Hari masih pagi tetapi Titania sudah sampai di sekolah dan mendapatkan sambutan yang luar biasa. Bisik-bisik suara mereka benar-benar membuat Titania hanya bisa menghela napas panjang, sebenarnya ia tidak terlalu memikirkan ini hanya saja akhir-akhir ini pikirannya menjadi sangat sensitif dan membuatnya selalu berpikir meskipun hal itu tidak penting.
"Gatel banget sih jadi cewek."
"Tahu tuh, ganjen sama semua cowok."
"Berbakat jadi cabe-cabean."
Titania yang mendengar hal itu saat ia lewat pun menjadi risih, apa yang salah dengan dirinya? Ia merasa tidak melakukan kesalahan apa pun hari ini, kenapa mereka malah seperti itu? Bukannya ia terlalu percaya diri, tetapi mereka memang berniat mengatainya.
Titania berjalan lurus mengabaikan orang-orang yang berpendapat tentangnya, gadis itu mencoba tenang dan berjalan lebih dahulu karena ada Alvaro di belakangnya. Kenapa ia menghindari Alvaro? Karena ia tidak ingin berada di dekat cowok itu.
Selain berbahaya, ia juga masih sayang pada jantungnya yang bekerja dua kali lebih cepat dari biasanya saat berada di sekitar cowok itu. Titania berjalan dan saat di belokan ia melirik Alvaro yang berjalan dengan sambutan kata-kata manis dari para siswi yang ada di koridor.
Remahan keripik dan berlian memang berbeda ya, saat ia lewat beberapa hal pedas keluar dari mulut mereka sedangkan saat Alvaro lewat mereka memujinya. Eh- apa barusan Titania mengumpamakan Alvaro dengan batu cantik itu? Ah sudahlah!
"Ta!"
Titania mengabaikan panggilan dari Alvaro, dan beberapa orang mengomentari dirinya yang sombong karena mengabaikan seorang Aidan. Gadis itu mengusap wajahnya dan berbalik menatap Alvaro yang berlari kecil menghampirinya.
"Selamat pagi!"
Titania mencoba sabar dan menjawab sapaan dari Alvaro dengan malas. Gadis itu segera berjalan kembali, beriringan dengan si tampan yang sekarang menjadi pujaan seluruh siswi yang ada di sekolahnya.
"Gue jadi Titania udah salto anjir."
"Gue kalau jadi Titania mau jalan sambil kayang, disamperin sama Alvaro. Mimpi apa gue bisa lihat makhluk setampan itu ya Tuhan."
"Jangan dekat-dekat gue nggak mau diserang fanatik lo," ucap Titania yang malah membuat Alvaro semakin mendekat ke arahnya. Titania menatap Alvaro tidak percaya. "Gue nggak mau diserang fans gila lo!"
"Alvaro, Titania cantik banget ya?"
Mulut siapa yang bertanya seperti itu di tengah-tengah koridor seperti ini, alih-alih mengabaikannya Titania malah menatap Alvaro membuat tatapan mereka beradu.
Alvaro tersenyum dan melirik ke arah orang yang berbicara padanya tadi. "Iya cantik banget, makanya gue suka."
What the hell?
***
Titania tidak henti-hentinya merutuki kebodohan Alvaro yang menyatakan bahwa dirinya menyukai seorang Titania di tempat umum, karena apa?! Mereka semua heboh dan berbisik-bisik tentangnya, bisa tidak mereka diam dan membiarkannya tenang?
"Psstt, jangan melamun bego! Ntar lo dipanggil repot," kata Rafael yang saat itu berbaris di belakangnya, saat ini dirinya memang sedang berada di mata pelajaran olahraga.
Perkataan Rafael membuat Titania tersadar dan memperhatikan guru itu dengan baik, guru itu menjelaskan beberapa teknik yang dipakai dalam permainan bola basket membuat Titania mendengus kecil. Gadis cantik itu enggan jika bermain bola basket, karena dirinya memang tidak bisa.
"Sekarang kita menuju lapangan basket," kata Pak Liam. Setelah membubarkan barisan, mereka segera berjalan menuju lapangan basket. Titania berjalan seorang diri karena Rafael dan Gio sedang bersama teman-teman cowoknya.
Seseorang menghampirinya, Titania menoleh dan berdecap ringan. Untuk apa dia menghampiri dirinya?! "Ngapain?"
"Nggak ngapa-ngapain, kenapa?" katanya malah berbalik tanya.
Titania mendengus kecil mendengar ucapan dari Alvaro. Gadis itu memutar bola matanya malas dan segera berjalan lebih dulu dengan langkah cepat. Pada dasarnya langkah kakinya yang tidak terlalu panjang membuatnya lebih mudah disusul oleh Alvaro yang memang cukup tinggi dan memiliki kaki yang panjang.
"Ngapain sih ngikutin?"
"Ngikutin siapa? Gue disuruh ke lapangan juga, emang lo doang yang mau olahraga? Gue juga," ujarnya membuka pintu yang di dalamnya terdapat lapangan bola basket.
Titania hanya mendengus dan segera masuk saat Alvaro membukakan pintu. Alvaro melihat gadis itu seperti dalam suasana hati yang buruk pun berjalan mendekatinya. "Lo kenapa sih?"
"Apa?"
"Lo nggak mood ya?" tanya Alvaro membuat Titania berdecak malas dan duduk membelakangi Alvaro. "Gue minta maaf kalau gue salah," katanya lagi.
"Lo pikir dengan lo minta maaf kuping mereka yang udah dengar ucapan lo bakalan lupa sama apa yang mereka dengar? Enggak kan? Percuma," katanya membuat Alvaro menatap Titania dengan tatapan yang sulit diartikan. Iya, pria itu berada di depan Titania sekarang.
"Gue cuma menyampaikan apa yang ada di isi hati gue, Ta. Salah ya?" katanya tidak memedulikan orang yang disekitar seolah-olah dirinya hanya bersama Titania sekarang ini.
Teman-teman sekelas mereka hanya menonton dan diam melihat drama di depan mereka ini. Titania yang bungkam dan menatap Alvaro tidak percaya sekaligus mencari kebohongan di mata pria itu dan sialnya Titania tidak menemukan kebohongan di dalam manik mata indah milik cowok tampan di hadapannya.
"Percaya atau nggak, gue udah suka sama sebelum kita bertemu di sekolah ini. Semoga itu bisa menjadi pertimbangan buat lo, maaf kalau bikin lo nggak nyaman."
***
"Saya akan bubarkan kalian setelah tiga orang ini bisa memasukkan bola ke dalam ring!"
Sial.
Titania merutuki gurunya dalam hati, hari sudah mulai panas dan dirinya masih berdiri di lapangan berusaha untuk memasukkan bola ke dalam ring. Apa lagi teman-temannya mulai menatap orang-orang yang berada di tengah lapangan dengan tatapan jengkel membuat Titania menghela napas panjang.
"Pak kita mau istirahat, masa cuma gara-gara mereka kita nggak istirahat sih?!"
Titania benar-benar muak dengan cewek yang memakai bando itu, mentang-mentang dia bisa memasukkan bola ke dalam ring dengan cepat membuatnya protes ini itu.
"Kalau Titania bisa memasukkan bola, kalian bisa istirahat. Silahkan barang kali ada yang mau bantu," ujar Pak Liam.
"Kenapa harus gue coba?" batin Titania.
Alvaro berdiri membuat Titania menatap cowok itu dengan tatapan bingung, untuk apa cowok itu bangun? Alvaro menghampirinya. "Mau apa?" tanya Titania dengan ketus.
"Lo harapan satu-satunya kita bisa istirahat, ayok gue bantu. Nih pegang bolanya," kata Alvaro dan mengajarkan teknik mendorong bola dengan keras dan terarah. "Lo hanya perlu percaya dan lihat gue, oke?"
Titania mengangguk dan mendengarkan penjelasan Alvaro.
"Yok!" teriak Alvaro membuat Titania mencoba mendorong bola itu dan-
Gotcha!!
"AKHIRNYA!!!"
Entah kenapa melihat teman-temannya senang membuatnya cukup bahagia dengan pencapaian ini, sebenarnya jantungnya sudah menggila saat tangannya tidak sengaja bersentuhan dengan cowok itu.
Titania berhasil memasukkan bola ke dalam ring, sedangkan Alvaro berhasil membuka hati Titania. Bukankah itu menyenangkan?!
***
[ 22 April 2021 ]
KAMU SEDANG MEMBACA
Troublemaker
Teen Fiction- Karena hanya sampah yang mau menerima sampah - *** Disayangi oleh orang yang disukai bukankah hal yang menyenangkan? Lalu, bagaimana jika dibenci oleh orang yang disukai? Bahkan, sampai bunuh diri dan hampir mati saja dia tidak peduli. Bagaimana...