesuatu yang hangat dan tenteram melanda hatinya.



<•>


Keputusan (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang