24. Hancur

396 39 0
                                    

Kalau sudah bahas masa depan ujungnya putus tengah jalan, mau sedih apa mau ketawa?

-Titania-

***

Titania menatap lurus ke depan, di mana Audrey menghadangnya dengan beberapa orang di kanan kiri gadis itu. Titania berdecak malas, ini terlalu pagi untuk ribut. Ia celingukan, masih sepi dan ia menyesal telah datang lebih awal.

"Lo udah pernah ngerusak hubungan gue, dan sekarang lo harus terima akibatnya."

Audrey merebut ponsel yang ada di tangannya membuat Titania terkejut, di sisi lain kedua orang yang menemani Audrey kini memeganginya. Sialan!

Audrey berlari kecil menggambil sebuah batu besar yang ada di samping parkiran. Hal ini membuat Titania membulatkan matanya tidak percaya, ia tidak percaya Audrey akan nekat seperti itu.

Batu itu dipukulkan pada ponsel Titania hingga benda itu mengeluarkan serpihan, Titania hanya diam saja melihat hal itu. Tangan gadis itu mengepal, Audrey tampak senang melakukan hal itu.

"Harusnya lo mohon-mohon ke gue buat berhenti lakuin itu, sayangnya lo ikhlas aja kayaknya. Yaudah yuk cabut," kata Audrey dengan enteng, Titania hendak menghampiri ponselnya hanya saja sebuah suara menginterupsinya.

"Kenapa kamu diam saja?"

Titania menoleh dan mendapati salah satu guru BK tengah berdiri menatapnya dan ponsel itu bergantian. "Nggak apa-apa, Bu. Mungkin dia nggak suka sama saya."

"Coba hape kamu bawa sini, Ibu yang akan panggil dia. Kamu tenang saja, ibu pastikan dia ganti ponsel kamu."

Titania mengambil ponsel yang sudah hancur. "Nggak usah, Bu. Saya masih bisa beli sendiri kok, dia cuma khilaf."

"Nanti dia bisa merugikan banyak orang, ibu tidak mau dia seperti itu. Sini biar ibu simpan," kata Guru BK yang diangguki oleh Titania.

"Makasih ya, Bu."

Setelah guru BK itu pergi, Titania melangkahkan kakinya ke kelas. Sebuah tangan menyentuh pundaknya, gadis itu melirik ke arah cowok yang tengah tersenyum padanya.

"Kok nggak bisa dihubungi, hp lo ke mana?"

"Di BK."

Alvaro terkejut mendengarnya, cowok itu beralih berjalan mundur di hadapan Titania membuat gadis itu terkekeh. "Lo ketahuan nonton yang enggak-enggak ya?"

"Enak aja!"

**

"Jadi, kenapa kamu sampai merusak barang orang lain?" kata Bu Hanin menginterogasi gadis di hadapannya dengan tatapan menusuk. Ia jengkel melihat anak muridnya yang bisa bertindak kasar hingga merusak barang orang lain.

"Itu fitnah, Bu."

Bu Hanin mengangkat sebelah alisnya. "Fitnah kamu bilang? Setelah saya lihat kamu hancurin hape itu pakai batu, kamu bilang Fitnah?!"

"Bu, dia duluan yang mulai. Dia siram saya, Bu. Dia mempermalukan saya di depan orang-orang," kata Audrey.

Bu Hanin menghela napas panjang. "Kamu pernah bayangin nggak sih? Kalau sesuatu yang kamu rusak itu adalah sesuatu yang penting buat Titania? Gini deh, kalau kamu di posisi dia. Gimana?"

"Tapi dia yang mulai, Bu."

Tangan Bu Hanin terulur mengambil sebuah amplop berwarna cokelat. "Besok ayah dan ibu kamu ke sini ya, sekalian ganti rugi barang yang sudah kamu hancurin seperti ini."

"Bu, jangan dong Bu. Jangan bawa-bawa orang tua saya," kata Audrey.

"Oke, besok saya tunggu ponsel dengan merek dan tipe yang sama seperti ini. Kembalikan pada Titania dan meminta maaf," kata Bu Hanin mutlak.

"Baik, Bu."

Audrey terus menerus menggerutu karena ia harus mengembalikan ponsel Titania dalam keadaan utuh dan seperti semula. Jika ia tahu akan seperti ini, ia tidak akan melakukan itu. Uang jajannya akan berakhir sebentar lagi.

"Sial, gue harus gimana coba?"

"Lagian lo bisa-bisanya nekat hancurin hape itu cewek, Drey. Kan panjang urusannya," kata salah satu gadis yang ikut dengan gadis itu.

"Diam lo, bacot."

Gadis itu menghentak-hentakkan kakinya mendengar ucapan Audrey, semakin lama ia semakin tidak dihargai. "Lagian lo kenapa dendam banget sama dia?"

"Gue pernah dibuat malu sama Titania, gue nggak terima. Gue harus balas dendam, dia juga udah buat hubungan gue sama Piyan hancur."

"Bukannya lo yang selingkuh dari Piyan? Kenapa nyalahin Titania."

"Berisik lo!"

***

"Kok masih mau sama anak haram ya?"

"Ih tau tuh, cantik sih- tapi kalau anak haram ya sama aja."

"Anak pelakor, jangan-jangan Alvaro juga didapatin dari ngerusak hubungan orang."

Kalimat terakhir benar-benar menohok keduanya, baik Alvaro maupun Titania. Dipikiran Alvaro, Titania tidak tahu menahu tentang hubungannya dengan Raina. Sementara, dipikiran Titania teringat dengan gadis yang menemani Alvaro saat sakit.

Apakah perkataan itu benar?

Semoga saja tidak.

"Jangan didengarkan ya," bisik Alvaro dengan riang pada telinga gadis itu membuat Titania mengangguk mengerti dan senyuman tercetak jelas di bibir gadis itu.

"Sebentar lagi ujian," kata Titania.

Alvaro mengangguk mengingat hal itu, mereka sudah kelas dua belas. Semua itu akan menjadi lega setelah ujian telah dilewati. "Lo mau lanjut kuliah di mana?"

"Belum dipastikan, gimana sama lo?"

"Belum tahu, kalau bisa ikut lo aja. Jadi, kita bisa sama-sama terus. Kan keren tuh, pacaran semenjak SMA sampai ke jenjang selanjutnya terus ke pernikahan," kata Alvaro.

"Lo yakin banget? Kalau lo tergoda sama cewek lain gimana? Ntar gue ditinggal, sendirian. Nggak tau deh-"

"Ssstt, kok ngomongnya gitu? Nggak percaya sama gue? Kan gue sayang sama lo, masa gue tega. Nggak mungkin kan? Udah, jangan ngomong ngawur."

Titania mendengus. "Perasaan orang bisa berubah kapan aja, kan? Gue juga nggak mau terlalu berharap banyak sama lo," katanya.

"Duh sakit banget ati gue, Ta. Percaya nggak sih kalau gue sayang sama lo? Gue nggak mungkin pindah ke lain hati, ya- bisa dikatakan kalau gue cinta mati sama lo."

"Udah deh, nggak usah bawa-bawa cinta mati kalau gue mati juga lo cari lagi," kata Titania terus mencibir ucapan Alvaro.

"Berisik ah, cepat ke kelas. Kalau pak Indra masuk repot," ujar Titania yang mulai kesal.

Mereka akhirnya memutuskan untuk kembali ke kelas, menghentikan aktivitas berandai-andai mereka yang membahas masa depan. Titania tidak ingin terlalu berharap pada Alvaro, ia takut disakiti oleh harapan itu.

Kalau sudah bahas masa depan ujungnya putus tengah jalan, mau sedih apa mau ketawa?

TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang