Semuanya terasa hampa dan kosong, hatinya tidak lagi berpenghuni. Hati Titania kini seperti mati, tidak peduli apa dan bagaimana tanggapan orang-orang. Intinya, dari awal dirinya berpacaran dengan Bara dan hingga berakhirnya hubungan mereka hanya Rafael dan Gio yang tahu.
"Udahlah, jangan sedih gitu."
Ucapan Gio tidak berefek apa-apa pada patah hati terbesar yang pernah Titania dapatkan. Ia mengakhiri segalanya, mengakhiri kebahagiaan sekaligus kesengsaraannya. Seharusnya ia senang, tetapi kenapa hatinya seolah tidak terima.
Apa yang harus dilakukan? Ia tidak ingin lagi mengemis pada Bara yang sudah mengatainya hal yang tidak-tidak. Titania sejenak sadar untuk membenci, namun detik berikutnya ia seolah ingin memaafkan Bara.
"Cukup, Ta!"
Titania yang memang sedang melamun terkejut setengah mati mendengar teriakan dari Gio, "apa sih anying?! Ngagetin aja!" kata Titania membuat Rafael menahan tawanya karena Gio terkejut dengan ucapan Titania.
Hubungannya dengan Bara sudah berjalan selama satu tahun lebih, namun ia tidak menyangka akan berakhir seperti ini. Pagi tadi, ia melihat Bara berboncengan dengan seorang gadis yang tentu saja di kenali Titania. Gadis yang dulu memohon-mohon padanya agar tidak mengganggu hubungannya dengan Piyan, dan sekarang dia berjalan dengan Bara.
Dunia selalu memperlakukannya dengan buruk. Seperti itulah yang sering Titania katakan pada diri sendiri, ia tidak pernah tahu jika Audrey berselingkuh dengan Bara yang mana dulu adalah kekasihnya. Dan dengan bodohnya ia membantu Piyan agar lepas dengan Audrey, yang artinya ia juga putus dengan Bara.
Stop it!
Jangan terlalu memikirkan Bara, atau kau akan gila! Titania tersadar dan tak lama kemudian seseorang datang bersama wali kelas memasuki kelas. Suasana yang tadinya ramai mendadak sepi karena sang guru memulai pembicaraannya.
"Hari ini kita kedatangan siswa baru yang mana akan berada di kelas kita hingga lulus nanti, silahkan perkenalkan nama kamu."
"Terima kasih, Bu."
Seorang cowok dengan tinggi ±173 sedikit maju ke depan dan memperkenalkan diri, Titania hanya diam saja mendengarkan dia berkenalan. Sedangkan cewek-cewek lain terdengar berbisik-bisik tentang cowok yang ada di depan.
"Saya Alvaro Narendra dan sebelumnya saya bersekolah di SMA Merah Putih. Sekian dari saya wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."
Perkenalan gitu doang, pasti biar kita penasaran.
Nggak apa-apa, yang penting good looking.
Kalau jelek bantai, haha
"Sudah, sudah ... silahkan duduk di samping Titania, hanya dia yang duduk sendirian. Kamu nggak keberatan kan, Ta?"
Dih, sama cabe. Hati-hati lhoo...
Bisa-bisanya, sama gue aja kenapa woy!
Jangan sama dia, galak.
Ucapan wali kelas membuat Titania mengangguk sekali, suasana hatinya sedang tidak baik. Ia tidak ingin berbicara lebih panjang jika menolak, cowok itu melangkah mendekat dan menaruh tasnya di kursi yang kosong di sampingnya.
"Gue nggak apa-apa kan duduk di sini?"
Titania menoleh dan mengangguk.
"Ya sudah anak-anak, ibu pamit dulu. Kalau guru mapel belum hadir, coba ke ruang guru cari ya. Jangan malas-malasan," kata Bu Indah yang langsung diiyakan satu kelas.
Titania menyandarkan kepalanya pada tembok yang ada di sampingnya, cowok itu tampak memperhatikannya. Titania yang tersadar pun menoleh dan mendapati cowok itu menatapnya dengan tatapan yang tidak gadis itu mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Troublemaker
Teen Fiction- Karena hanya sampah yang mau menerima sampah - *** Disayangi oleh orang yang disukai bukankah hal yang menyenangkan? Lalu, bagaimana jika dibenci oleh orang yang disukai? Bahkan, sampai bunuh diri dan hampir mati saja dia tidak peduli. Bagaimana...